Pemerintah Andalkan PLTS Atap untuk Genjot Bauran EBT di Indonesia

ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/aww.
Petugas merawat panel surya yang terpasang di atap Gedung Direktorat Jenderal (Dirjen) Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (EDSM), Jakarta, Rabu (24/3/2021). Kementerian ESDM hingga Maret 2021 telah membangun sebanyak 193 unit PLTS atap gedung, sementara sepanjang 2021-2030 pemerintah juga menargetkan pembangunan PLTS dengan kapasitas sebesar 5,432 Mega Watt untuk menurunkan emisi hingga 7,96 juta ton karbondioksida.
18/4/2024, 08.51 WIB
 

Pemerintah Indonesia mengupayakan pengembangan Pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) untuk mengejar target bauran energi baru terbarukan (EBT) mencapai 23 persen pada 2025. Salah satunya dengan mengupayakan pembangunan PLTS Atap secara masif.

“Harapan yang dalam jangka pendek ya PLTS. PLTS itu kan bisa menjadi pembangkit yang skala besar maupun pembangkit yang ada di rumah. Di atapnya, di rumah masyarakat, di bangunan, di gudang. Ini kan bisa dilakukan secara bersama-sama,” kata Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana, di sela Pra-Sidang Umum ke-14 Badan Energi Terbarukan Internasional (IRENA) di Abu Dhabi, UEA, Rabu (18/4), seperti dikutip dari Antara.

PLTS Atap adalah proses pembangkitan tenaga listrik menggunakan modul fotovoltaik yang diletakkan di atap, dinding atau bangunan lain.

Dadan mengatakan, pemerintah gencar mengembangkan PLTS Atap sejak beberapa tahun silam. Pada awal tahun ini, pemerintah merevisi regulasi terkait PLTS Atap dengan menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 2 Tahun 2024 tentang PLTS Atap yang Terhubung pada Jaringan Tenaga Listrik Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Untuk Kepentingan Umum (IUPTLU).

Dengan terbitnya revisi permen tersebut, skema jual beli listrik dari pemasangan PLTS Atap sudah tidak bisa dilakukan oleh pengguna PLTS Atap. Meski demikian, pemerintah akan memberikan insentif untuk menarik pemasangan PLTS Atap.

Hal tersebut sesuai dengan Pasal 13 dalam Permen, yang berisikan bahwa kelebihan energi listrik dari sistem PLTS Atap yang masuk ke jaringan pemegang IUPTLU tidak diperhitungkan ke dalam penentuan jumlah tagihan listrik pelanggan PTLS atap. Target yang dicanangkan pemerintah untuk pemasangan PLTS Atap adalah sebesar 3,6 GW pada tahun 2025 nanti.

Dadan mengatakan, sebenarnya pemerintah mengandalkan banyak jenis energi terbarukan untuk mendorong bauran EBT. Misalnya, untuk tenaga air yang saat ini juga sudah banyak proyek yang sedang dilangsungkan. Begitu juga dengan pembangkit listrik dari tenaga angin, di antaranya, di Kalimantan Selatan.

“PLTS mungkin yang bisa lebih cepat untuk implementasi,” kata Dadan.

Indonesia mencanangkan bauran EBT mencapai 23 persen pada 2025. Namun hingga 2023, bauran EBT baru mencapai 13,4 persen, atau hanya naik tipis dari 12,8 persen pada 2022.

Menurut Dadan, bauran EBT di Indonesia sebenarnya selalu bertambah setiap tahun. Namun di waktu yang bersamaan, penggunaan energi fosil juga masih berjalan dan lebih besar dibanding penggunaan EBT. Hal itu menyebabkan peningkatan persentase bauran EBT berjalan lambat.

Dadan mengatakan pihaknya terus mengkalkulasi kemungkinan tercapai atau tidak tercapainya target bauran EBT itu. Jika diperlukan revisi target, kata Dadan, kemungkinan jangka waktunya yang diperpanjang, bukan menurunkan persentase bauran EBT.

“Yang kita revisi nanti tahun capaiannya. Tahun capaiannya. Jadi tidak menurunkan target dari 23 menjadi misalkan 17 persen, bukan. Kita tetap 23 persen,” ujarnya.

 
Reporter: Antara