Kepemilikan Saham Pemerintah Berkurang Akibat Rights Issue Kimia Farma

Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Ilustrasi. PT Kimia Farma (Persero) Tbk (KAEF) berencana menggelar Penambahan Modal dengan Memberikan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMHMETD) alias rights issue pada tahun depan.
Penulis: Ihya Ulum Aldin
Editor: Agustiyanti
18/9/2019, 15.21 WIB

PT Kimia Farma (Persero) Tbk (KAEF) mengantongi izin untuk melakukan Penambahan Modal dengan Memberikan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMHMETD) alias rights issue. Izin tersebut didapatkan dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) yang digelar Rabu (18/9) di Hotel Borobudur, Jakarta.

Rencananya, tahun depan perusahaan farmasi pelat merah itu menerbitkan sebanyak 1,57 miliar saham atau setara dengan 22,14% dari modal ditempatkan dan disetor usai rights issue. Namun, pemerintah yang memiliki 90,02% saham Kimia Farma, kemungkinan besar porsinya bakal terdilusi karena tidak mengambil haknya.

Deputi Bidang Usaha Industri Agro dan Farmasi Kementerian BUMN Wahyu Kuncoro menjelaskan, pemerintah memang tidak mengalokasikan dana Penyertaan Modal Negara (PMN) untuk Kimia Farma dalam Rancangan Anggaran dan Pendapatan Negara (RAPBN) 2020.

"Jadi pilihannya kami (pemerintah) tidak ambil (hak), jadi dibiarkan terdilusi," kata Wahyu ketika ditemui usai RUPSLB.

Jika dihitung, pemerintah nantinya hanya akan mengempit 70% saham setelah Kimia Farma menggelar rights issue.  Meski begitu, Wahyu mengatakan bisa saja yang mengambil hak rights issue Kimia Farma adalah perusahaan farmasi pelat merah lain.

(Baca: Kimia Farma Ganti Dirut Persiapan Terbentuknya Holding BUMN Farmasi)

Saat ini, pemerintah tengah memproses pembentukan induk usaha (holding)  BUMN farmasi, yaitu PT Bio Farma (Persero).

"Ini kan sebenarnya antisipasi holding. Sebentar lagi kalau Peraturan Pemerintah (PP) ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo, baru efektif berlaku," kata Wahyu menjelaskan. Meski begitu, dia mengaku masih berdiskusi secara internal terkait dengan kemungkinan pemerintah mengambil haknya tersebut.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Utama Bio Farma yang baru, Honesti Basyir mengatakan, masih belum tahu akan mengambil hak tersebut atau tidak karena masih menunggu keputusan pemerintah terkait rights issue.

Jika pemerintah memutuskan untuk Bio Farma mengambil haknya dalam rights issue Kimia Farma, tidak perlu penyuntikan PMN dari pemerintah lagi. "Nanti, kepemilikan pemerintah diinbrengkan ke Bio Farma. Sehingga tidak perlu PMN, kalau seandainya kami dimandatkan untuk mempertahankan kepemilikan pemerintah di Kimia Farma," kata Honesti.

(Baca: BPK Temukan Pemborosan pada PLN Rp 274,19 Miliar)

Dia memastikan, Bio Farma masih memiliki banyak ruang untuk mendapatkan utang jangka panjang dari sindikasi perbankan. Beberapa opsi lain pendanaan dalam mempertahankan kepemilikan saham di Kimia Farma lainnya, yaitu dengan menerbitkan Medium Term Notes (MTN) atau pun obligasi.

Meski begitu, Honesti menilai terdilusinya kepemilikan pemerintah di Kimia Farma bukan sesuatu yang buruk karena masih menjadi pemegang saham mayoritas. Selain itu, saham yang dimiliki publik menjadi lebih banyak.

"Artinya masih ada sekitar 30% saham yang floating di publik yang bagus untuk dinamika saham. Kecuali, kalau terdilusinya menjadi di bawah 50% baru bermasalah," kata Honesti.

Sebelumnya, Direktur Keuangan Bio Farma, yang saat dihubungi masih menjabat sebagai Direktur Keuangan Kimia Farma, I.G.N. Suharta Wijaya pernah memperkirakan, dana segar yang diraup Kimia Farma dari Rights Issue ini mencapai Rp 3 triliun, meski saat itu prospektus dan perhitungan dengan lebih cermat masih dilakukan.

Reporter: Ihya Ulum Aldin