PT Vale Indonesia Tbk. menganggarkan belanja modal alas capital expenditure (capex) tahun ini sebesar US$ 165 juta atau sekitar Rp 2,34 triliun (kurs Rp 14.200 per dolar). Capex perusahaan tahun ini jauh lebih besar dari yang dianggarkan tahun lalu senilai US$ 83 juta atau sekitar Rp 1,18 triliun.
Direktur Vale Indonesia Bernardus Irmanto menjelaskan bahwa belanja modal tersebut akan dipakai untuk pengembangan pabrik pemurnian feronikel (smelter) mereka di Bahadopi, Sulawesi Tengah dan smelter nikel di Pomalaa, Sulawesi Tenggara. Saat ini, dua proyek smelter tersebut sudah masuk dalam proses negosiasi final.
Bernandus mengatakan, sudah ada dua calon partner dari Tiongkok untuk proyek smelter di Bahadopi. Sementara untuk smelter di Pomalaa, kemungkinan mereka menggandeng Jepang. Untuk kepemilikan smelter di Pomalaa, Vale ingin minimal 20 - 30 %. Adapun untuk smelter di Bahadopi, Vale ingin menjadi mayoritas.
"Rencananya kuartal II-2019 sudah ada kesepakatan prinsipal dan diumumkan partner yang terpilih siapa," kata Bernardus ketika ditemui usai rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST) Vale Indonesia di Financial Club, Jakarta, Selasa (2/4).
(Baca: Vale Ungkap Pembangunan Smelter Jadi Tantangan Industri Tambang)
Menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2017, pembangunan smelter harus dilakukan dalam jangka waktu lima tahun setelah aturan berlaku. Kalau perusahaan tidak melakukan kemajuan atau progress, pemerintah dapat menghentikan izin ekspornya.
Untuk memenuhi capex perusahaan yang besar tahun ini, Vale berencana untuk menggunakan kas internal. Sehingga, mereka memutuskan untuk tidak membagikan dividen dari keuntungan yang diperoleh pada tahun buku 2018 yang tercatat sebesar US$ 60,51 juta, setelah pada 2017 mereka mencatatkan rugi bersih US$ 15,27 juta.
Dengan pertimbangan utama mereka soal kondisi kas tersebut, mereka menyampaikan kepada pemegang saham dalam RUPST untuk mencadangan seluruh keuntungan mereka tahun lalu. (Baca: Laba Vale Tahun 2018 Meningkat Terdongkrak Harga Komoditas)
"Pertimbangan utama, karena kondisi kas yang dicadangakan di 2019 butuh capital yang cukup besar. Kita mengharapkan proses partnership pembangunan smelter selesai, sehingga pencadangan dana 2018 untuk proyek tersebut," kata Bernandus menambahkan.
Kenaikan laba bersih Vale pada 2018 didorong oleh peningkatan harga realisasi nikel pada saat pengiriman serta efisiensi biaya produksi. Adapun, harga realisasi rata-rata pengiriman nikel dalam matte sebesar US$ 10.272 per ton, atau naik dari periode 2017 yaitu US$ 8.106 per ton. Alhasil, penjualan Vale tahun 2018 mencapai US$ 776,9 juta atau meningkat 23% dari periode 2017.