AUKUS, Pakta Trilateral di Panggung Indo-Pasifik

ANTARA FOTO/Media Center G20/Akbar Nugroho Gumay/wsj.
Presiden Amerika Serikat Joe Biden memberikan keterangan kepada media di Nusa Dua, Bali, Senin (14/11/2022). Presiden Joe Biden menyampaikan sejumlah isu terkait kunjungannya di KTT G20 serta hasil pertemuan bilateralnya dengan Presiden China Xi Jinping.
Penulis: Dini Pramita
20/3/2023, 11.50 WIB

Kemitraan Australia, Inggris, dan Amerika Serikat (AUKUS) untuk membangun kapal selam nuklir di kawasan Indo-Pasifik menuai kritik dari berbagai negara, termasuk Indonesia. Kementerian Luar Negeri Indonesia dalam akun twitternya pada Selasa (14/3) lalu meminta Australia konsisten memenuhi kewajibannya sesuai rezim non-proliferasi senjata nuklir dan IAEA Safeguards yang efektif, transparan, dan tidak diskriminatif.

Pesan itu dibalas oleh Duta Besar Australia untuk Indonesia Penny Williams membalas cuitan itu. Ia menyampaikan akan terus bekerja secara transparan dengan Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) untuk mengembangkan pendekatan non-proliferasi nuklir yang tepat dan kuat. "AUKUS akan memberikan kontribusi positif bagi perdamaian dan stabilitas regional," tulis Williams dalam twitter @DubesAustralia pada Selasa (14/3) lalu.

Ketiga negara ini merupakan negara anggota G20 yang memiliki kekuatan dan anggaran militer besar. Pada 2021, Amerika Serikat menjadi negara dengan belanja militer terbesar. 


Janji Diplomatik untuk Pertahanan Keamanan Indo-Pasifik

Kemitraan tiga negara itu diumumkan pada 15 September 2021 secara serentak oleh masing-masing pemerintah. Dalam keterangan pers bersama yang diterbitkan oleh Gedung Putih Amerika Serikat, ketiga pemimpin negara itu mengklaim AUKUS dibentuk atas panduan komitmen dan cita-cita bersama untuk memperdalam kerja sama diplomatik, keamanan, dan pertahanan di kawasan Indo-Pasifik untuk memenuhi tantangan abad ke-21.

Sebagai bagian dari upaya itu ketiganya mengumumkan, "Pembentukan kemitraan keamanan trilateral yang ditingkatkan, yang disebut 'AUKUS'- Australia, Inggris, dan Amerika Serikat." Melalui AUKUS, mereka menyatakan akan memperkuat kemampuan masing-masing negara untuk mendukung kepentingan keamanan dan pertahanan, dengan membangun hubungan bilateral yang telah berlangsung lama dan berkelanjutan.

Mereka juga menyatakan komitmen untuk mendorong pembagian informasi dan teknologi yang lebih mendalam. Namun, tak dinyatakan secara tegas komitmen ihwal pembagian informasi dan teknologi itu terbatas hanya di antara ketiga negara atau dapat melibatkan negara lain di luar pakta trilateral AUKUS.

Selain itu, mereka menyatakan komitmen untuk mendorong integrasi seluruh bidang yang terkait dengan pertahanan keamanan. Secara tegas mereka menyebutkan integrasi itu dimulai dari ilmu pengetahuan, teknologi, basis industri, hingga rantai pasokannya. "Secara khusus kami akan memperdalam kerja sama dalam berbagai hal untuk meningkatkan kemampuan keamanan dan pertahanan," demikian bunyi keterangan pers yang dirilis pada (15/9/2021).

Mereka berharap dengan terbentuknya AUKUS akan membantu mempertahankan perdamaian dan stabilitas di kawasan Indo-Pasifik dengan menyinggung upaya yang telah dilakukan ketiga negara selama 70 tahun terakhir. "Australia, Inggris, dan Amerika Serikat telah bekerja sama dengan sekutu dan mitra penting lainnya untuk melindungi nilai-nilai bersama dan mempromosikan keamanan dan kemakmuran."


Kapal Selam Nuklir di Australia, Pengabaian Pakta Kawasan Bebas Nuklir

Meski berulang kali menekankan komitmen untuk mempertahankan stabilitas kawasan, prakarsa pertama AUKUS justru membangun kapal selam bertenaga nuklir untuk Angkatan Laut Australia. Mereka berdalih prakarsa itu sebagai bentuk pengakuan ketiganya atas tradisi negara demokrasi maritim modern.

Sejak diumumkan pertama kali, ketiganya menargetkan waktu 18 bulan untuk menyiapkan berbagai infrastruktur yang diperlukan. Ketiganya secara tegas menyatakan pembangunan kapal selam nuklir yang akan berbasis di Australia ini merupakan upaya ketiga negara berfokus pada kemampuan siber, kecerdasan buatan, teknologi kuantum, dan kemampuan bawah laut tambahan.

Pembangunan kapal selam nuklir ini disebut sebagai peningkatan kemampuan interoperabilitas bersama, spesifik hanya di antara ketiga negara. Mereka menyebutkan pengembangan kapal selam nuklir itu mengedepankan asas kesetaraan dan saling menguntungkan, terbatas antara ketiga negara.

Prakarsa AUKUS menuai kritik dari berbagai negara. Australia dianggap melanggar kesepakatan Traktat Rarotonga 1986. Traktat ini merupakan perjanjian antarbangsa di kawasan Pasifik Selatan untuk menjadikan kawasan tersebut sebagai zona bebas nuklir.

Mengutip laman resmi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) perjanjian ini diumumkan untuk ditandatangani pada 6 Agustus 1985 dan mulai berlaku pada 11 Desember 1986. Cakupan geografis Perjanjian Rarotonga sangat luas, membentang dari Pantai Barat Australia hingga batas Amerika Latin di bagian timur, dan dari khatulistiwa hingga 60 derajat ke arah selatan, di mana perjanjian ini bertemu dengan batas zona yang ditetapkan oleh perjanjian Antartika.

Traktat Rarotonga ini merupakan implementasi zona bebas senjata nuklir (Nuclear Weapons Free Zone-NWFZ) kedua yang diberlakukan di wilayah berpenduduk setelah Perjanjian Tlatelolco Amerika Latin diperkenalkan pada 14 Februari 1967 di Meksiko. Sama seperti perjanjian NWFZ sebelumnya, perjanjian ini berkontribusi pada non-proliferasi dan perlucutan senjata nuklir dengan mencegah penempatan senjata nuklir di Pasifik Selatan oleh negara-negara anggota.

Dengan menandatangani Traktat Rarotonga, Australia dilarang untuk membuat, memiliki, mengakuisisi atau menguasai senjata nuklir. Sebab, perjanjian ini secara tegas mengikat negara-negara anggota Pasifik Selatan untuk mencegah uji coba dan penguasaan nuklir di wilayah mereka.

Selain itu, traktat ini juga menuntut peran aktif negara-negara yang telah berkomitmen di bawah traktat untuk menjaga wilayah Pasifik Selatan bebas dari pencemaran lingkungan oleh limbah radioaktif nuklir dan materi radioaktif lainnya.

Meski begitu, dalam siaran pers bersama tiga negara yang dirilis Gedung Putih Washington DC, Amerika Serikat, Australia menyatakan komitmen untuk memenuhi kewajiban sebagai negara non-senjata nuklir, termasuk dengan Badan Energi Atom Internasional.

Reporter: Dini Pramita