General Electric Company (GE) optimistis harga produksi listrik dari pembangkit energi baru dan terbarukan (EBT) dapat bersaing dengan Pembangkit Listrik Tenaga Uap atau PLTU. Pengembangan teknologi EBT yang berkembang pesat membuat harga akan kompetitif.
Director of Market Development General Electric Indonesia, Arka Wiriadidjaja, mengatakan setidaknya terdapat beberapa komponen pembentuk levelized cost of electricity (LCOE) atau ongkos energi EBT. Beberapa diantaranya seperti teknologi, financing cost, kebijakan regulasi, dan kelayakan sumber energi bersih.
Dia menilai pembangkit listrik seperti tenaga surya dan produk turbin onshore semakin kompetitif. Terutama untuk digunakan dalam menggenjot target bauran energi terbarukan 23% pada 2025.
"Spesifik pada teknologi kami bisa bantu untuk mencapture energi yang jauh lebih besar dan bisa mengurangi LCOE tersebut," katanya dalam acara Energy Corner CNBC Indonesia, Senin (13/12).
Saat ini GE telah memiliki produk turbin angin onshore terbaru bernama Cypres. Produk ini mempunyai diameter dengan besar 158 meter dan tinggi mencapai 160 meter atau lebih tinggi daripada tugu Monas.
Adapun jika dibandingkan dengan produk turbin angin pada 2004 lalu, produksi listrik yang dihasilkan Cypres dapat mencapai empat kali lipat lebih besar. Sehingga dapat berpengaruh pada ongkos produksi EBT yang dihasilkan.
"Hari ini yang kami dapat dengan capex turun 25% dan LCOE turun sebesar 70%. Jadi betul teknologi memiliki andil yang besar untuk membantu transisi energi. Untuk itu kami terus kembangkan teknologi baru dan pengembangan pasar," ujarnya.
Selain itu, dia juga mengungkapkan meski tak lagi menyuplai turbin uap (steam turbin) PLTU, perusahaan optimis pendapatan perusahaan tidak akan tergerus. Selama ini, bisnis steam turbin berkontribusi hingga 15-25% dari total pendapatan perusahaan pada bisnis pembangkit listrik yang sekitar 24% dari pendapatan keseluruhan.
Setidaknya untuk menutup pendapatan dari PLTU, nantinya teknologi steam turbin akan dialihkan untuk pembangkit listrik energi bersih. Misalnya seperti pembangkit listrik berbasis biomassa atau sampah.
Secara global, GE sendiri telah terlibat dalam pemasangan pembangkit listrik EBT hingga 400 gigawatt (GW). Khusus di Indonesia GE terlibat dalam dua proyek energi bersih, yakni PLTGU Tambak Lorok dan Jawa-1. Perusahaan memasok mesin turbin gas terbarunya di dua proyek tersebut.
"Pembangkit gas bisa membantu mengurangi emisi 50% dibandingkan menggunakan batu bara. Tentunya kami akan terus bekerja sama dengan partner di Indonesia untuk kembangkan pembangkit baru di sini,” ujarnya.
Sejak 2008, pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) mendominasi kapasitas pembangkit di Indonesia. Pada Juni 2020, pembangkit tersebut telah menghasilkan 35.220 MW atau 50% dari total kapasitas. Pembangkit listrik tenaga gas (PLTG) menyusul dengan 20.537 MW. Berikut grafik Databoks: