Bos Astra Ungkap Biang Keladi Investasi Hijau di Indonesia Masih Kecil

123rf.com/warat42
Ilustrasi pembiayaan berkelanjutan, investasi hijau, ramah lingkungan
25/10/2023, 14.44 WIB

Chief of Corporate Development di PT Astra International Tbk, Iswan Kosasih, mengatakan investasi hijau di Indonesia masih relatif kecil. Menurut dia, pemerintah perlu membuat regulasi yang menyelesaikan sejumlah masalah atau penghambat investasi hijau di Indonesia. 

"Kita harus melihat permasalahan-permasalahan apa saja yang membuat investasi hijau ini belum bisa berkembang,” ujar Iswan dalam acara diskusi BNI Investor Daily Summit, di Jakarta, Rabu (25/10).

Iswan mengatakan, investasi hijau di Indonesia pada sekitar US$ 1,4 miliar pada 2021. Jumlah tersebut hanya sekitar 4,6 persen dibandingkan total investasi di sektor energi secara keseluruhan yang hampir mencapai US$ 30 miliar. 

Padahal, dia mengatakan, Indonesia  memiliki potensi yang sangat besar untuk investasi di sektor energi baru dan terbarukan (EBT).  Namun,ada beberapa masalah yang harus diselesaikan oleh pemerintah termasuk penerapan regulasinya.

Tiga masalah tersebut adalah:

1. Penggunaan energi fosil

Iswan mengatakan, energi fosil masih menjadi bagian terpenting dalam pengadaan listrik di Indonesia bahkan beberapa tahun ke depan. Hal ini menyebabkan daya tarik investasi hijau masih belum optimal.

2. Keseimbangan dengan pertumbuhan ekonomi

Dia mengatakan, pemerintah perlu menyeimbangkan upaya dekarbonisasi dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pasalnya dekarbonisasi membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

3. Tenaga Kerja

Iswa mengatakan, pemerintah juga perlu memperhatikan dampak transisi energi pada tenaga kerja.  Pasalnya, energi fosil menjadi salah satu penyumbang tenaga kerja terbesar di Indonesia.

“Sementara jika Indonesia menghentikan penggunaan batu bara, diperkirakan akan ada 250.000 tenaga kerja yang terdampak,” kata dia. 

Oleh karena itu, dia mengatakan, pemerintah perlu melakukan reskilling maupun upskilling untuk tenaga kerja. Hal itu didukung dengan regulasi yang mendorong pertumbuhan investasi hijau.

“Jadi untuk regulasi yang dikeluarkan harusnya bertujuan untuk memecahkan masalah-masalah yang ada tersebut," kata dia.

Butuh Investasi Jumbo

Direktur Promosi Investasi Wilayah Asia Tenggara, Australia, Selandia Baru, dan Pasifik Kementerian Investasi/BKPM, Saribua Siahaan, mengatakan Indonesia diperkirakan membutuhkan investasi hingga US$ 45,4 miliar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dan mencapai net zero emission di 2060 atau lebih cepat.

Dia mengatakan, sektor swasta bisa berkontribusi dalam memenuhi kebutuhan investasi lestari. Ia menyebut investasi hijau harus dilakukan secara ramah lingkungan, berkomitmen mendidik tenaga kerja lokal, melakukan transfer teknologi, dan melakukan hilirisasi produk.

Saribua menyebut investasi lestari di Indonesia akan fokus di tiga isu. Pertama, hilirisasi dan industrialisasi sumber daya alam. Kedua, optimalisasi sumber energi bersih dan ekonomi hijau. Ketiga, UMKM naik kelas.

“Sektor perkebunan, kelautan, perikanan dan kehutanan juga masuk ke dalam sektor prioritas untuk digenjot investasinya,” katanya, dalam pembukaan Festival Lestari di Kabupaten Sigi, Jumat (23/6). 

Saribua mengatakan, BKPM meluncurkan Panduan Investasi Lestari bersama dengan Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL) dan Koalisi Ekonomi Membumi. Ini menjadi titik awal inovasi untuk menjawab permintaan dunia bisnis menuju praktik ekonomi berkelanjutan. Panduan ini dapat dipakai oleh berbagai pihak, khususnya investor, bisnis, dan pemerintah.

Menurut Saribua, BKPM juga menyusun Peta Peluang Investasi (PPI) yang memuat berbagai potensi daerah yang siap ditawarkan sebagai peluang investasi. Penyusunan proyek investasi di dalamnya turut memperhatikan aspek berkelanjutan. 

Reporter: Nadya Zahira