Kondisi ekonomi global tiga bulan ke depan menjadi kekhawatiran utama investor institusi yang berinvestasi di pasar modal. Kondisi tersebut tercermin dari Katadata Investor Confidence Index (KICI) triwulan II 2019 yang diluncurkan oleh Katadata Insight Center (KIC) pada Kamis ini (25/7).
KICI atau indeks keyakinan investor disusun berdasarkan survei terhadap 260 orang pengelola dana di tiga kelompok investor institusi, yakni manajer investasi, dana pensiun, dan asuransi. Ketiganya secaara total mengelola dana mencapai lebih dari Rp 700 triliun. Survei dilakukan melalui wawancara telepon dan email pada periode 24 Juni hingga 2 Juli 2019.
Menurut hasil survei, investor institusi paling mengkhawatirkan dampak perang dagang antara Amerika Serikat dengan Tiongkok terhadap ekonomi global. Kondisi tersebut tercermin dari naiknya persentase investor yang menyatakan khawatir dengan ekonomi global menjadi 47% pada triwulan II 2019 dari sebelumnya hanya 30%.
(Baca: KICI: Investor Optimis Kondisi Ekonomi dan Pasar Uang di Kuartal 3)
Tidak hanya itu, kondisi ekonomi saat ini juga menjadi salah satu faktor yang menjadi kekhawatiran investor institusi, tercermin dari Indeks Situasi Sekarang yang merupakan salah satu komponen pembentuk KICI. Rentang skala KICI berkisar antara 0 (nol) - 99 yang menunjukkan investor pesimis, 100 netral, dan 101 - hingga nilai maksimal 200 artinya investor sangat optimistis dengan kondisi pasar.
Tercatat investor institusi menurunkan Indeks Situasi Sekarang sebesar 7,4 poin menjadi di skala 145,1, dibandingkan triwulan I 2019 lalu yang berada di skala 152,5. Penurunan Indeks Situasi Sekarang disebabkan oleh menurunnya penilaian investor institusi terhadap kondisi pasar modal yang memang mengalami gejolak pada triwulan II 2019.
Hal itu lantaran memanasnya tensi perang dagang antara Amerika Serikat (AS)-Tiongkok, serta meningkatnya tensi geopolitik AS-Iran di Timur Tengah. Alhasil, investor institusi memberikan penilaian yang menurun terhadap kondisi ekonomi global.
Kondisi perang dagang memanas setelah Tiongkok melanggar perjanjian yang telah disepakati dengan AS. Namun saat ini proses perundingan dimulai kembali, setelah Presiden AS Donald Trump dan Presiden Tiongkok Xi Jinping bertemu di ajang KTT G20 di Osaka, Jepang, akhir Juni lalu.
(Baca: Katadata Investor Index: Investor Puas dengan Kinerja Pemerintah)
Dilansir dari Reuters, pemerintah kedua negara ekonomi terbesar dunia itu saling mengenakan tarif miliaran dolar untuk impor. Hal itu, mengganggu rantai pasokan global dan mengguncang pasar keuangan karena Tiongkok melakukan bisnis dengan negara-negara lain di dunia.
Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin dan Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer dijadwalkan akan bertemu dengan Wakil Perdana Menteri Tiongkok Liu He untuk pembicaraan di Shanghai mulai 30 Juli. Pembicaraan ini menjadi awal setelah pada Mei lalu Tiongkok mengingkari perjanjian yang telah dibuat dalam negosiasi sebelumnya.
"Akan ada beberapa pertemuan lagi sebelum kami menyelesaikan transaksi," kata Mnuchin kepada wartawan di Gedung Putih, Rabu (24/7) seperti dilansir dari Reuters. Mnuchin menambahkan, meski tidak berharap dapat menyelesaikan semua masalah, namun arahan kedua pemimpin negara untuk kembali berunding, merupakan sesuatu yang penting.
(Baca: Survei KICI: Investor Ingin Menteri Ekonomi Jokowi dari Profesional)