Direktur Utama PT PLN (Persero), Darmawan Prasodjo, mengatakan saat ini pihaknya sedang merancang rencana usaha penyediaan tenaga listrik (RUPTL) baru. Dalam RUPTL baru tersebut, PLN merencanakan sebanyak 75 persen kapasitas listrik yang dihasilkan perusahaan akan berbasis energi baru terbarukan (EBT) dan 25 persen dari gas.
Darmawan mengatakan, pihaknya berkomitmen mencari titik keseimbangan antara pertumbuhan dan keberlanjutan dalam menghadapi tantangan perubahan iklim. Empat tahun lalu, PLN telah merancang RUPTL terhijau sepanjang sejarah dengan menetapkan target energi baru terbarukan yang ambisius.
Menurutnya hal itu sejalan dengan upaya pemerintah yang sudah mencanangkan target net zero carbon pada 2060.
“Nah saat ini tentu saja kita sedang dalam proses merancang RUPTL yang baru bersama dengan pemerintah RUPTL 2024-2033,” kata Darmawan di sela kegiatan Road to PLN Investment Days 2024 di Jakarta, Selasa (4/6).
Meski begitu, dia mengatakan, ada suatu tantangan dalam memproduksi energi baru terbarukan. Pasalnya, terdapat ketidakcocokan antara lokasi potensi energi baru terbarukan dengan pusat permintaan listrik.
Oleh sebab itu, Darmawan mengatakan, diperlukan pembangunan saluran transmisi hijau untuk menyambungkan energi listrik yang dihasilkan dengan lokasi konsumsi.
Sewa Jaringan
Sementara itu, Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi, mengatakan semua kebutuhan RUPTL hijau tengah dipertimbangkan untuk mengatur skema sewa jaringan. Semua penyaluran energi baru terbarukan akan dipenuhi oleh skema sewa jaringan tersebut.
" RPUTL hijau itu akan dibahas bulan ini, setelah DPR reses," kata Eniya kepada Katadata.co.id, Selasa (7/5).
Selain RUPTL hijau, Eniya mengatakan, Kementerian ESDM dan DPR juga akan membahas mengenai tingkat komponen dalam negeri (TKDN) untuk investasi hijau di Indonesia. Saat ini, banyak investasi energi baru terbarukan yang akan masuk ke Indonesia namun terhambat oleh aturan TKDN.
Oleh sebab itu, Eniya mengatakan, Kementerian ESDM mendorong adanya relaksasi TKDN untuk investasi hijau di Indonesia. Dia mencontohkan investasi asing untuk proyek PLTS senilainRp 49 triliun yang terpaksa jalan di tempat lantaran polemik persyaratan TKDN tersebut. Aturan TKDN dari Kementerian Perindustrian menyatakan komponen dalam negeri untuk PLTS harus mencapai 60 persen.
Namun, dia mengatakan, banyak komponen PLTS yang masih harus impor. Investor asing juga kerap mensyaratkan untuk menggunakan komponen yang dia bawa bila ingin menanamkan modalnya di Indonesia.
“Banyak hal yang menjadi terhambat karena investasi itu semuanya harus memasukkan unsur TKDN,” kata Eniya.
Eniya mengatakan, pemerintah dan Komisi VII DPR sepakat jika pemasangan PLTS tetap menggunakan bahan lokal atau dalam negeri. Akan tetapi jika belum bisa terpenuhi oleh lokal, maka akan diberikan relaksasi.
Ia mengatakan, relaksasi yang dimaksud dikhususkan untuk investasi pengembangan PLTS dari luar negeri. Relaksasi ini akan diberikan melalui permohonan ke Kementerian Perindustrian.
Setelah itu, Kementerian Perindustrian melakukan koordinasi dengan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) yang merupakan tim nasional program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN). Anggota timnas P3DN inilah yang akan menentukan melakukan persetujuan mengenai relaksasi dari TKDN.
“Jadi istilahnya tidak memenuhi tidak apa-apa, tetapi ada banyak pertimbangan yang akan dilakukan, dan yang memutuskan adalah timnas P3DN,” ujarnya.