ESDM: Dana Hibah JETP Hanya Rp 2 Triliun, Sisanya Utang Rp 308 Triliun
Pemerintah telah menyepakati pendanaan transisi energi melalui kemitraan Just Energy Transition Partnership (JETP). Nilainya mencapai US$ 20 miliar atau sekitar Rp 310 triliun yang bisa digunakan dalam dua sampai tiga tahun ke depan.
Terkait pendanaan tersebut, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyampaikan, besaran dana hibah atau grant yang dialokasikan dari komitmen kemitraan JETP itu hanya sebesar US$ 130 juta atau setara dengan Rp 1,99 triliun.
“Yang saya tau sekarang, dana hibah itu hanya sebesar US$ 130 juta,” ujar Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana, saat ditemui di Kantornya, Jakarta Pusat, Selasa (21/8).
Dadan mengatakan, jumlah Rp 1,99 triliun itu hanya sekitar 0,65% dari total pendanaan JETP yang dijanjikan oleh pakta iklim Amerika Serikat-Jepang sebesar Rp 310 triliun. Bahkan, nilai hibah itu juga lebih kecil dari yang sebelumnya disebutkan Kementerian ESDM yakni US$ 160 juta.
Disisi lain, Dadan mengatakan pendanaan JETP nantinya memang lebih banyak akan diberikan dalam bentuk pinjaman komersial,. Ini termasuk pendanaan swasta yang diinisiasi Glasgow Financial Alliance for Net Zero (GFANZ) senilai US$10 miliar.
Adapun pendanaan dari swasta tersebut juga melibatkan Bank of America, Citi, Deutsche Bank, HSBC, Macquarie, MUFG, dan Standard Chartered.
“Kemudian ada yang pinjaman, tapi commercial loan yang bunganya lebih menarik," kata dia.
Seperti yang diketahui, pakta iklim yang tergabung ke dalam kemitraan JETP yakni, International Partners Group (IPG) sudah berkomitmen untuk menyediakan dana himpunan US$ 20 miliar dari publik dan swasta untuk pemerintah Indonesia.
Negara-negara yang tergabung dalam IPG di antaranya Amerika Serikat (AS), Jepang, Kanada, Denmark, Uni Eropa, Jerman, Norwegia, Italia, serta Inggris dan Irlandia. Kemitraan ini juga termasuk Glasgow Financial Alliance for Net Zero (GFANZ) Working Group
Adapun skema pendanaan JETP tersebut yakni dengan total US$ 20 miliar. Rinciannya, US$ 10 miliar yang berasal dari komitmen pendanaan publik, dan US$10 miliar lainnya dari pendanaan swasta yang dikoordinatori oleh GFANZ.
JETP pertama kali diluncurkan pada KTT Perubahan Iklim PBB ke-26 di Glasgow, Skotlandia pada 2021. Program ini merupakan inisiasi kelompok negara-negara kaya yang tergabung dalam IPG antara lain Inggris, Prancis, Jerman, Amerika Serikat (AS), dan Uni Eropa (UE).
Program pendanaan ini untuk membantu negara-negara berkembang meninggalkan energi batu bara sekaligus mendorong transisi ke penggunaan teknologi yang lebih rendah karbon.
Indonesia adalah salah satu negara yang berpotensi menerima pendanaan tersebut. Indonesia diperkirakan membutuhkan investasi transisi energi mencapai US$25-30 miliar atau sekitar Rp 393-471 triliun selama delapan tahun ke depan.
Sebelumnya Afrika Selatan telah diumumkan sebagai penerima pertama program ini. Negara tersebut menerima pendanaan awal sebesar US$ 8,5 miliar melalui berbagai mekanisme, termasuk hibah, pinjaman lunak, investasi, dan instrumen berbagi risiko.