Indonesia berpotensi meningkatkan pendapatan negara melalui penyesuaian pungutan produksi batu bara untuk mendukung tercapainya transisi dari energi fosil ke energi baru terbarukan (EBT).
Direktur Eksekutif Sustain, Tata Mustaya, mengatakan Indonesia masih memiliki ruang yang cukup besar untuk meningkatkan pendapatan negara melalui peningkatan pungutan produksi batu bara.
Berdasarkan perhitungan Sustain, Indonesia bisa mendapatkan lonjakan pendapatan yang signifikan dari adanya peningkatan pungutan produksi batu bara. Dengan skenario yang paling minimum, negara bisa mendapatkan penerimaan Rp 84 triliun per tahun. Jika dilihat dari skenario terbaik maka Indonesia berpotensi mendapatkan tambahan pendapatan sebesar Rp 353 triliun.
"Saya kira kalau kita ambil moderatnya, bisa sekitar Rp120 triliun sampai Rp150 triliun per tahun," kata Tata dalam diskusi publik Peningkatan Pungutan Produksi Batu Bara: Peluang Transisi Energi dalam Keterbatasan Fiskal, yang diselenggarakan Sustain dan Katadata Green, di Jakarta, Selasa (17/12).
Ia mengatakan, dana hasil pungutan tersebut dapat digunakan untuk kebutuhan pembiyaan transisi energi di Indonesia dan mendorong rencana Presiden Prabowo Subianto dalam melaksanakan pensiun pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara.
"Tujuan (dari pungutan batu bara) adalah bagaimana hal ini bisa memberikan disinsetif bagi produksi batu bara, sehingga pembiayaan dan investasi ke sana dalam jangka menengah itu akan bergeser ke energi terbarukan dan energi bersih," ujar Tata.
Tata mengatakan, tujuan lain dari pungutan produksi batu bara adalah mengenai aspek keadilan. Pasalnya, sampai dengan saat ini sektor tambang batu bara memiliki pendapatan yang cukup besar sehingga untuk mencapai aspek keadilan maka harus dikenakan pungutan tambahan.
Untuk itu, ia mengusulkan mekanisme peningkatan pungutan produksi batu bara yang sifatnya progresif. Misalnya, ketika harga batu bara berada di angka US$101-125 per metrik ton, itu pemerintah bisa meningkatkan pungutan sebesar 25%.
Ketika harga batu bara rendah atau berada di rentang US$ 51-75 pemerintah dapat meningkatkan pungutan sebesar 15%. "Jadi, peningkatan ini merupakan top up dari apa yang sudah ada saat ini," ucapnya.