Saham PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) sejak awal tahun telah anjlok, dengan level terendah pada 24 Maret 2020, yakni Rp Rp 3.160 per saham atau turun 59,75% sejak awal tahun.
Anjloknya saham BNI ini sejalan dengan penurunan pada indeks harga saham gabungan (IHSG). Pada saat saham BNI menyentuh level terendah, IHSG juga menyentuh level terendah tahun ini, yakni 3.937,63 atau turun 37,49% sejak awal tahun.
Meski demikian, penurunan terhadap IHSG tidak berlangsung lama dan segera bangkit, berhasil menyentuh level 4.649,09 pada perdagangan Kamis (9/4). Begitu juga dengan saham BNI yang ditutup di level Rp 3.990 per saham.
Pengamat pasar modal Yazid Muammar menyatakan, potensi rebound saham BNI termasuk paling cepat dibandingkan bank besar lainnya. Hal ini terlihat dari valuasi beta yang berada di 1,5 kali. Selain itu, penurunan saham BNI juga masih belum separah penurunan tahun 2008 silam, saat terjadi krisis, dimana sahamnya pernah turun hingga lebih dari 75%.
Yazid menilai, saat ini pun valuasi BNI sudah termasuk murah dibandingkan bank besar lainnya, dengan melihat nilai buku alias price to book value (PBV) di level 0,6 kali. Hal itu dengan melihat rata-rata PBV BNI dalam lima tahun terakhir ada di posisi 1,45%.
Seperti diketahui, PBV adalah penilaian harga saham dengan nilai buku perusahaan. Biasanya, saham yang memiliki rasio PBV besar, punya valuasi tinggi atau overvalue. Sedangkan saham dengan PBV di bawah 1 kali, punya valuasi rendah alias undervalue.
(Baca: Menanti Rebound Saham BNI Seperti Ketika Krisis 2008)
"Untuk itu strategi masuk ke saham BNI adalah tepat saat ini, dengan cara beli cicil. Besar kemungkinan, BNI akan kembali ke PBV normalnya lantaran saham-saham blue chip akan lebih dulu diincar investor bermodal besar dan membuat valuasinya juga meningkat," kata Yazid dalam rilis, Kamis (9/4).
Analis Profindo Sekuritas Dimas Wahyu menyatakan secara teknikal, BNI memang tengah berada di fase koreksi, dengan arah penurunan ke kisaran Rp 3.450 per saham sebagai bottom fishing (membeli di harga terendah). Sementara, target kenaikannya bisa menyentuh ke level resistance di level Rp 4.659 per saham.
Dimas menilai, dengan posisi harga saham BNI saat ini, sudah menarik dan layak dikoleksi. Meski, secara keseluruhan sektor perbankan akan mengalami tekanan pendapatan bunga bersih dan laba bersih tahun ini.
Berbeda dengan krisis 2008, saat perbankan Indonesia tidak memegang sindikasi pembiayaan properti ataupun memegang surat utang AS sehingga perbaikan setelah krisis berlangsung cepat. Pandemi corona menurut Dimas, bukan hanya negatif bagi industri perbankan, tetapi juga ke pertumbuhan ekonomi global.
"Untuk Asia cuma tiga negara yang survive, yakni Tiongkok, India, dan Indonesia yang masih akan positif. Biarpun secara makro akan lebih berat," kata Dimas.
Meski perbaikan secara keseluruhan tidak secepat yang diharapkan, ia memproyeksikan ekonomi Indonesia akan kembali normal pada 2021. Karena dunia usaha akan beroperasi secara normal, termasuk industri perbankan.
(Baca: IHSG Diramal Turun Terseret Kinerja Emiten, Berikut Saham Pilihannya)