Laporan Bain & Company, GenZero, Standard Chartered dan Temasek menyoroti 13 investasi dekarbonisasi paling potensial di Asia Tenggara. Potensi dari 13 investasi tersebut mencapai US$ 150 miliar setara Rp 2.434 triliun
Tiga belas investasi hijau tersebut berada dalam urutan teratas dari 94 ide investasi yang ada. Investasi juga tersebut membantu negara-negara yang tergabung dalam ASEAN tersebut untuk mempercepat transisi hijaunya dan membuka manfaat ekonomi yang signifikan.
"Ide-ide ini menjangkau sektor-sektor seperti alam dan pertanian, listrik, transportasi, dan bangunan," tulis laporan tersebut dikutip Kamis (25/4).
Berikut ide investasi paling potensial untuk mempercepat transisi Energi di Asia Tenggara;
Sektor Alam dan Pertanian
1. Melakukan regeneratif pertanian;
2. Mencari alternatif pembasahan dan pengeringan lahan;
3. Pertanian presisi;
4. Konservasi hutan dan lahan gabut;
Sektor Energi
5. Meningkatan industri energi baru terbarukan (EBT);
6. Meningkatkan pemanfaatan energi surya dan angin;
7. Meningkat infrastruktur;
8. Captive Solat +1;
9. vPPAs2 dan bilateral
Sektor Transportasi;
10. Mendorong pengunaan kendaraan listrik dan peningkatan fasilitas pengisian daya;
11. Limbah pertaniaan dijadikan bahan baku produksi biofuel;
Sektor Bangunan
12. Meningkatkan efisiensi energi untuk pusat data;
13. Meningkatkan efisiensi energi untuk seluruh bangunan yang ada.
Investasi Hijau Asia Tenggara Naik
Laporan tersebut juga menunjukkan investasi hijau di wilayah tersebut telah menunjukkan tren positif, meningkat 20% secara tahunan (year on year/YoY) menjadi US$ 6,3 miliar setara Rp 102 triliun (Kurs Rp 16.231 per dollar AS). Pertumbuhan ini dikaitkan dengan peningkatan investasi di energi terbarukan dan pusat data hijau.
“Sebagai salah satu daerah yang paling rentan terhadap perubahan iklim, Asia Tenggara sedang mengalami peningkatan yang signifikan dalam emisi gas rumah kaca yang didorong oleh pembangunan ekonomi,” kata Kepala Investasi di GenZero, Kimberly Tan dalam keterangan tertulisnya, dikutip Kamis (25/4).
Dia mengatakan, persaingan global untuk investasi iklim semakin ketat. Negara-negara yang dapat memimpin persaingan tersebut adalah mereka yang memetakan peta jalan dekarbonisasi melalui kerangka kebijakan yang jelas, memiliki peraturan yang mendukung dan konkret, serta rencana pembiayaan.
Sementara itu, Managing Director Investasi ESG dan Keberlanjutan di Temasek, Kyung-Ah Park, mengatakan Asia Tenggara memiliki peran besar untuk dimainkan dalam ambisi nol bersih global.
“Namun, wilayah Asia Tenggara menghadapi tantangan ganda yang sering bertentangan. Di satu sisi mereka harus memenuhi meningkatnya kebutuhan akan harga energi yang terjangkau dan dapat diandalkan, di sisi lain mengurangi emisi,” kata Park.
Ia mengatakan, dibutuhkan kolaborasi pemerintah, swasta, dan mitra yang beragam untuk merebut kesempatan pertumbuhan hijau dan mempercepat transisi dengan cara yang adil dan inklusif. Langkah ini untuk mengkatalisasi pembiayaan infrastruktur yang berkelanjutan dan secara kolektif meningkatkan bankabilitas proyek-proyek tersebut.
Laporan tersebut juga menguraikan lima akselerator yang dapat membantu meningkatkan solusi ini, antara lain serangkaian insentif kebijakan yang lebih komprehensif, mekanisme keuangan inovatif, penskalaan investasi perusahaan, pengembangan klaster atau percontohan, dan kolaborasi regional.
(Kurs Rp 16.232 per dollar AS) di 13 ide investasi utama.
Ide-ide ini menjangkau sektor-sektor seperti alam dan pertanian, listrik, transportasi, dan bangunan. Laporan tersebut juga menunjukkan investasi hijau di wilayah tersebut telah menunjukkan tren positif, meningkat 20% YoY menjadi US$6,3 miliar setara Rp 102 triliun (Kurs Rp 16.231 per dollar AS).
Pertumbuhan ini dikaitkan dengan peningkatan investasi di energi terbarukan dan pusat data hijau.
“Sebagai salah satu daerah yang paling rentan terhadap perubahan iklim, Asia Tenggara sedang mengalami peningkatan yang signifikan dalam emisi gas rumah kaca yang didorong oleh pembangunan ekonomi,” kata Kepala Investasi di GenZero, Kimberly Tan dalam keterangan tertulisnya, dikutip Kamis (25/4).
Di tengah-tengah persaingan global untuk investasi iklim, negara-negara yang memimpin dalam memetakan mereka peta jalan dekarbonisasi melalui kerangka kebijakan yang jelas. Selain itu, peraturan yang mendukung dan konkret rencana pembiayaan akan lebih baik diposisikan untuk menarik investasi swasta dan mempercepat mereka transisi.
Sementara itu, Managing Director Investasi ESG &, Keberlanjutan di Temasek, Kyung-Ah Park mengatakan, Asia Tenggara memiliki peran besar untuk dimainkan dalam ambisi nol bersih global.
“Namun, wilayah Asia Tenggara menghadapi tantangan ganda yang sering bertentangan untuk memenuhi meningkatnya kebutuhan akan harga yang terjangkau dan dapat diandalkan energi sambil secara bersamaan dalam mengurangi emisi,” kata Park.
Ia mengatakan, untuk merebut kesempatan pertumbuhan hijau dan mempercepat transisi dengan cara yang adil dan inklusif. Selain itu, membutuhkan kolaborasi di seluruh sektor publik dan swasta, serta mitra yang beragam.
Langkah ini untuk mengkatalisasi pembiayaan untuk keberlanjutan infrastruktur dan secara kolektif meningkatkan bankabilitas proyek-proyek tersebut.
Laporan tersebut juga menguraikan lima akselerator yang dapat membantu meningkatkan solusi ini, antara lain;
- Serangkaian insentif kebijakan yang lebih komprehensif,
- mekanisme keuangan inovatif,
- penskalaan investasi perusahaan,
- pengembangan klaster/ percontohan dan
- kolaborasi regional.