Menteri Transisi Energi Agnes Pannier-Runacher mengatakan saat ini Pemerintah Prancis membutuhkan lebih dari enam pembangkit nuklir baru. Hal itu untuk mencapai tujuan Prancis mengurangi bahan bakar fosil dari 60% menjadi 40% pada 2035.
Dia mengatakan, saat ini ada enam EPR pertama (Reaktor Bertekanan Eropa) yang beroperasi. Untuk memenuhi kebutuhan tambahan diperlukan adanya tambahan EPR di 2026.
Menurut dia, kebutuhan tambahan pasca 2026 akan setara dengan 13 gigawatt yang sesuai dengan delapan EPR. “Kami membutuhkan tenaga nuklir di luar karena taman (nuklir) yang ada tidak akan abadi," kata Agnes dikutip dari Reuters, Senin (8/1).
Sebelumnya, Presiden Prancis Emmanuel Macron menuturkan negaranya akan membangun 14 reaktor nuklir baru. Reaktor itu dibangun untuk menunjang upaya transisi energi dari bahan bakar fosil.
“Mecapai 14 EPR akan menjadi topik yang bagus untuk diskusi dengan anggota parlemen, sambil mengulangi bahwa kapasitas energi terbarukan juga perlu ditingkatkan secara besar-besaran,” kata Agnes.
Dia mengatakan, pemerintah Prancis juga akan menetapkan undang-undang yang membahas energi baru. Undang-undang tersebut akan mulai dibahas oleh parlemen mulai akhir Januari.
Umur Reaktor Nuklir Diperpanjang
Agnes menuturkan Presiden Macron juga akan berusaha untuk memperpanjang umur semua pembangkit nuklir Prancis.
“Keputusan Macron untuk memperpanjang umur pakai pembangkit listrik nuklir yang ada menjadi lebih dari 50 tahun dari sebelumnya 40 tahun untuk beberapa reaktor menandai pembalikan kebijakan dari janjinya sebelumnya untuk menutup lebih dari selusin dari 56 reaktor EDF pada tahun 2035,” ucapnya.
Presiden Macron juga berjanji untuk mempercepat pengembangan energi surya dan angin laut.
Menurut data yang dihimpun International Atomic Energy Agency (IAEA), Prancis menempati posisi ketiga dunia dengan produksi energi listrik terbesar sepanjang 2022 yaitu mencapai 282,09 TWh. Sementara posisi pertama ditempati Amerika Serikat.