Perusahaan e-commerce, PT Bukalapak.com dikabarkan memasang target penghimpunan dana lebih dari US$ 1 miliar atau setara Rp 14,58 triliun dari penerbitan saham baru alias initial public offering (IPO). Target tersebut, lebih tinggi 25% dari target dana yang diincar sebelumnya, sekitar US$ 800 juta atau Rp 11,2 triliun.
Kenaikan bidikan dana tersebut karena indikasi permintaan investor yang kuat untuk IPO unicorn teknologi pertama di Bursa Efek Indonesia. Target dana baru tersebut, seperti disampaikan oleh dua sumber yang mengetahui soal rencana ini kepada Reuters.
Bukalapak, yang menghitung investor GIC dan Microsoft di antara pendukungnya, akan menjadi IPO lokal terbesar dalam 13 tahun terakhir. Bahkan, IPO ini bisa menjadi yang terbesar oleh startup di negara Asia Tenggara.
Target IPO yang diperluas menunjukkan, investor tertarik untuk mendapatkan penawaran sektor teknologi yang relatif langka di wilayah yang menawarkan kelas konsumen berkembang.
Sumber itu mengatakan, permintaan investor terhadap saham Bukalapak, terutama berasal dari dana lokal dan regional. Meski begitu, dikabarkan minat juga datang dari investor Amerika Serikat yang berfokus pada teknologi.
Nilai IPO jumbo tersebut, juga bisa memenuhi kebutuhan pendanaan Bukalapak akan modal. Pasalnya, Bukalapak tengah mengejar pertumbuhan yang cepat.
Sumber Reuters yang tidak mau disebutkan namanya tersebut mengatakan, pembentukan buku untuk IPO Bukalapak dikabarkan akan dibuka minggu ini selama sekitar 10 hari dan akan diikuti oleh pencatatan pada Agustus.
Investment Information Head Mirae Asset Sekuritas Roger menilai IPO unicorn memang berpotensi memunculkan minat besar investor ritel melakukan investasi. Namun, untuk saat ini minat tersebut masih belum banyak.
Berdasarkan hasil pengecekannya di lapangan kepada nasabah Mirae Asset, peminat investasi di unicorn masih belum terlalu banyak. Ada sejumlah alasan, yang membuat investor ritel masih mengurungkan minarnya tersebut, salah satunya terkait dengan harga penawaran saham IPO.
"Jadi, itu juga menjadi pertimbangan dalam hal sisi harga, apakah nanti di IPO dijual dengan harga mahal atau bisa terjangkau oleh ritel," kata Roger.
Harga penawaran tersebut penting untuk menilai apakah harga saham unicorn ini tergolong mahal atau murah. Pasalnya, melihat dari kinerja keuangan saham-saham di sektor teknologi saat ini, banyak dari emiten yang masih mencatatkan kinerja yang negatif.
Dalam dokumen mini expose Bukalapak terkait proses penawaran saham perdana atau Initial Public Offering (IPO) yang diperoleh Katadata.co.id, Bukalapak menyertakan laporan keuangan 2020.
Berdasarkan laporannya, Bukalapak diketahui masih membukukan kerugian Rp 1,34 triliun sepanjang 2020. Meski begitu, kerugian menurun hingga 51,75% dari rugi yang dialami 2019 sebesar Rp 2,79 triliun.
Salah satu penyokong penurunan rugi tersebut karena Bukalapak mampu membukukan pendapatan bersih Rp 1,35 triliun sepanjang 2020. Pendapatan tersebut mampu meroket hingga 25,56% dari periode 2019 sebesar Rp 1,07 triliun.