Santer beredar kabar perusahaan komunikasi terbesar Malaysia, Axiata Group Bhd, bakal menjajaki proses penggabungan unit usaha di Indonesia dengan Grup Sinar Mas. Upaya penyatuan tersebut akan dilakukan melalui anak usaha PT XL Axiata dan PT Smartfren Telecom.
Dilansir dari Bloomberg, kedua pihak diketahui tengah melakukan pembahasan dengan penasihat terkait rencana merger ini. Menurut dua orang sumber Bloomberg, pemilik XL Axiata dan Smartfren Telecom sedang mempertimbangkan kesepakatan berbagi jaringan dan prosesnya bersifat pribadi.
XL dan Smartfren memang kerap menyatakan rencana kolaborasi dengan perusahaan lain. Namun perwakilan Axiata dan Sinar Mas menolak berkomentar saat dimintai konfirmasi mengenai rencana merger tersebut.
Meskipun begitu, Presiden Direktur XL Axiata, Dian Siswarini sempat mengatakan pihaknya selalu terbuka untuk berkonsolidasi dengan pihak manapun. Demikian pula pernyataan Presiden Direktur Smartfren Merza Fachys kepada Bloomberg News. “Smartfren terbuka untuk berkonsolidasi atau berkolaborasi dengan pelaku industri lain, dengan tujuan efisiensi operasional,” ujarnya. “Namun semua pihak harus mendapatkan manfaat.”
Inovasi Produk Kunci XL Axiata Dorong Jumlah Pelanggan
XL Axiata adalah operator telekomunikasi terbesar ketiga di Indonesia dengan 56,8 juta pelanggan per Juni 2021, sebagaimana dilansir dari Databoks. Rinciannya, sebanyak 55,54 juta merupakan pelanggan prabayar, dan 1,23 juta konsumen pascabayar.
Di laman resmi perusahaannya disebutkan bahwa pada kuartal kedua 2021 XL Axiata meluncurkan produk baru, yakni paket XL SATU Fiber dan menjadi pionir layanan konvergensi di Indonesia. Produk tersebut menggabungkan layanan seluler XL dengan layanan fixed broadband XL Home.
Sementara itu, upaya digitalisasi untuk meningkatkan penjualan produk XL Axiata terus dilakukan. Langkah ini, misalnya, dengan mendeteksi kebutuhan setiap pelanggan berdasarkan profil penggunaan layanan, menyediakan tool digital yang memudahkan pelanggan dalam membeli produk, hingga penyediaan promo sesuai profil pelanggan.
Berkat peningkatan kualitas dan jangkauan jaringan tersebut, XL Axiata sukses membukukan kenaikan total traffic layanan sebesar 33 % year on year (yoy) menjadi 2.963 petabyte. Alhasil, pendapatan data secara kuartalan ikut meningkat 9 % menjadi Rp 5,9 triliun.
Untuk rerata pendapatan per pengguna alias ARPU blended juga meningkat dari Rp 35 ribu di kuartal pertama menjadi Rp 37 ribu di kuartal kedua. Sementara itu, tingkat penetrasi smartphone tumbuh dari 90 % pada kuartal pertama menjadi 91 % per kuartal kedua.
XL Axiata Berjuang di Tengah Pandemi
Berdasarkan keterbukaan informasi di laman Bursa Efek Indonesia, penjualan dan pendapatan usaha XL Axiata menurun 0,8 % menjadi Rp 12,97 triliun per Juni 2021. Angka tersebut menyusut dibandingkan capaian periode yang sama tahun lalu, yakni Rp 13,08 triliun.
Sektor bisnis data berkontribusi paling besar terhadap total pendapatan XL Axiata. Sepanjang periode Januari-Juni 2021, sektor tersebut berkontribusi sebanyak 84,34 % atau Rp 10,95 triliun. Kinerja ini masih naik 2,9 % dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Sumber pendapatan XL Axiata lainnya berasal dari bisnis non-data yang berkontribusi 8,6 % atau setara Rp 1,12 triliun per Juni 2021. Sayangnya, jika membandingkan dengan kinerja perusahaan per Juni 2020, sektor bisnis ini mencatatkan penurunan 27,27 % dari level Rp 1,54 triliun.
Sementara itu, total beban operasi perusahaan justru meningkat 10 % per Juni 2021 menjadi Rp 11 triliun. Sedangkan pada Juni 2020, total beban operasi XL Axiata berada di level Rp 9,9 triliun.
Rinciannya, 44,5 % atau setara Rp 4,9 triliun merupakan beban penyusutan, disusul beban infrastruktur 35,72 % setara Rp 3,9 triliun. Kedua beban operasi tersebut masing-masing mencatatkan penurunan 4 % dan 4,8 % per Juni 2021, dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sedangkan untuk beban penjualan yang berkontribusi 10,54 % atau Rp 1,16 triliun mencatatkan kenaikan 31,18 %.
Meningkatnya beban operasi dan terkoreksinya pendapatan membuat perusahaan dengan kode saham EXCL ini harus membukukan penurunan laba bersih sebanyak 59 % menjadi Rp 716 miliar per Juni 2021. Padahal, periode yang sama tahun lalu, laba emiten telekomunikasi tersebut masih bertengger di level Rp 1,75 triliun.
Awal Mula XL Axiata
Sebelum memakai nama PT XL Axiata, perusahaan itu dikenal sebagai PT Grahametropolitan Lestari yang berdiri sejak 6 Oktober 1989. Mulanya, perusahaan itu bergerak di bidang perdagangan dan jasa umum.
Selang enam tahun kemudian, perusahaan mengambil langkah penting dengan melakukan kerja sama antara Rajawali Group yang merupakan pemegang saham PT Grahametropolitan Lestari, dan beberapa investor asing. Melalui kolaborasi tersebut, nama perusahaan kemudian berubah menjadi PT Excelcomindo Pratama, dengan bisnis utama di bidang penyediaan layanan telepon dasar.
Pada 1996, XL memasuki bisnis sektor telekomunikasi setelah mendapatkan izin operasi GSM 900 dan meluncurkan layanan GSM. Dengan demikian, XL menjadi perusahaan swasta pertama di Indonesia yang menyediakan layanan telepon seluler.
Singkat cerita, 29 September 2005 XL Axiata melantai di BEI dan menjadi perusahaan publik menggunakan kode emiten EXCL. Sekitar 1,43 miliar lembar saham ditebar di bursa Tanah Air seharga Rp 2.000 per saham. Pada saat itu, XL merupakan anak perusahaan Indocel Holding Sdn. Bhd., yang sekarang dikenal sebagai Axiata Investments (Indonesia) Sdn. Bhd.
Adapun seluruh saham Axiata Investments saat itu dimiliki TM International Sdn. Bhd. (TMI) melalui TM International (L) Limited. Pada tahun 2009, TMI berganti nama menjadi Axiata Group Berhad (Axiata) dan di tahun yang sama PT Excelcomindo Pratama Tbk berganti nama menjadi PT XL Axiata Tbk, untuk kepentingan sinergi.
Melansir keterbukaan informasi BEI, per September 2021 mayoritas saham XL dimiliki oleh Axiata Investments (Indonesia) Sdn. Bhd sebanyak 66,13 % atau 7,1 miliar lembar saham. Adapun 33,3% atau 3,6 miliar lembar saham dikuasai publik, dan 0,53% atau 56,49 juta lembar merupakan saham treasury.
Pada perdagangan Rabu (13/10) saham EXCL ditutup koreksi 2,48 % ke level Rp 3.180 per saham, berdasarkan data RTI. Sedangkan sepanjang 2021, saham emiten telekomunikasi ini sudah mencatatkan kenaikan sebanyak 15,38%. Bahkan dalam setahun terakhir, harga saham EXCL tercatat tumbuh 50,72 %.