Bisnis Kinclong Induk Usaha Jadi Penopang IPO 12 Anak dan Cucu BUMN

ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/foc.
Karyawan berjalan di dekat layar pergerakan saham di gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Jumat (11/12/2020).
Penulis: Ihya Ulum Aldin
Editor: Yuliawati
11/2/2021, 07.00 WIB

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengatakan 8-12 perusahaan pelat merah melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) dalam beberapa tahun ke depan. Di tengah volatilitas pasar saham karena dampak pandemi Covid-19, bagaimana peluang kinerja saham BUMN di pasar modal?

Direktur Riset dan Investasi Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus mengatakan poin penting yang perlu diperhatikan yaitu fundamental dan valuasi perusahaan. "Kalau perusahaan punya bisnis bagus, market share bagus, fundamental bagus, why not? Bisa disikat langsung oleh investor," kata Nico kepada Katadata.co.id, Rabu (10/2).

Beberapa anak-cucu BUMN yang menjajaki skema penawaran umum saham perdana, sebagian besar dari induk usaha yang memiliki bisnis kinclong seperti PT Pertamina (Persero), PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM), PT Adhi Karya Tbk (ADHI), hingga PT Wijaya Karya Tbk (WIKA).

Kinerja dan bisnis yang mentereng dari induk usaha ini akan mengerek penilaian terhadap anak dan cucu usaha.  "Induk usaha akan backup," kata Nico.

Meski demikian, investor yang cermat akan tetap melihat kinerja emiten yang melantai di Bursa. Kinerja dan bisnis yang bagus dari anak-cucu BUMN memainkan peran penting untuk menarik perhatian investor di pasar modal.

"Semuanya kembali pada sejauh mana perusahaan menunjukkan kapasitas bahwa dia layak. Tanpa diiming-imingi, investor akan membeli sahamnya," kata Nico.

Direktur Penilaian Perusahaan BEI Gede Nyoman Yetna Setya menilai secara fundamental, BUMN dan anak usahanya yang sudah melantai di pasar modal mencatatkan kinerja keuangan yang baik. Sejak IPO, rata-rata perusahaan pelat merah mencatatkan kenaikan performa yang cukup signifikan dari sisi pertumbuhan aset, pendapatan, dan juga laba bersih.

Saat ini sebanyak 15 BUMN dan 21 anak BUMN yang melantai di pasar modal. Dari total emiten tersebut, terdapat lima perusahaan yang masuk dalam daftar 20 emiten dengan nilai kapitalisasi pasar terbesar di Bursa.

"Kinerja emiten BUMN juga tercermin dari valuasi perusahaan-perusahaan tersebut di pasar, di mana rata-rata perusahaan tercatat BUMN mencatatkan valuasi yang terus bertumbuh secara jangka panjang sejak IPO," kata Nyoman.

Nyoman menilai IPO BUMN bisa mendatangkan manfaat bagi berbagai pihak. Dari sisi emiten, tentu IPO dapat membantu memperoleh pendanaan yang berkelanjutan, menciptakan kemandirian perusahaan, meningkatkan profitabilitas, dan memperkuat tata kelola perusahaan.


Bagi pemerintah, semakin banyaknya perusahaan BUMN go public, diharapkan semakin meningkatkan kinerja perusahaan yang pada gilirannya akan meningkatkan kontribusi terhadap APBN dalam bentuk dividen dan pajak bagi negara.

"Sedangkan bagi pasar modal, IPO BUMN juga dapat meningkatkan likuiditas pasar modal dan menambah opsi sarana investasi bagi para investor pasar modal," kata Nyoman.

Sejauh ini IPO BUMN disambut baik investor yang tercermin dari cukup aktifnya saham-saham yang ditransaksikan oleh para investor. Sepanjang 2020 (data BEI Q1-Q3) sebesar 36,13% nilai transaksi saham di BEI berasal dari transaksi jual-beli saham perusahaan BUMN dan Anak BUMN.

"Sebagai informasi saat ini market cap saham-saham BUMN dan Anak BUMN memiliki porsi 25,8% terhadap seluruh market cap saham-saham tercatat di BEI," kata Nyoman.

Beberapa BUMN memang sudah menyampaikan niatnya untuk melantai di bursa saham. Seperti Pertamina yang rencananya melepas saham anak usahanya di pasar saham pada semester dua tahun ini. Direktur Utama Nicke Widyawati mengatakan langkah ini sebagai upaya untuk meningkatkan transparansi dan profesionalisme perusahaan.

Namun, ia tidak merinci rencana IPO tersebut. “Di triwulan III atau IV 2021 kami akan IPO salah satu unit bisnis,” ujarnya dalam acara CNBC Energy Outlook, Kamis (4/2).

BUMN lain yang kabarnya siap untuk IPO adalah PT Dayamitra Telekomunikasi (Mitratel). Rencananya, IPO anak usaha Telkom tersebut bisa terwujud pada akhir tahun ini.

Menuju aksi korporasi tersebut, Mitratel pun bersolek. Perusahaan meneken perjanjian jual beli bersyarat (Conditional Sale and Purchase Agreement/CSPA) dengan anak usaha Telkom lainnya, PT Telekomunikasi Seluler (Telkomsel). Mitratel akan membeli 6.050 menara telekomunikasi milik Telkomsel senilai Rp 10,3 triliun.

Anak usaha BUMN lainnya yang berencana IPO adalah PT Adhi Commuter Properti, anak usaha PT Adhi Karya Tbk (ADHI). Sebetulnya perusahaan sudah bersiap melakukan IPO pada tahun lalu. Namun, imbas pandemi Covid-19, perusahaan mengundurkan rencana tersebut.

Reporter: Ihya Ulum Aldin