Tekan Emisi Karbon, METI Usul Penggunaan Energi Terbarukan Minimal 50%

ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah
Warga mengecek Panel Surya di Pantai Bakti Muara Gembong, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Senin (7/10/2019).
9/4/2021, 19.46 WIB

Meski demikian, perlu adanya kerangka regulasi yang jelas untuk mendukung pengembangan energi terbarukan. Termasuk yang saat ini tengah dibahas di DPR tentang RUU EBT. "Sehingga kita fokus bicaranya dalam rangka energi terbarukan bukan energi baru terbarukan," ujarnya.

Adapun strategi yang akan diterapkan dalam merealisasikan itu semua di antaranya kajian keberadaan subsidi yang menyebabkan tidak berkembangnya energi terbarukan dan terlambatnya penurunan emisi gas rumah kaca.

Kemudian menargetkan PLTD 0% mulai 2030, dengan tidak lagi ada pengembangan PLTU batu bara dan yang sudah beroperasi capacity factor di cap 50% mulai 2030. Kemudian PLTGU tetap dikembangkan hingga 2040 setelah itu tidak ada lagi PLTGU baru.

PLTU batu bara yang saat ini sudah beroperasi harus co-firing minimal 5% hingga PPA berakhir. Kemudian Biomassa untuk co-firing berasal dari limbah pertanian/sampah perkotaan atau hutan energi yang dikelola secara sustainable.

Mengandalkan energi setempat yang bersumber dari energi terbarukan, seperti PLTA, PLTP, sebagai baseload. Dalam hal ini, yang di wilayah Aceh misalnya tidak perlu ada listrik dari Sumatera bagian Selatan, tapi fokus pada pemanfaatan PLTA/PLTP, PLTBm/PLTBg/PLTS/PLTB.

Berikutnya, pemerintah harus menerapkan carbon pricing yakni perdagangan karbon ataupun pungutan karbon energi terbarukan sebagai merit order. Kemudian pengembangan smart grid dan perbaikan grid untuk dapat menerima VRE lebih besar. Serta, pengembangan kawasan ekonomis dan industri mengutamakan energi terbarukan.

Halaman:
Reporter: Verda Nano Setiawan