Berhasil menakhodai OCBC NISP melewati tiga krisis dalam tiga dekade terakhir, tidak membuat Parwati Surjaudaja berpuas diri. Menyandang gelar sebagai Presiden Direktur cum CEO bank swasta tertua di Indonesia, ibu empat anak ini mengungkapkan salah satu kunci suksesnya adalah tidak berhenti belajar hal baru dan mau melupakan hal yang terjadi di masa lalu.
“Asam garam 30 tahun enggak cukup, jadi jangan diingat sebagai kenangan masa lalu bahwa itu adalah my glorious day. Kita yang paling senior, paling banyak yang harus di-unlearn untuk bisa learn the new things,” kata Parwati dalam wawancara eksklusif pada Katadata di OCBC NISP Tower, beberapa waktu lalu.
Parwati juga melihat perbankan sebagai sebuah lembaga kepercayaan yang bisnisnya bergerak dalam jangka panjang. Untuk itu, kepercayaan serta integritas menjadi dua hal utama yang harus dipegang oleh perbankan, agar bisnisnya tetap berjalan dengan baik. Ia menganggap kesulitan yang ada sebagai tantangan agar bisnisnya bisa naik kelas.
“Mungkin ini juga alasan kenapa kami lebih awal masuk di Environment, Social, and Governance (ESG) ya,” ujar perempuan berusia 57 tahun ini.
Sebagai informasi, pada 14 April tahun lalu, OCBC NISP menjadi bank pertama di Indonesia yang memperoleh pinjaman green bond dari anggota Grup Bank Dunia, International Finance Corporation (IFC). Dalam catatan Katadata, jumlah pinjaman yang diterima kala itu sebesar US$ 200 juta atau setara Rp 2,75 triliun.
Kala itu, Parwati menjelaskan dana dari IFC akan digunakan untuk meningkatkan penyaluran kredit pada pengusaha serta UKM milik wanita (women-owned small and medium enterprises/WSMEs). Menyadur laporan keberlanjutan perusahaan, hingga akhir 2021 OCBC telah meningkatkan portofolio pembiayaan berkelanjutan alias sustainable financing portofolio hingga Rp 30,9 triliun.
Planning Mom
Sebagai seorang perempuan, Parwati juga memiliki tanggungjawab sebagai seorang ibu, selain dari tanggungjawabnya di kantor. Untuk menyelaraskan dua hal ini, Parwati selalu membuat perencanaan, baik dari mingguan hingga tahunan. “Anak-anak panggil saya itu planning mom,” katanya.
Begitu pentingnya perencanaan ini bagi Parwati, ia bahkan sudah membuat jadwal kegiatan setahun penuh pada kuartal empat tahun sebelumnya. Semua agenda besar akan ia tulis dalam perencanaannya, bukan hanya acara kantor namun juga acara sekolah anaknya yang tidak bisa dihindari.
Lebih detail lagi, Parwati pun menyiapkan menu makanan apa yang hendak dihidangkan, mulai dari sarapan, makan siang, hingga makan malam.Perencanaan ini sudah ia buat sejak anaknya masih kecil dan didukung juga oleh sekolah yang turut membuat perencanaan setahun ke depan.
Meski begitu, ada kalanya keperluan mendadak mendesak Parwati untuk mengubah perencanaannya. Ia menyebut beberapa contoh seperti meeting penting yang mendadak dijadwalkan atau bila anaknya masuk rumah sakit. Menanggapi hal ini, Parwati cenderung mengutamakan kepentingan keluarganya.
“Pekerjaan itu tidak ada habisnya, tapi ada pekerjaan ibu-ibu yang nggak bisa didelegasikan. Jaga dulu kepentingan keluarga, kepentingan pekerjaan bisa diikuti. Namun jangan sampai kita menomorduakan pekerjaan hingga terbengkalai,” ujar Parwati.
Selaras dengan tanggungjawabnya, Parwati juga menjaga kesehatan dengan gaya hidup sehat. Sebelumnya ia hanya menghabiskan waktu empat hingga lima jam lantaran terus bekerja. Namun sejak pandemi Covid-19 melanda, ia mulai beralih meningkatkan waktu tidur minimal tujuh jam sehari. Selain itu, sejak lima tahun belakangan Parwati rajin berolahraga renang berkat anjuran dokternya.
“Saya ingin, sebagai single mom, melihat dan hadir di wisuda anak saya, berdiri dengan kedua kaki sendiri tanpa bantuan. Oleh sebab itu saya harus sangat fit, harus sehat, karena anak-anak ini tanggungjawab saya,” ujar Parwati.
Jejak Karier Parwati
Melansir laman resmi OCBC NISP, perempuan kelahiran Bandung ini mengenyam pendidikan tingginya di Amerika Serikat. Baik gelar sarjana, hingga master diperolehnya dari San Fransisco State University. Mulanya, gelar Bachelor of Science ia peroleh dari jurusan Accounting and Finance pada 1985, dengan peringkat cum laude. Dua tahun berselang, gelar namanya bertambah panjang dengan Master of Business Administration dari jurusan Accounting di universitas yang sama.
Usai menimba ilmu di Negeri Paman Sam, Parwati kembali ke Indonesia untuk bekerja sebagai Senior Consultant selama tiga tahun, hingga 1990. Kantor pertamanya adalah SGV Utomo, salah satu firma akuntansi pertama di Indonesia rintisan Utomo Josodirdjo.
Kariernya di perbankan dimulai kala ayahnya, Karmaka Surjaudaja meminta Parwati untuk menjadi direktur yang menangani bidang sumber daya manusia, finansial, dan perencanaan strategis. Jabatan ini diembannya dari 1990 hingga 1997. Kala itu, belum banyak perempuan memegang jabatan strategis di sebuah perusahaan, termasuk perbankan.
Awal karier perbankan, Parwati mengenang bagaimana dia harus bisa menyeimbangkan rasa dan rasio kepada para pekerjanya. Ada kalanya dia harus mengutamakan profesionalitas dan mengenyampingkan perasaan ketika ada karyawan yang sudah lama bekerja, namun performanya tidak begitu baik.
Seiring berjalannya waktu, Parwati menyadari bahwa setiap orang harus berkembang dengan tantangan. Apabila orang tersebut gagal melewati tantangan tersebut, ia bisa memberi jalan keluar yang lebih menguntungkan.
“Jadi tantangan terbesar deal dengan manusia itu adalah karena rasa. Saya belajar, kalau pakai rasa, it’s just a matter of time, you have to make decision anyway,” kata Parwati.
Jabatan Parwati kian meningkat di 1997, kala ia didapuk menjadi wakil presiden direktur OCBC NISP hingga 2008. Setelah itu, barulah Parwati duduk sebagai CEO OCBC NISP hingga sekarang. Selama kariernya di perbankan, sudah banyak krisis ekonomi yang berhasil ia taklukkan, mulai dari krisis moneter 1998, krisis ekonomi global 2008, hingga krisis ekonomi imbas dari pandemi Covid-19.