Harga Naik 50%, Saham E-Commerce Kioson Dinilai Berisiko

Kioson
Direksi dan manajemen Kioson saat IPO di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Kamis (5/10).
Penulis: Miftah Ardhian
Editor: Yuliawati
5/10/2017, 20.16 WIB

Perusahaan rintisan (startup) yang bergerak di sektor e-commerce Online-to-Offline (O2O), PT Kioson Komersial Indonesia (Kioson), resmi menawarkan saham perdana (initial public offering/IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI). Harga saham Kioson yang melonjak 50% menyebabkan terkena auto rejection atau penolakan otomatis. Analis menilai investasi di perusahaan startup yang belum menguntungkan seperti Kioson ini cukup berisiko.

Dalam penawaran perdananya, Kioson melepas sebanyak 150 juta atau setara dengan 23,07% dari modal sisetor dan ditempatkan perseroan. Kioson dengan kode saham KIOS berhasil meraup dana segar sebesar Rp 45 miliar dengan PT Sinarmas Sekuritas sebagai penjamin pelaksana emisi efek.

Berdasarkan pemantauan Katadata, sesaat setelah pembukaan perdagangan, saham KIOS dengan harga perdana Rp 300 naik 50% atau Rp 150 per lembar menjadi Rp 450 per lembar. Alhasil, saham startup ini langsung terkena auto rejection akibat dari kenaikannya yang menyentuh batas tertinggi per harinya.

Bursa menetapkan kenaikan saham tertinggi per harinya adalah 25%. Namun, di hari pertama IPO, saham emiten baru dapat naik hingga 50% sebelum terkena auto rejection. Akan tetapi, untuk hari selanjutnya, saham Kioson akan terkena auto rejection apabila naik sampai 25%.

Analis Investa Saran Mandiri Hans Kwee mengatakan, pihak BEI memang membuka diri bagi perusahaan rintisan ini untuk bisa melakukan IPO meskipun masih mengalami kerugian. Namun, hal tersebut menyebabkan investor harus memahami bahwa investasi di startup ini merupakan langkah yang cukup berisiko.

Selain alasan perusahaan masih membukukan kerugian, risiko lain juga datang dari persaingan antar startup yang semakin ketat. Hans mengatakan, biasanya hanya akan ada satu pemenang di antara startup yang ada, terutama yang memiliki lini bisnis yang sama.

"Jadi ini investasi yang berisiko bagi investor. Hanya menunggu waktu saja siapa yang akan menjadi pemenang," ujar Hans saat dihubungi Katadata, Jakarta, Kamis (5/10).

Halaman:
Reporter: Miftah Ardhian