Bahan Bakar Kapal Rendah Sulfur Kunci Dekarbonisasi Sektor Perkapalan

ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra.
Sebuah kapal kargo dengan dipandu kapal tunda bersiap berlabuh untuk melakukan aktivitas bongkar muat kontainer di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Minggu (10/1/2021).
10/11/2021, 11.48 WIB

"Banyaknya kapal yang melintasi perairan Indonesia menjadikan pemerintah Indonesia perlu untuk mendorong dan memastikan kapal-kapal tersebut menggunakan bahan bakar dengan kandungan sulfur dengan nilai maksimal 0,5 % m/m," ujar dia.

Terkait kesiapan bungker bahan bakar kapal rendah sulfur di Indonesia, Pertamina, melalui Pertamina Patra Niaga telah meluncurkan bahan bakar kapal sulfur rendah dan telah menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan PT Krakatau Bandar Samudera (Krakatau International Port/KIP) pada 4 Agustus 2021.

"Penjualan perdana Bunkering Low Sulphur MFO juga sudah dilakukan di Dermaga KIP Cilegon pada tanggal 27 Agustus 2021 kepada kapal asing MV. Alona berbendera Siprus sejumlah 160 MT atau setara 175.000 liter LS MFO," kata Basilio.

Untuk meningkatkan dekarbonisasi kapal dan pelabuhan dan pendapatan negara dari Bunkering Low Sulphur MFO, maka diperlukan dukungan stakeholder terkait. Baik itu dari kementerian/lembaga, BUMN dan swasta, pemilik kapal, galangan kapal serta organisasi internasional seperti IMO, UNCTAD, dan Bank Dunia.

IMO dapat membantu mempromosikan teknologi rendah karbon dengan memfasilitasi kemitraan publik-swasta dan pertukaran informasi. IMO juga dapat membantu transfer teknologi, pengembangan kapasitas dan kerja sama teknis, serta peningkatan efisiensi energi kapal, dan menilai secara berkala penyediaan dana dan teknologi.

"Sementara Bank Dunia dapat membantu negara-negara berkembang dengan produksi dan pasokan bahan bakar nol-karbon yang akan diterapkan pada industri perkapalan di Indonesia," ujarnya.

Untuk diketahui, sekitar 90% dari arus perdagangan dunia diangkut melalui jalur laut. Industri ini menyumbang sekitar 3% dari total emisi CO2 dunia. Simak databoks berikut:

Halaman:
Reporter: Verda Nano Setiawan