Hadapi Aturan UE, Krakatau Steel Siapkan Langkah Kurangi Emisi Karbon

Arief Kamaludin | Katadata
Logo Krakatau Steel di Cilegon, Rabu, (26/11).
Penulis: Andi M. Arief
Editor: Lavinda
23/11/2021, 17.25 WIB

PT Krakatau Steel Tbk bersiap menghadapi aturan ekspor anyar ke Eropa, yakni mekanisme penyesuaian batas karbon atau carbon border adjustment mechanism (CBAM). Baja menjadi salah satu komoditas yang akan diperhatikan dalam penerapan aturan tersebut.

Sebagai informasi, CBAM merupakan pengukuran harga karbon yang terkandung dalam barang yang diimpor Uni Eropa sesuai sistem perdagangan emisi UE. Importir UE akan membeli sertifikat karbon sesuai harga karbon yang seharusnya dibayarkan jika barang diproduksi di bawah aturan penetapan harga karbon tersebut. 

Direktur Utama Krakatau Steel Silmy Karim mengatakan, aturan main itu sah untuk dilakukan. Saat ini, emiten industri baja berkode saham KRAS itu telah memiliki peta jalan untuk mencapai posisi karbon yang ideal.

"Jangan sampai latah. Kita itu kadang-kadang latah (terhadap suatu aturan), tapi lemah dalam eksekusi. Jadi, kami lebih kepada bagaimana melakukan implementasi yang lebih realistis," kata Silmy dalam paparan publik perseroan, Selasa (23/11).

Menurut Silmy, strategi pertama yang telah disiapkan perusahaan adalah infrastruktur tanur busur listrik atau electric arc furnace (EAF). Alih-alih menggunakan batu-bara sebagai sumber pemanasan, EAF menggunakan listrik dalam mencairkan bijih baca atau skrap baja.

Kedua, pembangunan panel surya apung atau floating  solar panel di atas Waduk Krakatau Steel. Potensi energi maksimum dari pemasangan floating solar panel  mencapai 60-80 megawatt. Pada tahap awal, KRAS akan membangun floating solar panel berkapasitas 15-20 megawatt.

Berdasarkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), kapasitas terpasang Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) hanya 154 mega watt (MW). Adapun, potensi energi surya di Indonesia mencapai 207,8 giga watt (GW).

Halaman:
Reporter: Andi M. Arief