Kekhawatiran seputar dampak perang dagang ke ekonomi dunia kembali berkembang seiring data pertumbuhan ekonomi Tiongkok yang melambat pada kuartal II ke level 6,7%. Pertumbuhan ekonomi Tiongkok tersebut merupakan yang terlambat sejak 2016. Para analis menyebut isu seputar dampak perang dagang juga paling disoroti pelaku pasar saham saat ini.

Pada perdagangan di awal pekan ini, indeks CSI di Tiongkok turun 0,59%. Sementara itu, indeks di bursa Asia lainnya bergerak mixed. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) termasuk yang terkoreksi yaitu sebesar 0,65% ke level 5905, setelah sepekan sebelumnya cenderung mengalami penguatan.

Beberapa indeks Asia lainnya yang terkoreksi seperti Strait Times di Singapura dan Kospi di Korea Selatan yaitu masing-masing 0,8% dan 0,39%. Saat berita ini ditulis, indeks di pasar saham Eropa berada di zona merah, dengan Euro Stoxx 50 Pr turun 0,19%.

Di sisi lain, sebelumnya, indeks di bursa Amerika Serikat (AS) tercatat masih positif. Dow Jones naik 0,38%, sementara itu S&P 500 naik tipis 0,11%, begitu juga Nasdaq 0,03% dan NYSE 0,06%.

Strategist di Peel Hunt Ian William mengatakan, perlambatan ekonomi Tiongkok sudah diantisipasi pelaku pasar sehingga tidak ada aksi jual yang berlebihan. Saat ini, pelaku pasar tengah menanti data-data kinerja perusahaan untuk mendapatkan gambaran yang lebih baik mengenai kondisi makro ekonomi.

“Terlepas dari semua kebisingan seputar Tiongkok dan Trump, Anda akan mendapatkan indikasi nyata dari kesehatan makro ekonomi jauh lebih banyak dari manajemen perusahaan. Saya kira itulah yang akan menjadi fokus untuk dua hingga tiga minggu ke depan," kata William seperti dikutip Reuters, Senin (16/7).

(Baca juga: Mayoritas Negara Berkembang Asia Diramal Tak Alami Percepatan Ekonomi)

Sementara itu, Analis Binaartha Sekuritas Muhammad Nafan Aji menjelaskan sentimen global memang masih jadi faktor yang paling memengaruhi pergerakan di pasar saham. Menurut dia, selain pelambatan ekonomi Tiongkok, data lainnya yang tengah jadi sorotan pelaku pasar yakni kinerja penjualan retail di AS yang kemungkinan turun.

“Sentimen negatif tersebut (kinerja penjualan retail AS) memberikan dampak pada pelemahan pada IHSG untuk hari ini khususnya,” kata dia kepada Katadata.co.id. Di sisi lain, data neraca dagang Indonesia yang berbalik surplus pada Juni meski secara semesteran defisit dinilainya tak memengaruhi pergerakan di pasar saham domestik.

Pendapat senada disampaikan Analis Narada Aset Manajemen Kiswoyo Adi Joe. Menurut dia, pergerakan di pasar saham domestik lebih disebabkan faktor global. Namun, ia menilai koreksi IHSG masih sehat, mengingat IHSG menguat total 5,5% sepanjang pekan lalu.

Ia pun menyebut ada dua hal yang sangat memengaruhi laju IHSG yaitu Indeks Down Jones Future (DJIF) dan kurs rupiah. “Kalau Dow Jones postif, rupiah menguat, IHSG menguat. Itu faktor utamanya,” kata dia.

Adapun pada awal pekan ini, DJIF menguat 0,04% menjadi 25.015 poin, namun mengacu pada data Bloomberg, nilai tukar rupiah melemah 0,11% ke level 14.394 per dolar AS. Maka itu, ia menilai wajar ada koreksi.