Indeks harga saham gabungan (IHSG) periode Oktober 2019 diperkirakan masih akan dalam tren menurun alias bearish. Menurut Katadata Market Sentiment Index (KMSI) yang dirilis oleh Katadata Insight Center (KIC), probabilitas IHSG naik atau bullish adalah nol persen.
Turunnya IHSG pada Oktober ini dipengaruhi oleh kondisi global dari wacana pemakzulan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang semakin menimbulkan ketidakpastian global di tengah perang dagang yang tidak kunjung berakhir.
Sementara itu kondisi perekonomian dari dalam negeri juga turut berpotensi menekan laju IHSG selama sebulan ke depan. Kondisi tersebut terlihat dari deflasi yang terjadi pada periode September 2019 sebesar 0,27%, atau lebih tinggi dari periode yang sama 2018 yang mencatatkan deflasi 0,18%.
Meningkatnya deflasi menandakan daya beli masyarakat yang masih lemah. Padahal, dari sisi moneter, Bank Indonesia (BI) kembali memangkas suku bunga acuan BI 7 Days Reverse Repo Rate (7DRRR) sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5,25%.
(Baca: Analis KIC: Dampak Demonstrasi ke IHSG Kecil, Pasar Memang Bearish)
Ini adalah kali ketiga BI memangkas bunga acuannya tahun ini, yang secara total telah menurunkan sebesar 75 bps. Namun, tujuan kebijakan pelonggaran moneter ini untuk menggenjot perekonomian ternyata belum berhasil dengan tingkat deflasi yang lebih tinggi secara tahunan.
Sementara itu pada September kemarin pemerintah juga resmi mengumumkan kenaikan cukai hasil tembakau menjadi sebesar 23% serta kenaikan harga jual eceran rokok rata-rata 35% mulai 1 Januari 2020. Kebijakan ini langsung mendapat respon negatif dari investor yang langsung melakukan aksi jual saham dan membuat saham emiten rokok anjlok.
Saham dua emiten rokok pada September lalu mencatatkan koreksi terbesarnya yakni Gudang Garam Tbk (GGRM) sebesar 24,6% serta HM Sampoerna Tbk (HMSP) turun 14,9%. Sementara itu sektor konsumer menjadi sektor yang mengalami penurunan terdalam yakni sebesar 8,1% dan menjadi sektor yang paling signifikan menekan laju IHSG bersama sektor manufaktur (5,8%) dan industri dasar (3,6%).
(Baca: Cukai Rokok Naik Tinggi, Harga Saham Emiten Rontok Hingga 20%)
IHSG September sendiri turun hingga 159,37 poin atau 2,52% dibandingkan posisi penutupan bulan sebelumnya di level 6.328,47. Penurunan terjadi di hampir seluruh indeks sektoral, kecuali pertanian dan perdagangan yang masih mencatatkan kenaikan tipis.
Untuk lebih mendorong pertumbuhan ekonomi, BI juga memutuskan untuk menurunan loan to value (LTV) atau uang muka kredit properti dan kendaraan bermotor. Kebijakan ini akan mulai berlaku pada 2 Desember 2019.
Jika aturan ini sukses mendorong pertumbuhan kredit, maka sektor keuangan di IHSG diperkirakan akan membaik setelah beberapa bulan terakhir lesu.
“Namun kebijakan ini perlu didukung dengan penurunan suku bunga bank. Apabila bank tidak merespon kebijakan dari BI dengan menurunkan suku bunga, makan kredit akan sulit tumbuh di tengah daya beli masyarakat yang masih rendah,” tulis laporan KMSI seperti dikutip Selasa (8/10).
(Baca: Sepanjang 2019 IHSG Anjlok 2,15%, Akhir Tahun Bisa Naik ke 6.400-6.750)
Kondisi perekonomian yang masih stagnan ini berdampak pada IHSG yang masih belum akan keluar dari periode bearish. Selain itu kondisi keamanan nasional yang kurang kondusif terkait demonstrasi yang terjadi juga dapat menurunkan kepercayaan investor terhadap pasar saham Indonesia.
Namun di tengah IHSG yang bearish, beberapa saham membukukan kinerja yang sangat baik. Tiga saham top gainers sepanjang September di antaranya Ancora Indonesia Resources Tbk (OKAS) yang naik 120,2% menjadi Rp 218 per saham, Majapahit Inti Corpora Tbk (AKSI) naik 101,1% ke Rp 720 per saham, serta Mas Murni Indonesia Tbk (MAMI) naik 100% ke Rp 180 per saham.
Sementara itu tiga saham top losers sepanjang September yaitu MD Pictures Tbk (FILM) yang terkoreksi 71,6% mernjadi Rp 260 per saham, Darmi Bersaudara Tbk (KAYU) anjlok 63,6% menjadi Rp 200 per saham, serta Tifico Fiber Indonesia Tbk (TFCO) anjlok 49,2% ke Rp 422 per saham.
(Baca: IHSG Anjlok ke Level 6.000, Investor Disarankan Borong Saham Lapis Dua)