Prabowo Akan Bangun Pembangkit Nuklir 5 GW untuk Kejar Target Bauran EBT

ANTARA FOTO/Galih Pradipta/foc.
Peneliti BRIN melakukan pengecekan kolam reaktor nuklir di fasilitas Reaktor Serba Guna G.A Siwabessy, di kawasan Sains dan Teknologi B.J. Habibie, Serpong, Tangerang Selatan, Banten, Senin (15/7/2024).
21/11/2024, 09.15 WIB

Utusan khusus Presiden Republik Indonesia untuk Energi dan Lingkungan Hidup, Hashim Djojohadikusumo, mengungkap rencana Presiden Prabowo Subianto untuk membangun pembangkit nuklir engan kapasitas 5 gigawatt (GW). Pembangunan nuklir tersebut termasuk dalam rencana Prabowo menambah kapasitas energi baru terbarukan hingga 75 GW.

Hashim mengatakan, Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto akan beralih dari pembangunan energi berbasis bahan bakar fosil menuju energi baru terbarukan (EBT). Hingga 2040, Indonesia akan menambah kapasitas pembangkit hingga 100 Gigawatt (GW), dengan 75% di antaranya berasal dari EBT. Tambahan kapasitas EBT tersebut 5 GW dari nuklir, sisanya dari gas.

Dia mengatakan, transisi energi bukan hanya soal mengurangi emisi gas rumah kaca, tetapi juga menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dengan keberlanjutan lingkungan.

"Kami akan mewujudkan energi yang bersih, ramah lingkungan, dan terjangkau, sambil mendorong pertumbuhan ekonomi hingga 8%," kata Hashim dalam agenda Electricity Connect 2024 di Jakarta, Rabu (21/11), seperti dikutip dari rilis PLN.

Harga Listrik EBT Lebih Murah

Direktur Utama PT PLN (Persero), Darmawan Prasodjo, mengatakan listrik yang berasal dari Energi Baru Terbarukan (EBT) saat ini sudah lebih terjangkau jika dibandingkan dengan harga yang ditawarkan pada 2015. Stigma mengenai harga energi bersih lebih mahal dibandingkan dengan energi fosil perlahan sudah mulai tergeser.

"Tahun 2015 itu energi solar (PLTS) harganya 25 sen. Kemudian harga energi baru terbarukan semakin murah, dari 25 sen, kita lelang menjadi 10 sen, kita lelang menjadi 7 sen, kita lelang hanya menjadi 5 sen, hari ini sudah bisa dibawah 5 sen," ujar Darmawan dalam pembukaan Electricity Connect 2024, di Jakarta, Rabu (20/11).

Darmawan mengatakan, hal serupa juga terjadi pada Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) atau angin yang terus mengalami penurunan harga dalam beberapa tahun terakhir.

Begitu juga saat PLTB beroperasi pertama kali di Indonesia, harga listrik yang dihasilkan sebesar 20 sen per kilowatt hour (KWh). Saat ini harganya sudah mencapai dibawah 12 sen per KWh.

Menurut Darmawan, kondisi tersebut terjadi karena peran teknologi baterai dalam mendukung stabilitas pasokan energi terbarukan. Pasalnya, energi surya dan angin sangat bergantung pada kondisi alam, sehingga fluktuasi pasokan menjadi tantangan utama.

Teknologi ini memungkinkan energi terbarukan tetap andal meski menghadapi perubahan cuaca, seperti mendung yang mengurangi sinar matahari atau musim kemarau yang mempengaruhi energi hidro. "Dan hari ini baterai energy storage systems sudah menjadi jauh lebih murah lagi, menjadi kompetitif," ujar Darmawan.