PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR) memastikan, dana dari penambahan saham baru melalui skema Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) atau rights issue, bakal masuk akhir bulan ini. Adapun, dana yang masuk dari aksi korporasi ini jumlahnya mencapai Rp 11,23 triliun.
CEO Lippo Karawaci John Riady mengatakan, minggu lalu, mereka telah mendapatkan surat efektif dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait rights issue tersebut. "Sudah mendapatkan lampu hijau. Harusnya dananya mungkin semua masuk sekitar tanggal 26-28 Juni," kata John ketika menggelar halal bihalal bersama media di Jakarta, Kamis (20/6).
Lippo Karawaci menawarkan sebanyak-banyaknya 47,8 miliar saham biasa dengan harga pelaksanaan senilai Rp 235 per saham untuk rencana aksi korporasi itu. Jumlah sahamnya setara dengan 67,74% dari modal ditempatkan dan disetor penuh setelah rights issue. Setiap kepemilikan 10 saham akan mendapatkan jatah 21 saham HMETD.
John memastikan, dana yang masuk tersebut, tidak akan kurang dari Rp 11,23 triliun karena sebelum mendapatkan pernyataan efektif dari OJK, harus ada bukti pendanaan. "Jadi, OJK mau melihat, dananya itu sudah ada apa belum. Kemungkinan bahwa di bawah (Rp 11,23 triliun), tidak akan terjadi," kata John.
(Baca: Lippo Karawaci Akan Tuntaskan 4 Tower Meikarta, Serah Terima Tahun Ini)
Aksi korporasi itu akan menarik masuknya dua investor baru, yakni George Raymond Zage III melalui Tiga Investments Pte Ltd dan Chow Tai Fook Nominee Limited melalui anak usahanya Swift Hunter Limited.
Penerbitan rights issue tersebut merupakan bagian dari pendanaan dengan total senilai US$ 1,01 miliar (Rp 14,5 triliun). Langkah-langkah ini akan menjadi penyelamat kondisi perusahaan yang tengah terbelit beban utang dan ketatnya likuiditas. Selain rights issue, mereka juga bakal menjual beberapa aset miliknya.
Strategi Lippo Keluar dari Jerat Utang
John memastikan, penggunaan dana tersebut masih sesuai dengan rencana perusahaan yang telah dipublikasikan beberapa bulan lalu. Rencananya, guyuran dana dari rights issue dan penjualan aset tersebut akan meningkatkan likuiditas perusahaan yang tertekan sejak kuartal ketiga 2018. Perusahaan juga menyiapkan sederet rencana untuk mengurangi beban utang.
Pertama, perusahaan menyisihkan dana US$ 150 juta atau Rp 2,17 triliun untuk tender offer pembelian kembali (buyback) obligasi yang akan jatuh tempo April 2022 dan Oktober 2026. Perseroan juga mengalokasikan US$ 125 juta atau Rp 1,8 triliun untuk melunasi utang yang akan jatuh tempo pada 2019 dan 2020.
(Baca: Lippo Cikarang Targetkan Penjualan Rp 1 Triliun Tahun Ini)
Kedua, perusahaan akan memakai dana sebesar US$ 315 juta atau Rp 4,57 triliun untuk membayar beban bunga dan dukungan pendapatan Real Estate Investment Trusts (REITs) yang harus dikeluarkan hingga 2020 dan modal kerja perusahaan pada 2019-2020.
Ketiga, Lippo Karawaci akan menggunakan US$ 100 juta atau Rp 1,45 triliun dari dana itu untuk meneruskan proyek-proyek yang sedang berjalan. Ada delapan proyek utama LPKR, yakni Holland Village, Millenium Village, Monaco Bay Residences, St Moritz Makassar, Perkantoran Kemang, Embarcadero, perkantoran Lippo Thamrin, dan Holland Village Manado.
Keempat, perusahaan akan menggunakan dana sebesar US$ 200 juta atau Rp 2,9 triliun untuk melanjutkan proyek Meikarta melalui rights issue PT Lippo Cikarang Tbk (LPCK). Masih ada infrastruktur dan sejumlah fasilitas yang akan dibangun di Meikarta, dari pusat perbelanjaan, rumah sakit, hingga pusat keuangan dan teknologi.
Meski laporan keuangan PT Mahkota Sentosa Utama (MSU), pengembang kawasan Meikarta, tidak dikonsolidasikan lagi dalam laporan keuangan LPCK sejak Mei 2018, proyek tersebut tetap berada dalam naungan Grup Lippo.
Kelima, dana sebesar US$ 120 juta atau Rp 1,74 triliun untuk membayar biaya-biaya terkait penjualan aset Lippo Mall Puri. Setengahnya dibayarkan untuk pajak transaksi dan kewajiban sewa REITs. Sisanya digunakan untuk mempertahankan kepemilikan saham Lippo Karawaci di LMIRT sebesar 30,7%.
(Baca: Langkah Pamungkas Grup Lippo Keluar dari Masalah Utang dan Likuiditas)