Pemerintah Ungkap Progres CIPP JETP, Alasan Ditunda Hingga Akhir 2023

Katadata
Deputi Bidang Deputi Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi, Kemenko Marves, Rachmat Kaimuddin berbicara dalam Bloomberg CEO Forum, Rabu (6/9).
Penulis: Happy Fajrian
6/9/2023, 14.07 WIB

Pada 16 Agustus 2023 Sekretariat Just Energy Transition Partnership (JETP) Indonesia telah menyerahkan rancangan rencana investasi dan kebijakan investasi atau Comprehensive Investment and Policy Plan (CIPP) kepada pemerintah. CIPP JETP akan ditinjau ulang oleh pemerintah dan rencananya akan dirilis akhir tahun ini.

Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Kemenko Marves) Rachmat Kaimuddin mengungkapkan beberapa alasan mengapa CIPP JETP harus di-review terlebih dahulu.

“Kita harus melihat apakah (CIPP JETP) ini bisa diimplementasikan secara nyata. Ini yang sedang kami lakukan saat ini. IPG juga me-review untuk melihat apakah ada yang bisa ditingkatkan, pemerintah juga bekerja, dan tentu saja ini membutuhkan waktu,” ujarnya dalam Bloomberg CEO Forum yang dipantau secara virtual, Rabu (6/9).

Rachmat juga memoderasi ekspektasi bahwa JETP ini akan menjadi solusi atas semua tantangan transisi energi di Indonesia. Sebab ada begitu banyak tantangan dalam menyediakan energi bersih untuk Indonesia yang merupakan sebuah negara kepulauan di mana permintaan terpusat di Jawa sedangkan industrialisasi terjadi di Indonesia timur.

“Pada dasarnya ada ekspektasi bahwa pada 16 Agustus 2023 kita akan memiliki peluru perak yang dapat menyelesaikan seluruh masalah di dunia. Tidak ada, dan bukan seperti itu tujuannya. Pada 16 Agustus sekretariat JETP menyerahkan rencana, peta jalan, yang pada dasarnya hanya mengkompilasi hasil kerja empat kelompok kerja JETP,” ujarnya.

Adapun empat kelompok kerja atau working group JETP Indonesia yaitu pertama technical working group, lalu financing working group, policy working group, dan terakhir just energy transition working group.

Menurut dia pekerjaan yang paling kompleks ada pada kelompok kerja teknis atau technical working group yang dipimpin oleh International Energy Agency (IEA). “IEA mencoba untuk mengoptimalisasi antara penyediaan energi dan emisinya untuk Indonesia, dan teknologi seperti apa yang dibutuhkan,” kata mantan bos Bukalapak ini.

Dalam merancang CIPP, Sekretariat JETP Indonesia menggunakan tiga asumsi, yakni lingkungan kebijakan yang mendukung, tersedianya pembiayaan yang sesuai dengan kebutuhan proyek transisi energi, serta tidak ada kendala seperti masalah akuisisi tanah.

Seperti diketahui Indonesia meraih pendanaan transisi JETP senilai US$ 20 miliar atau sekitar Rp 310 triliun dari negara maju yang tergabung dalam International Partners Group (IPG), untuk 3-5 tahun ke depan.

Negara-negara yang tergabung dalam IPG di antaranya Amerika Serikat, Jepang, Kanada, Denmark, Uni Eropa, Jerman, Norwegia, Italia, serta Inggris dan Irlandia. Kemitraan ini juga termasuk Glasgow Financial Alliance for Net Zero (GFANZ) Working Group.

Termasuk di dalam GFANZ Working group yaitu sejumlah lembaga keuangan global seperti Bank of America, Citi, Deutsche Bank, HSBC, Macquarie, MUFG, dan Standard Chartered, yang juga akan memanfaatkan keahlian, sumber daya, dan operasi bank pembangunan multilateral.

Dalam dokumen pernyataan bersama pemerintah Indonesia dan negara pendonor, JETP merupakan kemitraan jangka panjang untuk membantu Indonesia mempercepat transisi energi yang dapat mendukung pencapaian untuk membatasi pemanasan global 1,5°C.

“Termasuk jalur dan strategi pengurangan emisi sektor ketenagalistrikan yang ambisius berdasarkan perluasan energi terbarukan dan penurunan bertahap pembangkit listrik tenaga batu bara di dalam dan di luar jaringan,” tulis pernyataan tersebut.