Investor Saham Tak Menuai Berkah dari Emiten Rumah Sakit saat Pandemi
Kinerja saham emiten-emiten pengelola rumah sakit di Bursa Efek Indonesia selama enam bulan lebih pandemi Covid-19 menunjukkan tren negatif. Dari tujuh emiten, hanya dua emiten yang pergerakan harga sahamnya menunjukkan tren kenaikan, sisanya turun.
Penurunan jumlah pasien menjadi salah satu penyebab performa emiten rumah sakit kurang baik. Hal ini pun berpengaruh pada kinerja keuangan dan pergerakan sahamnya. Berdasarkan pemantauan Katadata sepanjang pandemi dalam enam bulan terakhir, saham lima emiten turun.
Harga saham PT Mitra Keluarga Karyasehat Tbk (MIKA) turun 4,4%, PT Royal Prima Tbk (PRIM) 18,7%, dan pengelola rumah sakit OMNI PT Sarana Meditama Metropolitan Tbk (SAME) mencatat penurunan 26,87%. Sementara harga saham pengelola rumah sakit Mayapada PT Sejahteraraya Anugrahjaya Tbk (SRAJ) 32,1% dan PT Siloam Hospital Tbk menurun hingga 32%.
Berbeda dengan PT Medialoka Hermina Tbk (MIKA) naik 7,4%. PT Metro Healthcare Indonesia Tbk (CARE), emiten rumah sakit yang baru mencatatkan sahamnya di bursa efek pada 13 Maret juga mencatatkan kenaikan harga yang signifikan. Dalam rentang enam bulan ini, harga saham CARE naik hingga 154,7%, dari Rp 139 menjadi Rp 354 per saham.
Direktur Riset dan Investasi Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus mengatakan pandemi Covid-19 membuat masyarakat takut datang ke rumah sakit. Hal ini yang membuat bisnis rumah sakit turun, diikuti dengan kinerja sahamnya. Dia juga memiliki jawaban kenapa hanya Hermina dan CARE yang harga sahamnya bisa naik, dibandingkan lima emiten lainnya.
Menurutnya, Hermina bisa lebih diminati investor, karena segmen pasarnya berbeda dengan emiten rumah sakit lain. Hermina merupakan rumah sakit ibu dan anak. "Kelahiran, dokter anak, dan kandungan ini selalu dibutuhkan dan memang bukan RS umum konteksnya ini yang membuat HEAL dapat bertahan," ujarnya kepada Katadata.co.id, Jumat (18/9).
Sebenarnya dari sisi bisnis, kesehatan merupakan salah satu sektor yang diminati, terlepas dari ada atau tidaknya corona. Sektor ini akan tetap menjadi perhatian pemerintah, terlihat dari anggaran kesehatan negara yang selalu bertambah tiap tahun. Maximilianus melihat sektor kesehatan ini masih akan menjadi salah satu sektor pilihan disamping sektor infras, perbankan, dan kosumer. Ada potensi sektor rumah sakit akan kembali menggeliat tahun depan.
"Apalagi kita masih belum tahu cara vaksin itu didistribusikan. Kalau disalurkan lewat rumah sakit, itu akan menjadi sentimen positif untuk saham-saham rumah sakit. Hal ini yang membuat sampai hari ini, kabar vaksin sangat mempengaruhi investor saham," ujarnya.
Dia memprediksi saham-saham seperti SILO dan MIKA masih menjadi pilihan. Perhatian pemerintah terhadap sektor kesehatan lebih besar setiap tahunnnya. Kalau tahun lalu primadonanya sektor infrastruktur, primadona saat ini adalah kesehatan. Satu hal yang pasti, adanya peningkatan peserta BPJS dan pengguna asuransi menjadi sebuah momen bahwa kesehatan akan kembali dan mendorong sektor rumah sakit terus tumbuh.
Dampak Pandemi Covid-19 Terhadap Emiten Rumah Sakit
Meski kinerja sahamnya naik sepanjang masa pandemi, kinerja keuangan Hermina justru turun sepanjang semester I-2020. Dalam keterbukaan informasi kepada Bursa Efek Indonesia Agustus lalu, manajemen Hermina mengaku bisnisnya terganggu dengan adanya pendemi Covid-19.
Meski begitu, dampaknya tidak sampai penghentian atau pembatasan operasional perusahaan. Bahkan, pada kondisi pandemi ini, perseroan mampu menambah jumlah karyawan sebanyak 146 orang, menjadi 12.171 orang karyawan.
Untuk menghadapi risiko penurunan jumlah pasien dan untuk menjawab kebutuhan pemerintah dan masyarakat, Hermina berupaya mendapatkan potensi peningkatan volume pasien secara maksimal. Salah satu caranya dengan menyediakan pelayanan optimal bagi pasien Covid-19.
Saat ini, terdapat enam rumah sakit dalam jaringan Hermina yang berfungsi sebagai rumah sakit rujukan untuk melayani pasien positif Covid-19. Selain itu, terdapat sekitar 300 tempat tidur khusus untuk pelayanan pasien Covid-19 berstatus PDP dan ODP dalam jaringan Hermina. Kapasitas ini akan terus bertambah seiring waktu sesuai kebutuhan.
"Dalam bulan Juni dan Juli 2020 perkembangan bisnis telah normal, ditandai dengan kembalinya jumlah pasien rawat jalan seiring dengan relaksasi PSBB," kata Manajemen Medialoka Hermina (18/8).
Berbeda dengan Hermina, bisnis Sarana Meditama Metropolitan malah terpuruk di masa pandemi. Pengelola jaringan rumah sakit Omni Hospital ini mengaku terganggu dengan adanya pandemi Covid-19. Perseroan terpaksa melakukan pengurangan karyawan dan efisiensi.
Tercatat jumlah karyawan perseroan berkurang 340 orang sepanjang tahun ini, 291 orang di antaranya terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Selain itu, terdapat 860 orang karyawan yang terkena pemotongan gaji. Pandemi juga berdampak pada pemenuhan kewajiban keuangan jangka pendek perseroan.
"Berdampak pada pemenuhan kewajiban pokok utang saja," kata Manajemen Sarana Meditama Metropolitan dalam keterbukaan informasi kepada BEI Agustus lalu. Dalam laporan keuangan semester I-2020, tercatat jumlah liabilitas jangka pendek perseroan Rp 193,72 miliar. Nilainya lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencapai Rp 225,98 miliar.
Sementara Direktur dan Sekretaris Perusahaan Mitra Keluarga Karyasehat Joyce V Handajani mengatakan dampak Covid-19 baru dirasakan perusahaan pada akhir Maret 2020 hingga kini. Jumlah kunjungan pasien rawat jalan menurun hingga 40-50% dan pasien rawat inap turun 30-35% sepanjang April-Mei. Penurunan ini karena banyaknya pasien yang menunda ke rumah sakit. Di sisi lain, sebagian dokter juga mengurangi, bahkan tidak praktek sama sekali akibat pandemi.
Dia menjelaskan semua jaringan rumah sakit Mitra Keluarga menerima dan merawat pasien Covid-19. Jumlah pasien Covid-19 yang rawat pun cukup banyak. Namun, jumlahnya belum bisa mensubtitusi penurunan jumlah pasien nonCovid-19. Berdasarkan Laporan Keuangan, pendapatan Mitra Keluarga pada semester I-2020 turun 9% dibandingkan periode yang sama tahun lalu, menjadi Rp 1,44 triliun.
Menurut Joyce, sejak Juni jumlah kunjungan pasien sudah mulai membaik. Meski angkanya belum pulih seperti angka normal, sebelum Maret. Masih ada gap 15-20% dari angka normal," kata Joyce saat paparan publik, Senin (24/8).
Mitra Keluarga belum bisa memprediksi bagaimana kinerja keuangannya hingga akhir tahun. Namun, perseroan tetap berupaya meningkatkan pendapatan di semester II. Saat ini perseroan berusaha memastikan seluruh dokternya bisa kembali praktek secara normal. Ini penting untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat agar kembali mau ke rumah sakit. Perseroan juga menyediakan fasilitas telekonsultasi dan pengantaran obat ke rumah pasien.