Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat pada hari ini di level 5.957, menguat 26,4 poin atau 0,45%. Dalam seminggu, indeks mengalami penguatan 0,44% dibanding pada penutupan akhir minggu lalu di level 5.931.
Menguatnya IHSG di akhir minggu ini, dikatakan oleh Analis Binaartha Sekuritas Muhammad Nafan Aji, karena pelaku pasar sudah mengantisipasi perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan Tiongkok. Padahal, awal minggu ini perang dagang menjadi faktor eksternal yang membuat indeks berada di zona merah.
"Pada awal pekan lalu, IHSG mengalami pelemahan. Secara eksternal, adapun rencana Presiden Trump mempertahankan rencananya memberlakukan tarif terhadap barang-barang impor Tiongkok senilai US$ 200 miliar turut menekan indeks," kata Nafan kepada katadata.co.id, Jumat (21/9).
Selain itu, faktor geopolitik dan keamanan yang terjadi di Semenanjung Korea sudah relatif stabil ketika Korea Selatan dan Korea Utara melaksanakan pertemuan bilateral di Pyongyang. Di sisi lain, Nafan menilai, menguatnya harga-harga komoditas global juga menjadikan sentimen positif tambahan. Ditambah lagi, minimnya sentimen kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral AS The Fed, akibat hasil dari data makroekonomi AS.
"Dengan demikian indeks dalam skala global rata-rata mengalami penguatan, sehingga memberikan katalis positif bagi penguatan IHSG khususnya," katanya.
(Baca: Aksi Jual Bersih Saham Sepekan Lalu Mencapai Rp 1,03 Triliun)
Dalam seminggu terakhir, indeks pasar saham di Asia juga berada di zona hijau. Seperti Nikkei 225 Index (Tokyo) yang dalam seminggu menguat 3,3% menjadi di level 23.869. Hang Seng Index (Hong Kong) ditutup menguat 2,4% menjadi 27.953. Shanghai Composite Index (Shanghai) menguat 4,32% menjadi 2.797. Strait Times Index (Singapura) menguat 1,39% menjadi 3.217. Korea Stock Exchange KOSPI Index (Korea Selatan) menguat 0,9% menjadi 2.339 dalam seminggu terakhir.
Berdasarkan data dari RTI, investor asing mencatatkan aksi beli pada minggu ini di pasar reguler sebesar Rp 1,2 triliun. Sedangkan, hari ini, asing melakukan aksi beli mencapai Rp 1,13 triliun.
Menurut Nafan, hal itu karena secara internal, para pelaku pasar mengapresiasi peran pemerintah bersama stakeholder dalam menjaga stabilitas fundamental makroekonomi domestik yang inklusif dan berkesinambungan ditengah-tengah ketidakpastian global.
(Baca juga: OJK: Investor Saham Tak Khawatir Pelemahan Rupiah)
Selain itu, pelemahan mata uang dolar AS pada mayoritas mata uang utama dan emerging market menjadi faktor utama munculnya optimisme investor di Asia yang membuat investor melakukan aksi beli, khususnya pada hari ini.
Analis Reliance Sekuritas Indonesia Lanjar Nafi mengatakan sentimen negatif dari eksternal bisa terjadi pada perdagangan pasar saham pekan depan. Beberapa diantaranya, keputusan The Fed mengenai suku bunga hingga proyeksi ekonomi AS sebagai trigger ekonomi global.
"Dari dalam negeri pun akan terfokus pada data pertumbuhan pinjaman dan suku bunga AS merespon kenaikan suku bunga The Fed," kata Lanjar.
Secara teknikal, diperkirakan IHSG akan bergerak terbatas menguji level psikologis 6.000. Namun, cenderung melemah pada pekan depan dengan range pergerakan 5.780-6.000. Sedangkan, pergerakan awal pekan akan berada pada range pergerakan 5.930-6.000.
(Baca: Saham Sektor Keuangan Terus Tertekan, IHSG Turun 0,35%)