Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dalam lima hari perdagangan terakhir, termasuk hari ini, Kamis (3/10) terus bergerak terkoreksi. Bahkan, IHSG pada awal perdagangan hari ini sempat menyentuh level 5.997,69, terendah sejak 22 Mei 2019 yang ketika itu ditutup di level 5.939,64.
IHSG pada sesi I hari ini bergerak terkoreksi 0,70% menjadi berada di level 6.012,99. IHSG sendiri, dalam sepekan ke belakang, sudah turun hingga 2,17%. Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Inarno Djajadi mengatakan, banyak alasan terjadinya koreksi IHSG beberapa hari terakhir, baik dari sentimen internal dalam negeri maupun dari eksternal.
Salah satu faktor internal yaitu kondisi politik di Indonesia yang sedang tidak stabil terkait maraknya demonstrasi. "Kami menyadari, koreksi harga ini alasannya macam-macam. Internal kita juga masih bergejolak karena adanya demo-demo yang tiada henti. Ini juga berpengaruh terhadap IHSG," kata Inarno ketika dihubungi Katadata.co.id, Kamis (3/10).
(Baca: Sesi I IHSG Turun 0,7%, Sempat Masuk ke Level 5.000)
Menurut Inarno, gejolak yang terjadi pada indeks dalam negeri ini bakal masih terus berlanjut hingga kabinet baru di bawah kepemimpinan Presiden Terpilih Joko Widodo (Jokowi) terbentuk. Jokowi sendiri, baru akan mengumumkan kabinet barunya usai dilantik pada 20 Oktober 2019.
Sementara, faktor eksternal juga mempengaruhi laju indeks, di mana terihat dari bursa-bursa di kawasan Asia yang juga bergerak dalam tren menurun. Hingga pukul 13.30 WIB hari ini, indeks Nikkei 225 turun 3,08% dalam sepekan terakhir, Hang Seng turun 0,2%, Shanghai turun 2,68%, dan Strait Times Index juga turun 1,6%.
Dihubungi secara terpisah, Direktur Riset dan Investasi Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus menyampaikan, ada beberapa faktor eksternal yang membuat IHSG bergejolak. Tidak hanya perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan Tiongkok saja, namun memanasnya hubungan antara AS dengan negara-negara Eropa juga bisa mempengaruhi indeks.
Nico menceritakan kondisi hubungan AS-Eropa terbaru di mana Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) memberikan AS hak untuk memungut tarif senilai US$ 7,5 miliar terhadap impor barang-barang Eropa sebagai bagian dari permasalahan subsidi ilegal yang dilakukan oleh Pemerintahan Eropa terhadap pesawat Airbus.
(Baca: Perang Dagang AS-Uni Eropa Meletup, IHSG dan Bursa Asia Memerah)
"Badai kedua setelah perang dagang antara AS dengan Tiongkok siap untuk bergerak. Hal ini memicu perang dagang baru di seluruh Atlantik," kata Nico menjelaskan.
Meski kondisi eksternal yang kurang mendukung kenaikan IHSG, namun Nico cukup optimis dengan laju IHSG hingga akhir tahun ini mampu kembali naik. Hingga akhir tahun, pihaknya memperkirakan IHSG bisa menyentuh level 6.550 dengan target optimis berada di level 6.750. "Setidaknya, masih ada potensi kenaikkan apa lagi di akhir tahun," kata Nico menambahkan.