Perusahaan rintisan (startup) yang bergerak di sektor e-commerce Online-to-Offline (O2O), PT Kioson Komersial Indonesia (Kioson), resmi menawarkan saham perdana (initial public offering/IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI). Harga saham Kioson yang melonjak 50% menyebabkan terkena auto rejection atau penolakan otomatis. Analis menilai investasi di perusahaan startup yang belum menguntungkan seperti Kioson ini cukup berisiko.
Dalam penawaran perdananya, Kioson melepas sebanyak 150 juta atau setara dengan 23,07% dari modal sisetor dan ditempatkan perseroan. Kioson dengan kode saham KIOS berhasil meraup dana segar sebesar Rp 45 miliar dengan PT Sinarmas Sekuritas sebagai penjamin pelaksana emisi efek.
Berdasarkan pemantauan Katadata, sesaat setelah pembukaan perdagangan, saham KIOS dengan harga perdana Rp 300 naik 50% atau Rp 150 per lembar menjadi Rp 450 per lembar. Alhasil, saham startup ini langsung terkena auto rejection akibat dari kenaikannya yang menyentuh batas tertinggi per harinya.
Bursa menetapkan kenaikan saham tertinggi per harinya adalah 25%. Namun, di hari pertama IPO, saham emiten baru dapat naik hingga 50% sebelum terkena auto rejection. Akan tetapi, untuk hari selanjutnya, saham Kioson akan terkena auto rejection apabila naik sampai 25%.
Analis Investa Saran Mandiri Hans Kwee mengatakan, pihak BEI memang membuka diri bagi perusahaan rintisan ini untuk bisa melakukan IPO meskipun masih mengalami kerugian. Namun, hal tersebut menyebabkan investor harus memahami bahwa investasi di startup ini merupakan langkah yang cukup berisiko.
Selain alasan perusahaan masih membukukan kerugian, risiko lain juga datang dari persaingan antar startup yang semakin ketat. Hans mengatakan, biasanya hanya akan ada satu pemenang di antara startup yang ada, terutama yang memiliki lini bisnis yang sama.
"Jadi ini investasi yang berisiko bagi investor. Hanya menunggu waktu saja siapa yang akan menjadi pemenang," ujar Hans saat dihubungi Katadata, Jakarta, Kamis (5/10).
Memiliki pandangan yang sama, Analis Binaartha Sekuritas Muhammad Naufan Aji menuturkan, melakukan investasi di startup yang masih mengalami kerugian seperti Kioson ini memiliki tingkat risiko yang lebih tinggi dibanding perusahaan umumnya. Hal ini terlihat dari sisi fundamentalnya, emiten berkode saham KIOS ini mengalami kerugian Rp 11,3 miliar sepanjang tahun 2016.
Selain itu, persaingan dalam e-commerce saat ini masih sangat kompetitif karena terdapat beberapa kompetitor yang memiliki kondisi yang lebih baik dan sudah hadir di market seperti Kudo dengan ditopang perusahaan digital raksasa Grab maupun Paytren, sehingga tantangan ke depannya semakin besar bagi Kioson,
"Apalagi jumlah hutang tercatat Rp 36,9 miliar, padahal jumlah asetnya adalah Rp 35,7 miliar, sehingga wajar jumlah ekuitas emiten KIOS tercatat negatif Rp 1,2 miliar," ujar Naufan.
Untuk itu, Naufan melihat, investor hendaknya perlu wait and see terhadap perkembangan kinerja fundamental Kioson ke depannya. Adapun, kenaikan saham Kioson hari ini diperkirakan akan berlangsung sementara karena hal ini merupakan sentimen positif dari adanya IPO tersebut, sehingga animo investor cukup tinggi.
Sebagai startup pertama yang melantai di bursa, Kioson menjadi emiten ke-24 di tahun ini dan ke-558 dari total keseluruhan emiten yang tercatat di BEI. Direktur Utama Kioson Jasin Halim mengatakan Kioson berencana menggunakan 75,95% dana IPO untuk mengakuisisi PT Narindo Solusi, perusahaan agregator e-voucher yang telah memiliki banyak pelanggan dari perusahaan e-commerce besar. Narindo sendiri diklaim memiliki pendapatan sekitar Rp 400 miliar sampai dengan April 2017 ini.
Di tahun 2018, Narindo ditargetkan dapat memperoleh pendapatan sebesar Rp 2 triliun. Adapun, rencana akuisisi ini akan dilangsungkan pada pekan depan. Dengan demikian, jaringan Kioson di daerah pun akan semakin kuat dan profitabilitas Narindo dapat memperkuat bottom line Kioson itu sendiri.