Bursa Efek Indonesia (BEI) akhirnya memberlakukan perubahan batasan penghentian otomatis perdagangan saham (auto rejection) dari simetris jadi asimetris. Peraturan ini mulai berlaku efektif hari ini, Selasa (10/3), sampai batas waktu yang akan ditetapkan nanti.
Pihak bursa memutuskan untuk mulai mengintervensi perdagangan saham setelah kemarin indeks harga saham gabungan (IHSG) anjlok 6,58% dalam sehari, menyentuh level 5.136,81. Level terendah sejak penutupan perdagangan pada akhir Desember 2016.
Dalam peraturan auto rejection asimetris, saham dengan fraksi harga Rp 50 - 200 per saham, akan dihentikan perdagangannya secara otomatis jika naik lebih dari 35% atau turun sebesar 10%. Sebelumnya, saham akan dihentikan jika naik atau turun sebesar 35% dalam sehari.
Sementara, untuk fraksi harga Rp 200 - 5.000 per saham, akan otomatis berhenti diperdagangkan jika naik lebih dari 25% atau turun 10%. Sebelumnya, saham fraksi ini akan berhenti secara otomatis jika naik atau turun sebesar 25%.
(Baca: IHSG Ditutup Jatuh 6,58%, Bursa Saham Indonesia Terburuk di Asia)
Sedangkan fraksi harga saham di atas Rp 5.000 akan otomatis berhenti diperdagangkan jika naik 20% atau turun 10% dalam sehari. Sebelumnya, saham ini akan berhenti diperdagangkan jika naik atau turun sebesar 20% dalam sehari.
Perubahan tersebut berdasarkan Surat Keputusan Direksi BEI Nomor Kep-00023/BEI/03-2020 perihal Perubahan Batasan Auto Rejection. Surat tersebut menindaklanjuti Surat Perintah Kepala Pengawasan Pasar Modal 2A OJK Nomor: S-273/PM.21/2020 perihal Perintah Mengubah Batasan Autorejection pada Peraturan Perdagangan.
"Dengan memperhatikan kondisi perdagangan di BEI dan dalam rangka mengupayakan terlaksananya perdagangan efek yang teratur, wajar dan efisien," seperti ditulis dalam rilis resmi BEI.
Sebelumnya, Bursa juga melarang transaksi short selling untuk mencegah IHSG jatuh lebih dalam di tengah sentimen negatif virus corona (Covid-19). Kebijakan itu diterapkan hingga batas waktu yang belum ditentukan.
(Baca: Mengenal Transaksi Short Selling yang Dilarang Bursa Efek Indonesia)
Analis Senior Columbia Threadneedle Investments, Amit Kumar, dalam bukunya "Short Selling, Finding Uncommon Short Ideas" menyebutkan transaksi short selling terjadi ketika seorang investor yakin harga suatu saham sudah kemahalan (overvalue) dan dalam waktu dekat bakal turun.
Investor tersebut kemudian memutuskan untuk melakukan transaksi short selling atau jual kosong dengan meminjam saham dari pihak ketiga lalu menjualnya. Dia akan menunggu sampai harga saham tersebut turun besar sebelum memutuskan untuk membeli kembali (buyback) dengan harga yang lebih murah.
Saham yang sudah dibeli kembali dikembalikan kepada pemiliknya. Si investor mengantongi keuntungan yang berasal dari selisih harga jual dan harga pembelian kembali saham tersebut.
(Baca: Tahan Koreksi IHSG Lebih Dalam, BEI Setop Transaksi Short Selling)