Upaya Waskita Karya Keluar dari Jeratan Utang

Waskita KATADATA|Arief Kamaludin
Waskita terjerat utang jangka pendek dan panjang.
Penulis: Ihya Ulum Aldin
Editor: Yuliawati
11/2/2021, 14.23 WIB

Salah satu BUMN konstruksi, PT Waskita Karya Tbk (WSKT) tercatat memiliki total liabilitas mencapai Rp 91,86 triliun per September 2020. Di tengah utang yang menggunung tersebut, Waskita menyiapkan berbagai langkah untuk memenuhi kewajiban tersebut.

Berdasarkan laporan keuangannya, Waskita memiliki total liabilitas jangka pendek mencapai Rp 38,79 triliun. Nilai tersebut, memang tidak lebih besar dibandingkan liabilitas jangka panjang yang senilai Rp 53,06 triliun.

Komponen utang jangka pendek terbesar yang membebani Waskita saat ini adalah utang usaha senilai Rp 12,91 triliun. Utang kepada pemasok yang senilai Rp 5,84 triliun dan kepada subkontraktor senilai Rp 5,29 triliun menjadi faktor utamanya.

Utang jangka pendek lainnya yang cukup membebani Waskita berasal dari utang bank. Utang pada pihak berelasi mencapai total Rp 11,01 triliun, sementara dengan pihak ketiga mencapai Rp 7,32 triliun.

Beberapa utang bank jangka pendek dengan nilai besar yaitu kepada PT Bank Mandiri Tbk dengan nilai Rp 3,69 triliun dan kepada PT Bank Negara Indonesia (BNI) senilai Rp 3,27 triliun. Lalu, kepada PT Bank Syariah Mandiri senilai Rp 1,14 triliun dan PT Bank Pan Indonesia Tbk senilai Rp 1,99 triliun.

Waskita juga tercatat memiliki utang obligasi yang jatuh tempo dalam jangka pendek dengan nilai bersih mencapai Rp 2,51 triliun. Obligasi ini jatuh tempo dalam jangka waktu satu tahun alias hingga September 2021.



Dari komponen liabilitas jangka panjang, nilai terbesar berasal dari utang bank pihak berelasi dengan nilai mencapai Rp 17,32 triliun. Utang bank jangka panjang dengan pihak ketiga nilainya mencapai Rp 14,39 triliun.

Sedangkan, komponen liabilitas jangka panjang Waskita juga berasal dari utang obligasi jangka panjang yang nilainya mencapai Rp 12,56 triliun.

Direktur Keuangan Waskita Taufik Hendra Kusuma mengatakan, saat ini manajemen memang sedang melakukan penyehatan kondisi keuangan yang terdampak pandemi Covid-19 dan adanya mismatch terhadap kewajiban keuangan. Untuk itu, Waskita tengah melakukan proses restrukturisasi atas kewajiban keuangan tersebut.

Rencana restrukturisasi saat ini sedang dimatangkan dengan mempertimbangkan kondisi keuangan saat ini dan membuka diskusi beberapa opsi.

"Pelaksanaan restrukturisasi keuangan diharapkan dapat diselesaikan secepatnya dan disesuaikan dengan kondisi keuangan perusahaan dari waktu ke waktu," kata Taufik melalui keterbukaan informasi beberapa waktu yang lalu.

Selama proses restrukturisasi keuangan, Waskita sedang melakukan negosiasi dengan masing-masing kreditur, termasuk untuk memberikan relaksasi atas kewajiban pembayaran, baik yang telah jatuh tempo atau akan jatuh tempo.

"Kami meyakini rencana restrukturisasi ini bisa memberikan dampak yang baik bagi kelangsungan usaha dan kondisi keuangan ke depannya," kata Taufik menambahkan.

Selain melakukan negosiasi untuk melakukan restrukturisasi, langkah lain yang dilakukan Waskita yaitu melakukan divestasi anak usaha dan penerbitan surat utang dengan skema penjaminan.

Model bisnis Waskita terkait investasi jalan tol, bersifat investasi dan divestasi. Oleh sebab itu, Taufik menjelaskan, Waskita tidak memiliki tujuan untuk melakukan operasi atas ruas-ruas jalan tol.

Berdasarkan skema tersebut, ruas jalan tol yang telah selesai dan beroperasi akan masuk dalam tahap divestasi. Hasil atas divestasi tersebut akan digunakan untuk investasi baru atau pemenuhan modal kerja Waskita.

Pada 2021 ini, Waskita berencana melakukan divestasi tujuh hingga sembilan ruas-ruas jalan tol yang dikelolanya. Adapun proses dan skema divestasi yang digunakan akan disesuaikan dengan minat serta hasil negosiasi antara perseroan dengan calon-calon investor.

Meski begitu, Waskita terkendala adanya pandemi Covid-19 yang menghambat proses pelaksanaan divestasi. Taufik mengatakan, Waskita tetap berupaya menjalankan proses divestasi dengan menggunakan mekanisme komersial dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan.

Ruas-ruas jalan tol ini rencananya didivestasi, baik secara keseluruhan maupun sebagian alias parsial sesuai dengan hasil negosiasi dengan para calon investor.

"Untuk memastikan pelaksanaan rencana tersebut, strategi Waskita adalah menawarkan secara aktif kepada para calon Investor dalam negeri maupun luar negeri," kata Taufik.

Pengamat BUMN Toto Pranoto mengatakan nilai utang BUMN yang naik secara tajam, terutama sektor infrastruktur, disebabkan ekspansi bisnis dan penugasan pemerintah besar-besaran dalam beberapa tahun terakhir. Tidak hanya Waskita, tapi BUMN Karya lainnya juga memiliki liabilitas yang besar juga.

"Hampir seluruh BUMN Karya menerbitkan global bond untuk financing pembangunan jalan tol dan penugasan infrastruktur lain oleh pemerintah. Jadi ini menjadi trigger meningkatnya utang BUMN," kata Toto kepada Katadata.co.id.

Hadirnya pengelola dana investasi alias sovereign wealth fund (SWF) dinilai bisa menjadi alternatif pembiayaan BUMN dari sisi ekuitas. Dengan adanya SWF, beberapa divestasi ruas jalan tol yang dimiliki Waskita bisa dimasukkan ke program investasi SWF.

"Jadi, keberadaan SWF bisa jadi alternatif pendanaan BUMN yang prospektif," kata Toto menegaskan.

Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah juga berpandangan, keberadaan SWF Indonesia bernama Lembaga Pengelola Investasi (LPI), menjadi angin segar untuk BUMN Karya.

Alasannya, kehadiran LPI mampu membantu BUMN Karya melepas aset-asetnya dan mendapatkan dana segar untuk membiayai proyek strategi ke depannya.

"Pelepasan aset, seperti hak kelola jalan tol, tidak hanya membantu mengatasi permasalahan likuiditas tetapi juga menjadi semacam pencairan keuntungan yang mengendap di asset," kata Piter.

Reporter: Ihya Ulum Aldin