Eka Tjipta Widjaja Jatuh-Bangun Merintis Bisnis Kertas Tjiwi Kimia

Tjiwi Kimia
Pabrik Kertas Tjiwi Kimia
2/10/2021, 08.00 WIB

Meskipun pergerakan harga saham masih merah, TKIM mampu membagikan dividen tahun ini, untuk kinerja perusahaan di 2020 lalu. Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) yang digelar 26 Agustus 2021 sepakat membagi dividen tunai sebesar US$ 5,37 juta atau setara Rp 77,83 miliar. Investor yang memiliki saham TKIM akan memperoleh dividen Rp 25 per lembar saham.

Eka Tjipta Meninggal (aplikasi.ekatjipta.org)

Tjiwi Kimia dan Eka Tjipta Widjaja

Eka Tjipta Widjaja bisa disebut sebagai jantung perusahaan pabrik kertas ini. Pria kelahiran Tiongkok, 3 Oktober 1923 tersebut memiliki nama asli Oei Ek Tjhong, dilansir dari Antara. Terlahir dari keluarga sangat miskin, membuat Eka yang berusia 9 tahun dan ibunya memutuskan merantau ke Indonesia untuk mencari sang ayah. Sesampainya di Makassar, Eka membantu bekerja di toko kecil rintisan ayahnya.

Hidup serba kekurangan, membuat Eka Tjipta kecil terpaksa meninggalkan pendidikan pasca lulus sekolah dasar di Makassar. Dia juga harus mencicipi bermacam-macam profesi atau pekerjaan, mulai dari pedagang permen, biskuit, kembang gula keliling, hingga jadi kontraktor kuburan seharga Rp 3.500 per liang lahat.

Eka juga sempat menjual kopra alias daging buah kelapa yang dikeringkan. Eka pun bekerjasama dengan Corp Intendans Angkatan Darat (CIAD) dan memperoleh laba besar. Namun, perlahan usahanya mulai bangkrut ketika Jepang mengeluarkan kebijakan monopoli kopra.

Eka memutuskan untuk pindah ke Surabaya di usia ke 37 tahun dan mulai berbisnis kebun kopi serta kebun karet. Kerja kerasnya pun terbayar di 1960, ketika dia berhasil mendirikan usaha perdagangan kecil dengan nama CV Sinar Mas.

Dari sana, Eka memulai bisnis produksi bubur kertas dari bahan sisa pengolahan karet. Kini, perusahaan tersebut bertransformasi menjadi Sinarmas Group dengan beberapa unit bisnis bidang kertas dan pulp, agribisnis dan pangan, layanan keuangan, real estate, telekomunikasi, hingga sektor energi serta infrastruktur.

Tak hanya sampai situ, Eka juga mengakuisisi Bank Internasional Indonesia (BII) pada 1982. Di bawah kepemimpinan Eka, aset BII yang semula hanya mencapai Rp 13 miliar terus meningkat menjadi Rp 9,2 triliun. Bank ini kemudian banyak mendanai usahanya yang lain.

Eka juga berkali-kali masuk jajaran orang terkaya di Indonesia. Bahkan, pada Bloomberg Billionaires Index memasukkan taipan Sinarmas Group ini dalam deretan orang yang kekayaannya melonjak paling tinggi pada 2018, beberapa peringkat di bawah boss Amazon, Jeff Bezos yang memiliki kekayaan US$ 149 miliar saat itu.

Eka menghembuskan nafas terakhirnya pada Januari 2019 dalam usia 98 tahun. Dilansir dari Kompas.com, Eka pergi dengan meninggalkan 15 anak dari dua pernikahannya dengan almarhum istri pertama Trinidewi Lasuki dan istri keduanya Melfie Pirieh Widjaja.

Penyumbang bahan: Nada Naurah (Magang)

Halaman: