PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT PLN Energi Primer Indonesia (EPI), Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (Pemda DIY), dan Kesultanan Yogyakarta bekerja sama mengembangkan kawasan ekonomi hijau.
Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengkubuwono X, mengapresiasi sinergi yang mendukung agenda transisi energi tersebut. Menurutnya, kerja sama ini sejalan dengan penggunaan prinsip Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG’s) dan pelibatan masyarakat yang selalu diusung oleh Pemda DIY.
“Maka, kami mendukung penuh langkah PLN dalam program transisi energi, di mana ini merupakan kepentingan kita bersama,” ujarnya dalam siaran pers, dikutip Rabu (15/3).
Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, menjelaskan badan usaha milik negara (BUMN) terlibat aktif dalam kolaborasi bersama pemerintah dan warga demi mencapai target pengurangan emisi karbon.
“Dulu Sri Sultan Hamengkubuwono IX menjaga bangsa ini dengan konsep pertahanan keamanan rakyat semesta (hankamrata). Hari ini Sri Sultan Hamengkubuwono X menjadi pionir untuk menjalankan konsep ketahanan energi rakyat semesta,” ungkapnya.
Hal ini juga sesuai dengan konsep hidup masyarakat Yogyakarta, yaitu “memayu hayuning bawana”. “Yang bermakna bagaimana cara hidup masyarakat bisa memperindah kehidupan asli yang sudah indah dari Tuhan,” imbuh Darmawan.
Selain membangun pembangkit energi baru terbarukan, PLN berinovasi untuk menurunkan emisi. Salah satunya dengan menerapkan teknologi co-firing di pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Saat ini terdapat 69 gigawatt PLTU yang beroperasi di Indonesia dengan kebutuhan batu bara 160 juta ton dalam satu tahun.
Untuk mengurangi emisi, PLN mensubstitusi sebagian batu bara dengan biomassa untuk bahan bakar pembangkit. Hingga tahun 2025, PLN Group membutuhkan pasokan biomassa sebanyak 10,58 juta ton. Untuk itu, keterlibatan masyarakat sangatlah penting.
Masyarakat bisa menjadi pelaku utama dalam memasok kebutuhan biomassa melalui pengembangan hutan energi maupun pengolahan sampah. Peran Pemda DIY dan Kesultanan Yogyakarta pun krusial. Dengan dukungan dari kedua pihak tersebut, maka lahan tidur atau lahan kritis bisa dimanfaatkan masyarakat untuk menanam tanaman energi.
Selain bisa mengubah lahan tidur menjadi lahan hijau, masyarakat juga akan merasakan manfaat dari pengelolaan hutan energi. “Dalam satu kali langkah, kita berhasil menciptakan lingkungan yang lebih bersih, sehat, sekaligus mengangkat perekonomian masyarakat,” tegas Darmawan.
PLN sudah memetakan kebutuhan tanaman energi. Sejak Februari 2023, PLN telah menanam bibit pohon energi di tanah seluas 30 ribu hektare (ha). Nantinya, akan ada total 50 ribu bibit pohon energi yang ditanam. Bibit-bibit pohon itu terdiri dari tanaman kaliandra, gamal, dan tarum.
PLN juga mendampingi masyarakat dalam hal pengelolaan hutan energi. “Kami juga adakan pelatihan untuk masyarakat agar bisa menambah lagi jumlah tanaman energi ini. Ini bisa bertambah dua sampai tiga kali lipatnya,” tambah Darmawan.
Secara bersamaan, PLN sekaligus mendukung masyarakat untuk mengelola ternak di sekitar hutan energi, agar menjadi bagian dari rantai pasok biomassa. Biomassa yang saat ini digunakan PLN berasal dari serbuk gergaji, serpihan kayu, cangkang sawit, bonggol jagung, dan bahan bakar jumputan padat.
Perseroan menggarap rantai pasok biomassa mulai tahap perencanaan, pembangunan, pengelolaan biomassa plant, hingga komersialisasi di PLTU PLN. Direktur Utama PLN EPI, Iwan Agung Firstantara, menuturkan pilot project hutan energi di Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta, membutuhkan waktu satu tahun proses penanaman.
Biomassa yang dihasilkan nantinya akan digunakan untuk pasokan PLTU Pacitan. Jumlah biomassa yang bisa dihasilkan dari lahan 30 ha itu mencapai 450 ton per tahun.
Tahun ini PLN membutuhkan pasokan biomassa sebanyak 1,05 juta ton untuk memasok 46 PLTU milik PLN Group. “Kebutuhan ini akan terus meningkat (hingga) tahun 2025. Kami harus memastikan pasokan biomassa ini aman, sehingga bisa menekan emisi hingga 11,58 juta ton CO2e,” ungkap Iwan.