Bursa Efek Indonesia (BEI) berhasil mencatatkan 50 perusahaan yang melakukan penawaran saham perdana atau Initial Public Offering (IPO) sejak awal tahun hingga Jumat (9/11). Ini merupakan rekor IPO terbanyak sejak privatisasi Bursa pada 1992 dan melampaui rekor pencatatan emiten baru pada tahun lalu yang sebanyak 38 perusahaan.
"Kami berharap akan semakin banyak perusahaan mencatatkan efeknya sebagai pilihan untuk pendanaan jangka panjang sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan perusahaan," kata Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna di Gedung BEI, Jakarta, Jumat (9/11).
Perusahaan ke-50 yang mencatatkan sahamnya di pasar modal adalah PT Dewata Freightinternational Tbk (DEAL). Nyoman optimis, jumlah perusahaan tercatat sepanjang tahun ini bisa terus bertambah. Saat ini masih ada 14 perusahaan potensial pada pipeline pencatatan BEI. PT Pool Advista Finance akan menjadi emiten ke-51 yang melantai di BEI pada 14 November mendatang.
Pencapaian BEI ini tidak lepas dari dukungan Pemerintah yang menciptakan iklim ekonomi yang kondusif serta dukungan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang memicu perusahaan memanfaatkan pasar modal dalam pengembangan usaha. BEI senantiasa berkomitmen untuk mendorong peningkatan jumlah emiten dengan berbagai upaya. Strategi BEI adalah berinteraksi dan mendatangi langsung kantong-kantong wirausahawan (entrepreneur) di berbagai daerah di Indonesia.
Nyoman mengatakan, sepanjang tahun ini BEI telah melakukan one-on-one meeting dengan sekitar 350 perusahaan, baik swasta, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), maupun entitas anak perusahaan. BEI juga memiliki berbagai rencana workshop go public dan one-on-one meeting dengan perusahaan di berbagai daerah di Indonesia.
(Baca: Pasca IPO, Dewata Freightinternational Suntik Modal Anak Usaha Rp 16 M)
Peran 30 Kantor Perwakilan BEI di seluruh Indonesia juga dinilai penting karena mereka aktif memberikan edukasi kepada perusahaan dengan mengunjungi dan berdiskusi mengenai mekanisme dan manfaat go public melalui kantor perwakilan BEI. Kantor Perwakilan ini diharapkan dapat mempermudah akses BEI ke perusahaan di seluruh Indonesia.
Surat Berharga
Berdasarkan data BEI, penerbitan surat berharga tahun ini juga marak. Hingga awal November 2018, sudah terbit 79 obligasi dan sukuk dengan total nilai emisi Rp 97,24 triliun. Selain itu, penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) mencapai Rp 173,78 triliun dan Exchange Traded Fund (ETF) sebanyak 8 delapan Kontrak Investasi Kolektif dengan total nilai awal penerbitan sebesar Rp 53,9 miliar. Terakhir, ada tiga Efek Beragun Aset (EBA) dengan total nilai awal penerbitan sebesar Rp 3,62 triliun.
BEI juga sedang menyusunan regulasi baru untuk membuka kesempatan bagi perusahaan rintisan (startup) dan perusahaan dengan aset skala kecil dan menengah (UKM) melalui peluncuran papan akselerasi.
Regulasi baru lainnya yang disiapkan BEI adalah aturan yang akan mempermudah proses pencatatan perusahaan di sektor pertambangan mineral dan batu bara, perkebunan, energi terbarukan (renewable energy), serta pertambangan minyak dan gas bumi. Konsep peraturan ini dirancang dengan memperhatikan kebutuhan pasar yang membutuhkan pendanaan dalam tahap awal (earlier stage).
Nyoman berharap, semakin banyak perusahaan yang tertarik mencatatkan efek di BEI. Dengan demikian, investor akan memiliki pilihan instrumen investasi yang beragam, perusahaan dapat mengakselerasi pertumbuhan dengan tambahan dana yang didapatkan, dan pada akhirnya mendorong pertumbuhan perekonomian Indonesia.
(Baca: Saham Emiten Kakap Tertekan Aksi Jual di Sesi I, IHSG Anjlok 1,45%)