Kolaborasi Berbagai Pihak untuk Mitigasi Krisis Iklim

Katadata
Nugroho Adi Sasongko
Penulis: Fitria Nurhayati - Tim Riset dan Publikasi
23/9/2022, 16.57 WIB

Ketiga, setelah mereka tahu sumber emisi, pelaku industri membuat program pengurangan emisi seperti  restorasi gambut, konservasi lahan dan hutan, menggunakan energi terbarukan, sampai penyediaan green jobs. Setelah itu, pelaku industri bisa mengakses pendanaan yang berkelanjutan dari lembaga keuangan untuk menerapkan program-program mereka.

Guna mempercepat transisi energi, diperlukan modal yang besar. Di dalam peta jalan NDC, Indonesia memerlukan pembiayaan sebesar Rp4.520 triliun untuk melakukan aksi mitigasi. Sedangkan APBN hanya mengalokasikan Rp89,6 triliun per tahun atau 3,6 persen dari total pengeluaran pemerintah.

Dengan kondisi yang ada, APBN tidak bisa menutupi kebutuhan dana mitigasi krisis iklim. Perlu ada kolaborasi dengan institusi keuangan swasta dan negara, serta aliansi keuangan global untuk memudahkan transisi sebagai katalisator perubahan.

HSBC Group sebagai lembaga keuangan internasional berkomitmen mendukung pemerintah Indonesia melakukan transisi energi serta pembangunan berkelanjutan. Direktur Utama dan Kepala Grup Pusat Keuangan Berkelanjutan HSBC Zoe Knight menuturkan, HSBC melakukan tiga hal untuk merealisasikan komitmen ini.

HSBC membuat target, berapa banyak dana yang harus diserap dalam projek-projek yang mendukung pembangunan berkelanjutan. Perusahaan mendukung semua nasabah melakukan transisi energi yang lebih bersih sehingga target pendanaan bisa tercapai. HSBC juga bekerja sama dengan regulator, dalam hal ini pemerintah, untuk turut mengembangkan kebijakan terkait pendanaan berkelanjutan.

“Ini persoalan transisi ekonomi, dari ekonomi konvensional ke ekonomi berkelanjutan. HSBC menyiapkan US$1 triliun dalam bentuk instrumen keuangan berkelanjutan (sustainable finance) untuk mendukung transisi energi,” ucap Zoe.

Halaman: