Indeks harga saham gabungan (IHSG) ditutup anjlok hingga 1,18% menyentuh level 5.100,86 pada perdagangan Selasa (15/9). Pelemahan ini salah satunya disebabkan investor yang menjual portofolio sahamnya dengan nilai jual bersih mencapai Rp 1,11 triliun di seluruh pasar, baik pasar reguler maupun negosiasi dan tunai.
Berdasarkan data RTI Infokom, saham-saham dengan nilai kapitalisasi pasar besar dilepas oleh investor asing pada perdagangan hari ini. Terbesar yaitu PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dengan nilai jual bersih Rp 585,33 miliar. Saham bank yang berafiliasi dengan Grup Djarum ditutup turun 3,14% di harga Rp 29.300 per saham.
Perusahaan lain yang dilego oleh asing adalah PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dengan nilai jual bersih Rp 120,9 miliar. Saham bank milik pemerintah ini pun harus ditutup anjlok hingga 3,2% dibandingkan harga kemarin, menyentuh harga Rp 3.330 per saham.
Selain itu, saham PT Astra International Tbk (ASII) juga dilepas asing dengan nilai jual bersih Rp 71,79 miliar. Namun, sahamnya mampu ditutup di zona hijau dengan menguat 0,63% menjadi di harga Rp 4.820 per saham.
Saham yang juga dilepas asing PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) senilai Rp 66,88 miliar, di mana membuat saham BBNI ditutup turun 2,18% di level Rp 4.940 per saham. Saham PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) juga dilego asing senilai Rp 51,73 miliar yang membuat sahamnya ditutup turun hingga 2,08 miliar.
Meski begitu, investor asing tercatat memborong saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) dengan nilai beli bersih Rp 118,22 miliar, meski saham BMRI ditutup turun 1,3% menyentuh harga Rp 5.675 per saham. Saham PT Bukit Asam Tbk (PTBA) juga dibeli asing dengan nilai Rp 150,2 miliar, tapi sahamnya ditutup tidak mengalami perubahan harga di Rp 2.050 per saham.
Direktur Riset dan Investasi Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus mengatakan bahwa kaburnya asing ini salah satunya disebabkan oleh prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia yang turun. "PSBB Jilid II yang diberlakukan di DKI Jakarta juga berpengaruh," kata Nico kepada Katadata.co.id.
Ia menilai bahwa sebenarnya investor asing ini memindahkan portofolio sahamnya di dalam negeri untuk sementara waktu saja. Khususnya portofolio di negara emerging market yang memiliki tingkat resiko lebih besar.
Hal senada juga dikatakan oleh analis Panin Sekuritas William Hartanto yang menilai bahwa asing memilih melakukan penjualan karena sentimen PSBB. "Karena investor asing tidak sudah dengan ketidakpastian saat ini," kata William.
Saham Properti Menguat
Total saham yang diperdagangkan pada hari ini sebanyak 13,94 miliar unit saham dengan nilai transaksi mencapai Rp 8,01 triliun. Penurunan indeks sejalan dengan mayoritas saham, yaitu 296 yang ditutup turun. Sementara hanya 133 saham yang ditutup naik.
Sektor yang menjadi pemberat indeks pada ahri ini adalah sektor finansial yang turun hingga 2,14%. Dimana saham-saham bank dilepas oleh investor asing dan ditutup turun seperti yang dijelaskan sebelumnya.
Sementara, di tengah anjloknya IHSG, saham sektor properti masih mampu ditutup menguat hingga 2,53%. Reli kenaikan saham PT Pollux Properti Indonesia Tbk (POLL) yang meroket 14,11% menyentuh harga Rp 9.100 per saham. Padahal, saham di sektor properti banyak yang ditutup di zona merah.
Seperti saham PT Pakuwon Jati Tbk (PWON) yang ditutup turun hingga 1,58% di harga Rp 374 per saham. Begitu pula dengan saham PT Ciputra Development Tbk (CTRA) juga ditutup turun 1,44% menyentuh harga Rp 685 per saham.
Analis Artha Sekuritas Indonesia Dennies Christoper Jordan menilai bahwa kondisi penurunan di pasar saham hari ini disebabkan oleh investor yang cenderung melakukan aksi ambil untung. "Ini dilakukan jelang penetapan suku bunga bank sentral Amerika Serikat The Fed dan Bank Indonesia," katanya dalam riset tertulisnya hari ini.
Kepala Riset Reliance Sekuritas Indonesia Lanjar Nafi menjelaskan lebih lanjut bahwa investor menunggu keputusan kebijakan The Fed untuk mengukur prospek pasar menyusul penurunan sekitar 2% pada saham global bulan ini. "The Fed diperkirakan akan mempertahankan sikap dovish-nya setelah sebelumnya mengatakan akan beralih ke pendekatan inflasi yang lebih santai," kata Lanjar.
Sentimen lainnya datang dari dalam negeri, di mana posisi neraca perdagangan berkurang menjadi US$ 2,33 miliar dari US$ 3,24 miliar. Pengurangan neraca dagang tersebut disebabkan jumlah impor melebihi nilai ekspor.