Memahami Konsep Negara Menengah Atas dan Standarisasinya

Instagram.com/monumen.nasional
Ilustrasi. Indonesia masuk ke dalam kelompok negara menengah atas bersama 52 negara lain.
15/7/2023, 06.51 WIB

Indonesia kembali masuk dalam jajaran negara berpenghasilan menengah atas berdasarkan kategorisasi terbaru Bank Dunia terbaru. Indonesia menargetkan akan kembali naik kelas menjadi negara berpenghasilan tinggi pada tahun 2045.

Seperti apa seharusnya suatu negara dapat dikategorikan sebagai negara berpenghasilan menengah dan negara berpenghasilan tinggi?

Sebelumnya, pada tahun 2019 Indonesia sudah pernah masuk sebagai jajaran negara berpenghasilan menengah atas. Namun saat pagebluk Covid-19 melanda, Indonesia kembali turun kelas. Pandemi memukul pendapatan per kapita Indonesia pada 2020 dan 2021.

Kini status tersebut kembali diperoleh seiring kenaikan gross national income (GNI) atau produk domestik bruto (PDB) per kapita sebesar US$4.349,5 (2021). Angka tersebut merupakan batas atas untuk masuk kategori pendapatan menengah atas pada 2021.

Sementara itu perekonomian Indonesia pada 2022 yang dihitung berdasarkan PDB per kapita mencapai Rp71,0 juta atau US$4.783,9.

Mengacu pada klasifikasi Bank Dunia, suatu negara tergolong dalam kategori negara berpendapatan menengah atas jika memiliki PDB per kapita mulai dari rentang US$4.466 hingga US$13.845.

“Sehingga pertumbuhan PDB yang moderat pada 2022 sudah cukup untuk membawa Indoensia masuk ke dalam kategori ini (negara menengah atas),” tulis Bank Dunia.

Meski begitu, berdasarkan pendapatan nasional bruto per kapita di antara kelompok negara menengah atas lain, posisi Indonesia masih jauh tertinggal, berada di urutan ke-121 dari 196 negara peringkat Bank Dunia.

Menurut Asian Development Bank (2017), negara-negara di Asia membutuhkan waktu lebih cepat dibandingkan kawasan lain untuk bertransisi dari kelompok negara berpenghasilan rendah ke negara berpenghasilan menengah.

Rata-rata negara-negara di Asia butuh waktu mencapai 13 tahun, lebih cepat dibanding kawasan lain yang mencapai 17 tahun.

Target Menjadi Negara Berpenghasilan Tinggi

Di tengah pencapaian ini pemerintah telah membuat target yang lebih visioner, yakni menjadikan Indonesia sebagai negara berpendapatan tinggi atau maju pada 2045. Untuk mencapai target tersebut, standarisasi Bank Dunia menyebut PDB per kapita harus mencapai minimal US$9.062, jika klasifikasi tersebut belum berubah.

Guna mencapai cita-cita masuk sebagai negara berpendapatan tinggi, PDB nasional ditargetkan mencapai US$7,4 triliun atau menempati peringkat lima terbesar di dunia pada tahun 2045.

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, target pada tahun 2036 diharapkan mencapai US$12,2 ribu atau Rp171,3 juta.

Mengacu pada standar tersebut, Indonesia masih perlu menggenjot pendapatan per kapitanya sampai tiga kali lipat dari posisi sekarang.

Namun, Asian Development Bank menyebut pindah status dari negara berpenghasilan menengah ke berpenghasilan tinggi jauh lebih sulit. Data median global pada 1960-2014, waktu yang dibutuhkan suatu negara untuk naik status menjadi negara berpendapatan tinggi adalah 23 tahun.

Negara-negara Asia yang berhasil naik level menjadi negara berpendapatan tinggi seperti Hong Kong, Korea Selatan, dan Cina hanya butuh waktu 19 tahun.

Korea mampu membuat perubahan dari pendapatan menengah ke pendapatan tinggi dengan beralih dari fokus pada industri berat pada dekade 1970-an ke industri teknologi tinggi sejak pertengahan 1980-an.

Sepanjang 1988 - 1994, proporsi total ekspor manufaktur teknologi tinggi Korea Selatan naik dari sekitar 16% menjadi hampir 23%.

Negara yang ingin naik kelas menjadi negara berpendapatan tinggi harus mendorong pertumbuhan produktivitas, inovasi, dan melakukan banyak investasi dalam infrastruktur yang didukung pemerintah dan swasta.

Dalam rentang tahun tersebut, Korea telah berhasil meningkatkan infrastruktur pemerintah, deregulasi sektor keuangan, reformasi pendidikan untuk promosi ilmu pengetahuan dan teknologi, membangun kapasitas penelitian dan pengembangan negara, serta memberi subsidi pajak dan insentif bagi sektor swasta untuk berkontribusi dalam ekonomi pengetahuan.