Transisi Energi Mahal, Apa Kerugian Ekonomi dari Perubahan Iklim?

ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/tom.
Warga mengambil air dari aliran Sungai Banjir Kanal Barat untuk kebutuhan sehari-hari di Jakarta, Senin (9/1/2023). Upaya mendorong penanganan perubahan iklim dan energi berkelanjutan menjadi salah satu pilar strategi dalam topik pertemuan ASEAN di bawah keketuaan Indonesia pada tahun ini.
Penulis: Agustiyanti
30/3/2023, 12.54 WIB

"Ini kami terjemahkan dalam program kebijakan, bahkan proyek. Oleh karena itu, kami perkirakan kebutuhan pembiayaannya mencapai US$ 281 miliar," ujar dia. 

Sri Mulyani mengatakan, sektor energi menjadi salah satu bagian terbesar dari pembiayaan untuk mengurangi gas emisi rumah kaca. Ini terutama karena 60% sumber energi listrik di Indonesia masih berasal dari energi fosil, terutama batu bara. Oleh karena itu, salah satu upaya yang perlu dilakukan adalah mempensiunkan pembangkit listrik tenaga uap atau PLTU. 

"Ini tidak mudah karena kita bukan hanya sekadar mengubah pembangkit. Rata-rata mereka memiliki kontrak jangka panjang sehingga harus ada kompensasi. Ini belum bermasuk dampak sosial ekonomi yang juga harus dihitung," katanya. 

Tak hanya perlu mempensiunkan pembangkit fosil, menurut dia, pemerintah perlu memenuhi kenaikan permintaan energi memalui pembangunan pembangkit energi terbarukan. "Jadi untuk negara besar seperti Indonesia, kita membutuhkan dua investasi yang sangat penting. Menghentikan batu bara membutuhkan uang dan membangun energi terbarukan juga membutuhkan investasi," kata dia. 

Oleh karena itu, menurut dia, Indonesia telah mengumumkan platform yang dikembangkan pemeruntah bersama ADB untuk mendorong transisi energi, yakni Energy Transition Mechanism (ETM). Platform ini memiliki dua fungsi, yakni untuk mencari pembiayaan guna mempensiunkan PLTU dan membangun pembangkit dengan energi terbarukan.

Halaman: