Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank/ADB) menargetkan pembiayaan iklim mencapai 50 persen dari total volume pembiayaan tahunan yang telah disepakati pada 2030. Target tersebut untuk mendorong respons kawasan terhadap perubahan iklim.
"ADB berkomitmen untuk mencapai lebih dari US$ 100 miliar dalam pembiayaan iklim kumulatif dari 2019 hingga 2030," kata Presiden ADB Masatsugu Asakawa dalam keterangannya di Jakarta, Senin (10/9).
Untuk memperluas pengembangan sektor swasta, ADB akan menargetkan total pembiayaan sektor swasta sebesar US$ 13 miliar pada 2030, atau tiga kali lipat dari volume saat ini. Jumlah ini akan mencakup pembiayaan rekening sendiri dan semua mobilisasi langsung, termasuk minimal US$ 4,5 miliar dalam bentuk mobilisasi modal swasta langsung.
Selain itu, ADB menargetkan 40 persen dari operasi yang dijamin pemerintah akan berkontribusi secara bermakna terhadap pembangunan sektor swasta pada 2030.
"Tindakan baru ini merupakan bagian dari upaya berkelanjutan ADB untuk meningkatkan kapasitas pendanaan dan meningkatkan efisiensinya sebagai tanggapan atas seruan reformasi terhadap cara bank-bank pembangunan multilateral diorganisasikan dan memberikan dukungan kepada para anggotanya," ujar Asakawa.
Peta Jalan Pembiayaan Iklim
ADB telah menyetujui peta jalan baru yang ambisius untuk memandu evolusinya dan meningkatkan dukungannya terhadap berbagai tantangan utama yang dihadapi Asia dan Pasifik. Hal itu termasuk percepatan upaya memerangi perubahan iklim dan memperluas pembangunan sektor swasta.
Tinjauan Jangka Menengah Strategi 2030 ADB menguraikan bagaimana ADB akan bertransformasi dalam lanskap pembangunan yang berubah dengan cepat dan merespons berbagai tantangan yang mengancam visinya untuk mewujudkan kawasan yang makmur, inklusif, tangguh, dan berkelanjutan. Tinjauan tersebut mempertajam fokus strategis ADB dan menetapkan target korporat baru di berbagai bidang utama.
“Guncangan yang bertubi-tubi telah menggagalkan kemajuan pembangunan selama bertahun-tahun di Asia dan Pasifik,” kata Masatsugu.
Dia mengatakan, ADB memperbarui visinya, memperluas kapasitas keuangannya, dan memodernisasi pendekatan operasionalnya untuk membantu para anggotanya merespons tantangan-tantangan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Hal itu termasuk krisis iklim yang kian parah, krisis kesehatan masyarakat, serta kerentanan ekonomi dan fiskal.
Masatsugu mengatakan, ADB akan memperdalam fokusnya pada lima isu pembangunan yang paling mendesak di kawasan ini, yaitu aksi iklim, pengembangan sektor swasta, kerja sama regional dan barang publik, transformasi digital, serta ketahanan dan pemberdayaan. Fokus yang lebih mendalam itu akan memandu alokasi staf dan sumber daya untuk mendapatkan dampak yang lebih besar.
"Dukungan kami sangat dibutuhkan saat ini, lebih dari sebelumnya. Peta jalan baru ini menetapkan tingkat ambisi dan fokus yang belum pernah ada sebelumnya untuk kegiatan ADB dan akan memastikan kita memenuhi momen tersebut melalui tindakan yang berani dan dampak transformatif," ujarnya.
Pada September 2023, ADB menyetujui reformasi manajemen modal yang membuka kapasitas pendanaan baru sebesar 100 miliar dolar AS selama satu dekade mendatang. Reformasi tersebut memperluas kapasitas komitmen baru tahunan ADB menjadi lebih dari 36 miliar dolar AS-sebuah peningkatan sekitar 10 miliar dolar, atau sekitar 40 persen.
Didirikan pada 1966, ADB dimiliki oleh 68 anggota, dengan 49 di antaranya berada di kawasan Asia dan Pasifik.