Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memproyeksikan realisasi investasi sektor energi baru dan terbarukan (EBT) tahun ini hanya mencapai US$ 1,44 miliar atau 70,58% dari target sebesar US$ 2,04 miliar.
Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan realisasi investasi EBT hingga kuartal III mencapai US$ 1,12 miliar atau 55% dari target. Investasi tersebut berasal dari investasi panas bumi sebesar 49%, aneka EBT (hidro, solar, angin) 32%, bioenergi 18%, dan sisanya sebesar investasi di bidang konservasi energi.
"Pada akhir tahun 2021, diharapkan realisasi investasi di sub sektor EBTKE dapat mencapai US$ 1,44 miliar," kata Arifin dalam The 10th Indo EBTKE ConEx 2021, Senin (22/11).
Menurut Arifin sebagai upaya memenuhi target EBT sebesar 23% pada 2025 dan komitmen NDC pada tahun 2030, Kementerian ESDM telah mengesahkan Green RUPTL. Dalam RUPTL tersebut, kapasitas pembangkit EBT yang direncanakan dibangun hingga 2030 mencapai 20,9 GW atau 51,6% dari total.
Pengembangan pembangkit EBT sebesar 20,9 GW tersebut mempertimbangkan sumber energi terbarukan yang tersebar merata di seluruh Nusantara. Adapun total potensinya mencapai lebih dari 3.600 GW. Ini akan menjadi salah satu modal utama untuk melaksanakan transisi energi serta Net Zero Emission (NZE) atau nol emisi karbon.
Adapun dalam peta jalan transisi energi menuju NZE periode 2021-2060, strategi utama yang akan dilakukan antara lain dari sisi suplai meningkatkan pengembangan semua pembangkit EBT dengan prioritas pada PLTS.
Kemudian, di sektor rumah tangga mendorong pemanfaatan kompor listrik dan pengurangan impor LPG secara bertahap. Sementara di sektor transportasi pemanfaatan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai, serta pengembangan interkoneksi, smart grid, smart meter, dan jaringan gas bumi.
"Untuk mendukung pencapaian target EBT 23%, NDC, dan NZE, Kementerian ESDM terus meningkatkan kerja sama dan investasi dengan semua pihak untuk mendukung percepatan aksi reduksi emisi dan dekarbonisasi," ujarnya.
Dukungan terhadap pengembangan subsektor EBT dilakukan juga dengan melakukan penyederhanaan perizinan dan penguatan regulasi. Misalnya seperti Peraturan Menteri ESDM terkait PLTS Atap yang dirilis untuk mengatur pelaksanaan skema net metering sebagai bentuk insentif kepada masyarakat yang memasang PLTS Atap.
Apabila program PLTS Atap dijalankan maka potensi investasi yang diperoleh yakni sebesar Rp 47-67,8 triliun, terutama dari untuk pembangunan fisik PLTS dan pengadaan kWh ekspor-impor.