Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyatakan limbah biomassa lignoselulosa dapat dimanfaatkan menjadi bioetanol yang mampu mendukung penyediaan energi bersih di Indonesia. Limbah biomassa lignoselulosa tersebut berupa jerami padi, sekam padi, tongkol jagung, bagas tebu, dan pelepah sawit.
Periset Kimia Maju BRIN, Yanni Sudiyani, mengatakan pemanfaatan limbah biomassa memiliki potensi yang ketersediaannya terukur. Selulosa sebagai material lokal dapat dimanfaatkan untuk biofuel khususnya untuk bioetanol.
"Limbah lignoselulosa terdiri dari komponen selulosa dan hemiselulosa yang apabila sepertiga saja dimanfaatkan diperoleh 11,37 juta ton bioetanol," kata Yanni dikutip dari Antara, Kamis (2/11).
Yanni mengatakan, Indonesia memiliki limbah biomassa lignoselulosa yang melimpah berupa jerami padi sebanyak 45,6 juta ton, sekam padi 60,04 juta ton, tongkol jagung 28,02 juta ton, bagas tebu 1,34 juta ton, dan pelepah sawit 52,33 juta ton.
Dia menuturkan semua potensi itu siap digunakan tanpa perlu membuka lahan baru, sehingga hutan bisa tetap lestari tanpa perlu khawatir dengan aktivitas pembabatan.
Makroalga
Pemerintah memproyeksikan kebutuhan 6,99 juta ton bioetanol untuk menggantikan bensin dalam Kebijakan energi nasional versi 2014. Jumlah itu bisa dipenuhi dengan mengubah biomassa lignoselulosa menjadi bioetanol.
"Selain limbah lignoselulosa di darat, kita juga dapat memanfaatkan bahan selulosa yang ada di laut berupa makroalga mengingat Indonesia sebagai negara maritim," ujar Yani.
Ada banyak jenis makroalga yang dapat dimakan, tetapi ada pula yang tidak enak rasanya. Makroalga yang tidak dikonsumsi manusia bisa dimanfaatkan sebagai sumber energi bersih pengganti bensin.
Makroalga mengandung polisakarida, protein, dan polifenol yang menjadi bahan baku alternatif untuk biomassa lignoselulosa.
"Total produksi makroalga saat ini sangat melimpah apabila dikonversi menjadi biofuel, maka Indonesia tidak kekurangan (energi)," ucap Yanni.
Ketua Majelis Profesor Riset BRIN, Gadis Sri Haryani, mengatakan kegiatan pemanfaatan material lokal untuk mendukung netralitas karbon di Indonesia merupakan langkah yang sangat tepat, penting, serta berpotensi untuk mengurangi dampak perubahan iklim.
Konsep material lokal mengacu pada pengurangan pengguna sumber daya dan energi yang ada di Indonesia, sehingga mengurangi ketergantungan pada impor energi fosil. Pada akhirnya akan mengurangi emisi karbon yang dihasilkan dari proses transportasi dan produksi.
"Selain itu, pengembangan industri material lokal juga dapat menciptakan lapangan kerja baru baik itu sektor manufaktur, pertanian, dan jasa. Hal ini dapat meningkatkan perekonomian Indonesia dan mengurangi kemiskinan," pungkas Gadis.