Dalam sistem perpajakan Indonesia, setiap transaksi penyerahan barang/jasa kena pajak (BKP/JKP) harus memiliki faktur pajak, sebagai bukti pungutan pajak pertambahan nilai (PPN) dan/atau pajak penjualan barang mewah (PPnBM).
Namun, ada kalanya penyerahan BKP/JKP, pembayarannya menggunakan uang muka. Atas transaksi ini, faktur pajak tetap harus dibuat, yang dikenal dengan nama faktur pajak uang muka.
Sebagai informasi, uang muka diberlakukan sebagai jaminan bagi pihak pembeli, bahwa mereka akan menyelesaikan pembayaran sesuai dengan perjanjian yang telah dibuat. Dari sisi pembeli, uang muka bisa meringankan dibandingkan pembelian tunai di awal transaksi.
Istilah uang muka biasa dikenal dengan 'pembayaran diterima di muka", yakni uang yang sudah diterima perusahaan tetapi belum sepenuhnya menjadi hak perusahaan di akhir periode. Sebab, meski perusahaan sudah menerima uang dari pembeli, jasa atau barang belum sepenuhnya diterima lawan transaksi.
Apa saja elemen yang membentuk faktur pajak uang muka ini, serta apa dasar hukum yang melandasi penggunaannya? Simak ulasan singkat berikut ini.
Sekilas tentang Penerapan Uang Muka
Penerapan uang muka dapat diberlakukan untuk beberapa hal, yakni sebagai berikut:
- Pembayaran sebagian dari harga yang telah disepakati oleh pembeli kepada penjual yang merupakan tanda bahwa perjanjain jual beli telah mengikat.
- Pada saat pembayaran terhadap jasa kontraktor pada saat kontrak ditandatangani atau kepada penjual yang belum menyerahkan barang.
Mengutip online-pajak.com, pembuat faktur pajak uang muka harus menerbitkan faktur pajak di awal. Kemudian, setelah seluruh transaksi diperoleh, PKP pembeli harus membuat faktur pajak baru sebagai faktur pajak pengganti. Terkait dengan pembuatan faktur pajak uang muka, total nilai keseluruhan transaksi belum diketahui.
Dasar Hukum Faktur Pajak Uang Muka
Perihal penggunaan faktur pajak uang muka, diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak. Aturan tersebut kemudian diubah melalui PER-17/PJ/2014.
Perdirjen Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 dan PER-17/PJ/2014, merupakan aturan turunan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 84/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan atau Penggantian Faktur Pajak.
Adapun, beberapa poin yang harus diperhatikan terkait dasar hukum faktur pajak uang muka, adalah sebagai berikut:
- Ketika ada penerimaan pembayaran termin sebagai tahap pekerjaan.
- Ketika PKP rekanan menyampaikan tagihan kepada bendahara pemerintah sebagai pemungut PPN.
- Saat penyerahan BKP/JKP.
- Saat penerimaan pembayaran yang terjadi sebelum penyerahan/sebelum penyerahan.
- Saat lain yang diatur berdasarkan peraturan menteri keuangan.
Komponen Faktur Pajak Uang Muka
Faktur pajak uang muka memiliki beberapa elemen pembentuk, yakni sebagai berikut:
1. Nomor Urut
Bagian ini diisi sesuai dengan nomor urut BKP/JKP yang diserahkan oleh PKP penjual ke pembeli.
2. Nama BKP/JKP
Sama seperti faktur pada umumnya, faktur pajak uang muka juga menuliskan jenis BKP/JKP yang diserahkan dari PKP penjual ke pembeli.
3. Harga Jual/Uang Muka/Penggantian/Termin
Bagian ini diisi sesuai dengan harga jual/penggantian atas BKP/JKP yang diserahkan sebelum dikurangi uang muka atau termin.
4. Potongan Harga
Faktur pajak uang muka juga menyertakan total nilai potongan harga BKP/JKP yang diserahkan. Namun, bagian ini dituliskan apabila ada potongan harga yang diberikan oleh PKP penjual ke pembeli.
5. Uang Muka yang Telah Diterima
Dalam faktur pajak uang muka, PKP penjual dapat mengisi dengan jumlah nilai yang muka yang telah diterima dari penyerahan BKP/JKP.