Sepak Terjang Asep Guntur, Dirdik KPK yang Mundur Usai Kasus Basarnas

ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/aww
Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu (kiri) mengumumkan penetapan penahanan atas mantan anggota DPRD Jambi Kusnindar (kanan) saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (24/7/2023).
Penulis: Amelia Yesidora
Editor: Sorta Tobing
1/8/2023, 16.12 WIB

Di tengah kabar operasi tangkap tangan Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan Henri Alfiandi, Direktur Penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi Asep Guntur Rahayu justru mundur dari jabatannya. 

“Sehubungan dengan polemik terkait operasi tangkap tangan (OTT) di Basarnas dan hasil pertemuan dengan jajaran POM TNI beserta PJU Mabes TNI, kesimpulannya dalam pelaksanaan OTT dan penetapan tersangka penyidik melakukan kekhilafan. Sebagai pertanggungjawaban, saya selaku Direktur Penyidikan dan Plt Deputi Penindakan dengan ini mengajukan pengunduran diri,” kata Asep dalam keterangannya, Sabtu (29/7).  

Langkah ini adalah buntut dari penetapan Henri dan empat orang lainnya sebagai tersangka oleh KPK pada Rabu lalu. Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan mereka diduga terlibat dalam suap pengadaan proyek alat deteksi korban reruntuhan senilai Rp 88,3 miliar. 

Kabar ini dibenarkan oleh Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri. Ia menyebut Asep juga mundur dari posisinya sebagai Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK. “Benar, informasi yang kami terima bahwa yang bersangkutan akan mengajukan surat dimaksud kepada pimpinan," kata Ali seperti dikutip dari Antara, pada awal pekan ini.

Surat tersebut masih harus diproses dan dibahas pimpinan KPK. Oleh sebab itu, Ali bilang status Asep masih belum berubah. 

Menanggapi kabar mundurnya Asep, Ketua KPK Firli Bahuri menuturkan institusinya masih butuh Asep tetap di posisinya sebagai direktur penyidikan. “Pengunduran diri adalah hak dari pihak, tapi tentu ada juga ada ketentuan hukum dan perundang-undangan apakah pengunduran diri itu akan dikabulkan atau tidak,” katanya saat jumpa pers di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta. 

Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu (kiri) (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/aww.)

Sepak Terjang Asep Guntur

Asep Guntur Rahayu adalah polisi yang lahir di Majalengka, 25 Januari 1974. Sebelum menjadi Dirdik KPK, ia menjabat Kepala Bagian Peningkatan Kompetensi Biro Pembinaan Karier, Staf Sumber Daya Manusia Polri.

Lelaki yang lulus dari Akademi Kepolisian pada 1996 tersebut sudah bertugas di KPK sebagai penyidik sejak 2007, seangkatan dengan mantan penyidik KPK Novel Baswedan.

Selama di lembaga antirasuah, Asep turun tangan menangasi kasus besar seperti Miranda Gultom, Nazaruddin, dan Angelina Sondakh. Tiga nama ini berhasil ditangkap dan menjalani masa tahanan yang ditetapkan pengadilan. 

Lima tahun lamanya bertugas di KPK, Asep kembali ditarik ke Polri pada 2013. Meski kembali ke institusi awal, Asep masih berkutat di bidang antirasuah. Tercatat pangkatnya kala itu adalah Ajun Komisaris Besar Polisi di Direktorat Tindak Pidana Polisi. 

Dua tahun menangani kasus korupsi di Korps Bhayangkara, Asep dipindahkan sebagai Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) Cianjur. Jabatan ini juga tidak berlangsung lama, sebab dua tahun kemudian ia ditarik kembali sebagai Wakapolres Jakarta Pusat pada 2017.

Lima tahun lamanya ia bercokol di posisi tersebut, sembari melaksanakan tugas di Bagian Penilaian Kompetensi Biro Pembinaan Karier, Staf Sumber Daya Manusia Polri.

Barulah pada 2022 lalu Asep terpilih sebagai Direktur Penyidikan KPK, menggantikan Brigjen Setyo Budiyanto yang bertugas sebagai Kapolda NTT. Di posisi ini, ia mengusut dugaan pungutan liar di rutan, aliran dana Rp 11,2 miliar pada kasus suap penanganan perkara Mahkamah Agung, hingga dugaan TPPU pejabat pajak Rafael Alun Trisambodo.

Penetapan tersangka kasus dugaan korupsi Kabasarnas (ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/tom.)

Polemik Penetapan Tersangka Militer

Penetapan Kepala Basarnas Henri Alfiandi sebagai tersangka beroleh kritik dari Markas Besar TNI. Penyebabnya, Henri masih berstatus perwira aktif.

Menurut Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) TNI Marsdya Agung Handoko, personel TNI yang diduga bersalah dan korupsi harus ditindak dengan mekanisme militer. "Kami keberatan kalau ditetapkan sebagai tersangka. Kami ada aturan sendiri di militer," kata Agung dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (28/7). 

KPK lantas merespon kritik tersebut dengan permintaan maaf. Pada hari yang sama, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak mengaku ada kelalaian dalam prosedur penetapan tersangka. 

"Kami paham bahwa tim penyelidik kami mungkin ada kekhilafan, ada kelupaan, bahwasanya manakala ada melibatkan TNI harus diserahkan kepada TNI, bukan kami yang tangani," ucap Johanis. 

Reporter: Amelia Yesidora