Menilik Potensi Bioetanol Indonesia, Ada 13 Produsen di 11 Wilayah

ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/aww.
Petugas bersiap melakukan pengisian Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertamax Green 95 saat peluncuran BBM tersebut di SPBU MT Haryono, Jakarta, Senin (24/7/2023). PT Pertamina (Persero) melalui Pertamina Patra Niaga resmi meluncurkan Pertamax Green 95 yakni BBM Pertamax dengan campuran bioetanol 5 persen dan dijual seharga Rp13.500 per liter dengan RON 95.
24/6/2024, 10.51 WIB

Indonesia memiliki potensi bioetanol untuk dijadikan bahan baku pendamping atau pengganti bahan bakar minyak (BBM). Saat ini, sudah ada 13 produsen bioetanol yang tersebar di 11 wilayah di Indonesia.

Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Eniya Listiani Dewi, mengatakan Indonesia 13 produsen tersebut menghasilkan bioetanol dengan kapasitas produksi sebesar 365 ribu kilo liter (kl) per tahun.

"Pada sekarang ini yang produksi bioetanol itu ada 13 produsen, di Medan, Lampung, Cirebon, Jogjakarta, Surakarta, Mojokerto, Jombang, Lamongan, Lumajang, Semarang, dan Bone," ujar Eniya saat dikonfirmasi Katadata, Senin (24/6).

Eniya mengatakan, dari 13 produsen tersebut baru 4 produsen yang mempunyai sistem peningkatan persentase etanol untuk dijadikan bahan bakar kendaraan atau fuel grade dalam produksinya.

Sedangkan sembilan produsen lainnya baru mampu berada dalam posisi penyediaan etanol untuk bahan baku makanan dan obat. Sebagaimana diketahui, untuk menjadikan bahan baku dasar seperti molase atau tetes tebu sebagai campuran bahan bakar kendaraan, dibutuhkan teknologi tertentu dengan tingkat pemurnian bahan dasar sampai dengan 99,8%.

"Dari 13 tadi itu 4 perusahaan punya fasilitasnya ,tetapi hanya 2 perusahaan yang mampu memasok untuk fuel grade itu di volume 40 ribu kl per tahun yang bahan bakunya dari molase," ujarnya.

Eniya mengatakan, Kementerian ESDM mendorong terciptanya ekosistem bioetanol di Indonesia. Pada 2023, PT Pertamina (Persero) telah melakukan uji coba pencampuran etanol sebesar 5 persen pada bahan bakar dengan research octane number (ron) 92 dan 98 yang disebut dengan Pertamax Green 95.

Uji coba pertama dilakukan pada 12 Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Surabaya dan 5 SPBU di Jakarta. Jumlah SPBU uji coba tersebut bertambah lagi di bulan mei 2024 yaitu 95 SPBU di Surabaya dan 75 SPBU di Jakarta.

Hingga akhir 2024, ditargetkan ada 100 SPBU di jawa terutama untuk Jabodetabek yang menggunakan Pertamax Green 95.

"Targetnya sampai dengan desember itu adalah 500 liter per hari per spbu target penjualan pertamax green 95," ucapnya.

Keseriusan Pemerintah

Sementara itu, pemerintah siapkan dua juta hektare lahan untuk pengembangan swasembada gula terintegrasi bioetanol. Hal itu tercantum dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 15 Tahun 2024 yang ditetapkan pada tanggal 19 April 2024.

Pemerintah melakukan percepatan fasilitasi investasi komoditas tebu yang terintegrasi dengan industri gula, bioetanol, dan pembangkit listrik biomassa di Kabupaten Merauke Provinsi Papua Selatan. Lahan tersebut terbagi menjadi empat klaster.

Klaster 1 (satu) dan 2 (dua) seluas kurang lebih 1.000.000 Ha, klaster 3 (tiga) seluas kurang lebih 504.373 Ha, dan klaster 4 (empat) seluas kurang lebih 400.000 Ha.

Ketua Satuan Tugas Percepatan Swasembada Gula dan Bioetanol, Bahlil Lahadalia, mengatakan total rencana investasi perkebunan tebu terintegrasi swasta klaster tiga diperkirakan mencapai US$ 5,62 miliar atau Rp 83,27 triliun.
Ini akan menjadi investasi yang besar sehingga investor yang masuk harus memiliki kredibilitas nyata.

Bahlil mengatakan, nantinya lahan tersebut akan dikelola dengan teknologi tinggi dan pabriknya memiliki skala besar. Setiap investor yang ingin ikut ambil bagian pada proyek ini diwajibkan mampu memenuhi hak-hak adat masyarakat di sana.

”Ke depannya investasi ini melibatkan orang daerah. Jangan investornya yang tumbuh tapi masyarakatnya mati. Enggak boleh! Kita mau fair. Kita mau investornya tumbuh, negara dapat hasil, daerah dapat hasil, rakyat juga dapat hasil. Jadi konsepnya adalah tumbuh bersama-sama,” ujar Bahlil saat memimpin rapat perdana Satgas percepatan swasembada gula dan bioetanol seperti dikutip Jumat (3/5).

Bahlil mengungkapkan jika pihak Badan Karantina Indonesia telah mengetes bibit tebu yang didatangkan langsung dari Australia. Diharapkan bibit ini mampu menjadi bibit unggul yang bisa menghasilkan tanaman tebu yang berkualitas.
Pelaksanaan investasi swasembada gula dan bioetanol ini diperkirakan akan selesai 2027.

Rapat ini dilaksanakan untuk melakukan pembagian tugas awal dengan Kementerian/Lembaga terkait yang juga ditunjuk Presiden Joko Widodo untuk mengambil peran dalam mendorong percepatan investasi komoditas tebu.

Ini merupakan tindak lanjut dari rapat terbatas dua bulan lalu yang dihadiri oleh Menteri BUMN, Menteri LHK, Menko Perekonomian, Mendagri dan Kepala Badan Karantina.

Dia mengatakan, ratas tersebut memutuskan untuk melakukan konsolidasi percepatan swasembada gula. Pasalnya, Indonesia akan terus impor jika mengikuti produksi yang ada saat ini. Pemerintah juga mendorong agar produksi tebu tersebut menjadi bahan baku bioetanol.

"Kebetulan kemarin karena sudah banyak yang meminta untuk melakukan percepatan pembangunan maka satgas ini dibentuk,” kata Bahlil.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia memiliki perkebunan tebu seluas 504,8 ribu hektare (ha) pada 2023. Luasnya bertambah sekitar 14,8 ribu ha dari tahun sebelumnya yang tercatat 490 ribu ha.



Reporter: Djati Waluyo