Hendropriyono, Mertua Jenderal Andika yang Gagal Jadi Panglima TNI

ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) yang baru Jenderal TNI Andika Perkasa (tengah) melakukan salam komando dengan Dankormar Mayjen TNI (Mar) Bambang Suswantono (kiri) dan Danpaspampres Mayjen TNI Suhartono seusai pelantikan oleh Presiden Joko WIdodo di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (22/11/2018).
Editor: Yuliawati
3/11/2021, 13.10 WIB

Presiden Jokowi akhirnya memilih KSAD Jenderal Andika Perkasa sebagai calon Panglima Tentara Nasional Indonesia atau Panglima TNI. Andika yang menjadi satu-satunya kandidat nomor satu di angkatan bersenjata, tidak mengulang sejarah mertuanya, Abdullah Mahmud Hendropriyono yang batal menjadi Panglima ABRI pada 1998.

Tahun 1998 merupakan kulminasi sejarah Orde Baru. Soeharto akhirnya berhenti dari kursi presiden yang sudah didudukinya selama 32 tahun. Dia terdesak oleh krisis ekonomi dan gelombang protes yang menuntutnya mundur dari kekuasaan. Apalagi banyak pembantunya di kabinet dan parlemen memilih meninggalkannya.  

Beberapa hari sebelum Soeharto menyatakan berhenti, empat mahasiswa Universitas Trisakti tewas ditembak saat melakukan unjuk rasa. Kematian tersebut menjadi pemicu gelombang kerusuhan keesokan harinya di Jakarta dan sejumlah kota lain. Aksi pembakaran dan penjarahan berlangsung selama tiga hari, tanpa ada penanganan berarti dari aparat keamanan.

Panglima ABRI saat itu adalah Jenderal Wiranto. Sebagai penanggung jawab tertinggi keamanan, dia dianggap gagal menangani kerusuhan yang menimbulkan ribuan korban jiwa. Alhasil banyak yang meminta pergantian pucuk tertinggi ABRI. Selain juga ada persaingan kekuasaan di antara para jenderal.  

Bacharuddin Jusuf Habibie dalam memoarnya Detik-Detik yang Menentukan mengakui menerima banyak usulan nama calon panglima ABRI. Ketika itu, dirinya yang baru dilantik menjadi presiden tengah menyusun nama-nama calon anggota kabinet. Sejumlah nama calon pengganti Jenderal Wiranto pun telah disodorkan ke mejanya, seperti KSAD Jenderal Subagyo HS, Letjen AM Hendropriyono, hingga Letjen Yunus Yosfiah.

Jumat pagi, sekitar pukul 07.30 WIB, tanggal 22 Mei 1998, dua jenderal mendatangi kediaman Habibie di Kuningan, Jakarta. Mereka adalah Kepala Staf Kostrad Mayjen Kivlan Zen dan Danjen Kopassus Mayjen Muchdi Pr yang membawa surat bertandatangan tokoh ABRI Abdul Haris Nasution. Surat itu berisi saran agar Habibie mengangkat Subagyo HS sebagai panglima ABRI dan Pangkostrad Letjen Prabowo Subianto menjadi KSAD. Belakangan diketahui penulis surat adalah Kivlan Zen, sedangkan Nasution yang saat itu sedang sakit hanya menandatangani surat tersebut.

Habibie (ANTARA FOTO/Audy MA)

Sintong Panjaitan adalah penasihat militer Habibie sejak menjadi wakil presiden. Sintong yang karir militernya mandek lantaran insiden Santa Cruz 12 November 1991 di Dili, mulai dekat dengan Habibie ketika menjadi staf ahli menteri riset dan teknologi pada 1994.

Sebagai penasihat militer, Sintong beberapa kali menyarankan agar Habibie mengganti Wiranto. Di buku Hendro Subroto, Sintong Panjaitan, Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando, Sintong mengatakan kepada Habibie, “alangkah bijaksananya kalau panglima ABRI dijabat oleh orang baru.”

Sintong lalu menyodorkan nama Hendropriyono sebagai calon panglima. Pada 1998, Hendropriyono adalah Menteri Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan di kabinet terakhir Soeharto. Mantan Pangdam Jaya itu adalah salah satu anak buah Sintong di Kopassandha (kini Kopassus).

Menurut Sintong, Habibie pada awalnya setuju Hendropriyono diangkat menjadi menhankam/ panglima ABRI menggantikan Wiranto dalam Kabinet Reformasi Pembangunan. Bahkan Sintong sempat mengabarkan lewat telepon keputusan tersebut kepada Hendropriyono. “Ndro, selamat…selamat,” kata Sintong.

“Lho ada apa Bang?” tanya Hendropriyono.

Sintong mengatakan kepada juniornya, bahwa dia bakal mendapatkan tugas penting dari presiden.

Ternyata malam itu, sejumlah pejabat seperti Ginandjar Kartasasmita dan Akbar Tandjung juga menelepon Hendropriyono. “Selamat, Pak Habibie memutuskan Anda menjadi menhankam/ panglima ABRI menggantikan Wiranto,” kata Ginandjar.

“Pak Hendro, selamat. Senin nanti Pak Hendro sudah memakai bintang empat,” kata Akbar Tandjung dalam telepon terpisah.

Keyakinan Hendropriyono semakin besar setelah mendapat telepon dari Mayjen Jasril Jacob, Sekretaris Militer Presiden, yang mengatakan bahwa surat keputusan presiden mengenai pengangkatannya sebagai menhankam/ panglima ABRI sudah ditandatangani.

Hendropriyono (Arief Kamaludin|KATADATA)

Dalam memoarnya, Habibie mengatakan, rapat pembentukan kabinet reformasi pembangunan dilakukan pada 21 Mei 1998 malam di kediaman pribadinya di Kuningan. Hadir orang-orang yang dimintanya untuk menyusun antara lain Widjojo Nitisastro, Hartarto Sastrosoenarto, Haryono Suyono, Feisal Tanjung, Ginandjar Kartasasmita, dan Akbar Tandjung. Jadi pada malam itu, nama-nama anggota kabinet sudah ditetapkan sehingga Hendropriyono akan menjadi panglima ABRI sudah diputuskan.

Habibie kemudian menelepon satu per satu calon anggota kabinet hingga pukul 01.30 WIB. Namun dia tidak melakukannya untuk posisi menhankam/ panglima ABRI. Bahkan dalam rancangan susunan calon anggota kabinet, jabatan tersebut masih dikosongkan.

Hal ini mengindikasikan dia masih ragu terhadap calon panglima ABRI, terutama karena situasi politik pada saat itu yang tidak stabil dan tidak transparan. Artinya, dia membutuhkan orang yang benar-benar dapat dipercaya, di tengah keraguan publik terhadap kredibilitasnya sebagai presiden.

Orang yang dipercayanya saat itu adalah Wiranto. Habibie khawatir, panglima ABRI baru justru akan menimbulkan polemik baru.

Wiranto sendiri baru memperoleh kepastian dirinya tetap menjadi panglima ABRI pagi hari sebelum pembacaan susunan kabinet pada 22 Mei 1998. Ujian pertamanya sebagai panglima ABRI di bawah Presiden Habibie adalah mengganti Pangkostrad Prabowo Subianto sebelum matahari terbenam pada hari itu juga. Ujian tersebut berhasil dilalui dengan mengangkat Letjen Johny Lumintang sebagai Pangkostrad selama 17 jam.  

Dalam buku Hendro Subroto, Habibie menyampaikan secara pribadi kepada Hendropriyono alasan dirinya batal diangkat menjadi panglima ABRI. Habibie mengatakan, jabatan Wiranto diperpanjang selama tiga bulan untuk mengatasi Prabowo. Setelah tiga bulan, jabatan menhankam/ panglima ABRI akan diserahkan kepadanya.

Namun tiga bulan berjalan, Hendropriyono tak diangkat menjadi menhankam/ panglima ABRI. Dalam kabinet reformasi pembangunan, Hendropriyono masih menjabat posisi yang sama dengan di kabinet sebelumnya.

Meski batal menjadi pucuk tertinggi TNI, karier Hendropriyono justru menanjak di bidang nonmiliter. Pada 2001-2004, dia menjadi Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), bahkan pangkatnya dinaikkan menjadi jenderal bintang empat.

Di masa kepemimpinannya di BIN, aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Munir terbunuh. Jurnalis Allan Nairn mengatakan, Hendropriyono mengaku turut bertanggung jawab atas kematiannya. “Hendropriyono, salah satu figur terkuat di Indonesia telah mengaku ‘bertanggungjawab secara komando’ dalam pembunuhan Munir,” kata Allan seperti dikutip dari KBR.  

Jejak kekerasan Hendropriyono juga tertorehkan dalam Peristiwa Talangsari, Lampung, pada 7 Februari 1989. Pada saat itu, Hendropriyono menjabat sebagai Komandan Korem 043/ Garuda Hitam memimpin penyerbuan terhadap kelompok pengajian Warsidi.

Abdul Syukur dalam Gerakan Usroh di Indonesia, Peristiwa Lampung 1989 menyebutkan penyerangan menyebabkan 246 anggota pengajian tewas. Sebagian besar berusia di bawah 17 tahun dan perempuan. Sementara berdasarkan keterangan resmi pemerintah hanya 27 orang tewas termasuk Warsidi.

Baik kasus Munir maupun Talangsari tidak jelas penyelesaiannya hingga saat ini.

Meski tak pernah menjadi orang nomor satu di angkatan bersenjata, tapi di masa tuanya Hendro bisa berbangga. Karier sang menantu, Andika Perkasa, dapat melesat ke jabatan panglima TNI, jabatan yang gagal dicapainya 24 tahun lalu.

9 Jenderal Jokowi (Katadata)
Reporter: Aria W. Yudhistira