PP Properti (PPRO) membuka peluang pembelian kembali (buyback) sahamnya di tengah harga yang terus longsor hingga nyaris mencapai batas terendah yakni Rp 50 per lembar (gocap). Direktur Keuangan PPRO Indaryanto menilai buyback di kala harga rendah sebagai suatu peluang.
"Itu suatu opportunity, saham lagi turun begini. Kalau kami ambil, kami jadikan reverse stock, nilai saham kami luar biasa," kata dia di Jakarta, Senin (20/1). Namun, kemungkinan tersebut masih harus dibahas dengan pemegang saham.
Reverse stock adalah penggabungan nilai nominal saham sehingga jumlah saham beredar lebih sedikit. Reverse stock adalah kebalikan dari aksi korporasi pecah saham atau stock split. Sebelumnya, pada 2017, PPRO pernah melakukan stock split dengan rasio 1:4.
(Baca: Menelusuri Investasi Asabri yang Terpuruk di Saham Gorengan)
Dalam setahun belakangan, harga saham PPRO jatuh 61,4% dari posisi Rp 145 per lembar pada 21 Januari 2019 menjadi Rp 56 per lembar pada 20 Januari 2020. Saham PPRO terpantau turun setelah melakukan stocksplit.
Penurunan semakin drastis mulai November tahun lalu. Ini terjadi seiring semakin ramainya sorotan terhadap rugi investasi saham Jiwasraya, dan belakangan Asabri. Kedua perusahaan memang memegang saham PPRO yang terus meluncur turun.
Indaryanto menyatakan manajemen perusahaan tidak tahu-menahu penyebab jatuhnya harga saham. Ia pun menjelaskan, tugas manajemen adalah berupaya agar fundamental dan kinerja bisnis baik sehingga tiap tahun bisa membagi dividen kepada pemegang saham.
“Masalah saham dan sebagainya pasar yang berbicara. Kan tidak bisa menaikkan dan menurunkan pasar, itu kan mekanisme pasar,” ujarnya.
(Baca: Pacu Perdagangan Saham Pilihan, BEI Kaji Penghapusan Biaya Transaksi)
Terkait kerugian investasi saham Jiwasraya dan Asabri di PPRO, ia menegaskan bahwa manajemen juga tidak tahu-menahu. “Mereka pegang saham kami, itu di luar kuasa kami,” ujarnya. Saat ini, menurut dia, Jiwasraya memiliki 8% saham PPRO, sedangkan Asabri 5,3%.