Pilot Disandera KKB Papua, Ini Profil Singkat Susi Air

Dok. Susi Air
Ilustrasi, pesawat-pesawat milik Susi Air.
Penulis: Agung Jatmiko
1/3/2023, 16.46 WIB

Terhitung sudah 21 hari pilot Susi Air Phillip Marthens disandera oleh Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM). Pria berkewarganegaraan Selandia Baru ini bersama lima penumpang ditangkap Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) pada 7 Februari 2023.

Pihak Susi Air mengatakan, sejauh ini tidak ada komunikasi langsung dengan KKB yang menyandera Mehrtens dan kelima penumpang lainnya. Susi Air juga menyebut tidak ada permintaan tertentu dari pihak KKB kepada perusahaan.

Sejauh ini, pihak perusahaan hanya mendapat informasi perkembangan penyanderaan Mehrtens dari media massa. Ini termasuk terkait foto dan video, yang memperlihatkan sang pilot ketika disandera.

Tak hanya penyanderaan, KKB Papua juga membakar pesawat yang dioperasikan Susi Air. Mengutip Tempo.co, harga pesawat yang dibakar kelompok bersenjata di Papua adalah US$ 2 juta, atau sekitar Rp 30,4 miliar.

Adanya kejadian ini, membuat sebanyak 40% penerbangan Susi Air di Papua terhenti. Hal ini tak hanya membuat Susi Air merugi, tetapi juga merugikan masyarakat Papua. Sebab, 70% operasional penerbangan porter atau logistik juga menjadi terhenti.

Atas operasional yang terganggu ini, Susi Pudjiastuti sebagai founder dan pemilik Susi Air mengajukan permohonan maaf pada masyarakat Papua. ""Saya sebagai founder dan pemilik Susi Air ingin minta maaf kepada masyarakat Papua, pemerintah daerah dan seluruh pengguna Susi Air di Papua sekarang ini menjadi terganggu, karena 70% penerbangan porter terhenti".

Berkaitan dengan hal tersebut, berikut ini ulasan mengenai profil Susi Air, maskapai penerbangan yang menjangkau hingga ujung timur Indonesia.

Perjalanan Awal Pendirian Susi Air

Susi Air didirikan pada akhir 2004 oleh mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, bersama dengan suaminya Christian von Strombeck.

Pada awal pendiriannya, Susi Air tidak dimaksudkan untuk menjadi maskapai komersial seperti perusahaan penerbangan pada umumnya. Maskapai ini awalnya didirikan untuk mengangkut kargo perikanan induk usahanya, PT ASI Pudjiastuti.

Ini karena transportasi darat ke Jakarta memakan waktu sekitar 12 jam. Lamanya waktu perjalanan ini membuat kesegaran komoditas ikan yang diangkut sulit dijaga hingga sampai ke restoran dan pedagang di Jakarta.

Ide mengenai pendirian maskapai ini sejatinya sudah muncul sejak 1997. Selama tujuh tahun, Susi mengajukan pinjaman dana ke berbagai bank untuk pembelian pesawat seharga US$ 2 juta. Realisasi tersebut, baru terwujud pada 2004, ketika ia berhasil mendapatkan pinjaman senilai US$ 4,7 juta.

Mengutip buku berjudul "3 Sisi Susi", berbekal uang pinjaman tersebut, Susi kemudian membeli dua pesawat Cessna 208 Grand Caravan. Pesawat jenis ini, kemudian menjadi pesawat yang paling banyak dioperasikan oleh Susi Air.

Transformasi Menjadi Maskapai Komersial

Seperti telah disebutkan, awalnya Susi Air tidak dimaksudkan menjadi maskapai komersial, melainkan menjadi maskapai pendukung bisnis perikanan ASI Pudjiastuti. Namun, bencana Tsunami Aceh 2004 mengubah perjalanan Susi Air hingga saat ini.

Saat itu, dua Cessna Grand Caravan baru yang baru saja dibeli Susi Air digunakan melayani pengangkutan peralatan dan obat-obatan untuk  bantuan korban Tsunami. Susi Air menjadi maskapai dari luar Aceh pertama yang dapat menembus lokasi bencana, dua hari pasca bencana.

Dalam laporan Majalah Tempo berjudul "Sayap Cinta di Langit Meulaboh", pesawat Susi Air yang berhasil menembus lokasi bencana tersebut, dipioloti langsung oleh suami Susi, yakni Christian von Strombeck.

Selain itu, Susi Air juga tidak memungut biaya yang besar untuk penyewaan pesawatnya yang digunakan untuk penyaluran bantuan, bahkan dalam beberapa kali kesempatan digratiskan. Ini kontras dengan maskapai lainnya, yang saat itu memungut biaya US$ 1.000 per jam terbang.

Mengutip voi.id, sejak saat itu banyak negara lain kemudian menggunakan Susi Air untuk mengirimkan bantuan dan relawan. Hal ini membuat keberadaan Susi Air semakin dikenal. Kemudian, pesawat Susi Air banyak disewa oleh organisasi kemanusiaan internasional untuk pemulihan pasca-Tsunami.

Pengalaman tersebut membuat pada 2005 Susi membentuk maskapai komersial Susi Air, dengan core business melayani perjalanan udara perintis Indonesia.

Saat itu, Susi Air telah memiliki tiga buah pesawat, sehingga dapat memulai penerbangan berjadwal dari Medan ke beberapa tempat. Selanjutnya, bisnis Susi Air semakin berkembang, dengan melayani penerbangan komersial untuk rute perintis, angkutan kargo, dan penerbangan carter.

Mengutip situs resmi perusahaan, saat ini Susi Air melakukan penerbangan sebanyak 150-225 per hari, dengan total jam terbang hingga 40.800 jam. Susi Air tercatat melayani 196 rute domestik, 164 destinasi, dan 32 rute komersial.

Armada dan Destinasi Susi Air

Armada Susi Air didominasi oleh Cessna Grand Caravan, yang dapat dikatakan menjadi tulang punggung operasional perusahaan. Saat ini, perusahaan mengoperasikan 34 Cessna Grand Caravan.

Susi Air tercatat sebagai pengguna Cessna Grand Caravan terbesar di kawasan Asia-Pasifik. Selain Cessna Grand Caravan, Susi Air juga mengoperasikan Piaggio P.180 Avanti, dengan total pesawat sebanyak 3 unit.

Susi Air juga mengoperasikan Pilatus PC-6 Porter, Let L-410 Turbolet, Air Tractor AT-802, dan Piper PA-28 Cherokee, masing-masing berjumlah satu unit. Lalu ada pula helikopeter AgustaWestland AW119 Koala, dan AgustaWestland AW109.

Dari segi destinasi, Susi Air melayani penerbangan di tujuh wilayah Indonesia, yakni sebagai berikut:

1. Jawa

  • Cilacap (Tunggul Wulung Airport)
  • Jakarta (Halim Perdanakusuma International Airport)
  • Pangandaran (Nusawiru Airport)
  • Pangandaran (Susi Int'l Pangandaran Beach Airstrip)
  • Semarang (Achmad Yani International Airport)
  • Sumenep (Trunojoyo Airport)
  • Surabaya (Juanda International Airport)

2. Kalimantan

  • Banjarmasin (Syamsudin Noor Airport)
  • Batulicin (Batulicin Airport)
  • Datah Dawai (Datadawai Airport)
  • Kotabaru (Stagen Airport)
  • Long Apung (Long Ampung Airport)
  • Long Bawan (Juvai Semaring Airport)
  • Malinau (Robert Atty Bessing Airport)
  • Melak (West Kutai Melalan Airport)
  • Muara Teweh (Beringin Airport)
  • Nunukan (Nunukan Airport)
  • Samarinda (Samarinda International Airport
  • Tanjung Selor (Tanjung Harapan Airport)
  • Tarakan (Juwata International Airport)

3. Sulawesi

  • Masamba (Andi Djemma Airport)

4. Kepulauan Nusa Tenggara

  • Kupang (El Tari Airport)
  • Larantuka (Gewayantana Airport)
  • Lewoleba (Atambua Airport)
  • Pulau Rote (David Constantijn Saudale Airport)
  • Pulau Sabu (Sabu Airport)

5. Maluku

  • Ambon (Pattimura Airport)
  • Banda (Bandanaira Airport)

6. Papua

  • Biak (Frans Kaisiepo Airport)
  • Bintuni (Stenkol Airport)
  • Fak Fak (Fakfak Airport)
  • Manokwari (Rendani Airport)
  • Merdey (Merdey Airport)
  • Nabire (Nabire Airport)
  • Sorong (Dominique Eduard Osok Airport)
  • Serui (Sudjarwo Tjondronegoro Airport)
  • Sinak (Sinak Airport)
  • Wasior (Wasior Airport)
  • Wamena (Wamena Airport)
  • Sentani (Dortheys Hiyo Eluay International Airport)
  • Merauke (Mopah Airport)

7. Sumatra

  • Bengkulu (Fatmawati Soekarno Airport)
  • Blangkejeren (Senubung Airport)
  • Blangpidie (Blangpidie Airport)
  • Banda Aceh (Sultan Iskandar Muda International Airport)
  • Dabo (Dabo Airport)
  • Jambi (Sultan Thaha Airport)
  • Kutacane (Alas Leuser Airport)
  • Letung (Letung Airport)
  • Medan (Kuala Namu International Airport)
  • Meulaboh (Cut Nyak Dhien Airport)
  • Mukomuko (Mukomuko Airport)
  • Padang (Minangkabau International Airport)
  • Pangkal Pinang (Depati Amir Airport)
  • Pekanbaru (Sultan Syarif Kasim II International Airport)
  • Sibolga (Ferdinand Lumban Tobing Airport)
  • Siborong-Borong (Silangit Airport)
  • Simpang Ampek (Pusako Anak Nagari Airport)
  • Pulau Simeulue (Lasikin Airport)
  • Tanjung Balai Karimun (Sei Bati Airport)
  • Tembilahan (Tempuling Airport)