Mitratel Tetapkan Harga Rp 800, Nilai IPO di Bawah Bukalapak

ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/hp.
Pekerja berswafoto dengan latar belakang pergerakan Indek Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (11/5/2020).
Penulis: Ihya Ulum Aldin
Editor: Lavinda
15/11/2021, 12.39 WIB

PT Dayamitra Telekomunikasi (Mitratel) menetapkan harga penawaran 22,92 miliar saham perdana sebesar Rp 800 per saham. Artinya, perolehan dana initial public offering (IPO) perusahaan menara telekomunikasi ini akan mencapai Rp 18,33 triliun, terbesar kedua setelah penawaran umum perdana saham PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) senilai Rp 21,9 triliun.

Berdasarkan prospektus ringkas, anak usaha PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) ini menawarkan sebanyak 27,63% saham Mitratel ke publik dengan nominal Rp 228 per saham. 

Manajemen Mitratel menjelaskan, bila terjadi kelebihan pemesanan pada penjatahan terpusat, Mitratel akan mengeluarkan maksimal 2,61 miliar saham tambahan. Jumlah tersebut setara 3,06% dari modal setelah IPO dengan asumsi terdapat penerbitan saham tambahan tersebut yang harga penawarannya Rp 800 setiap saham.

Dengan begitu, jumlah keseluruhan IPO jika ada kelebihan permintaan akan menjadi maksimal 25,53 miliar unit saham. Alhasil, dengan harga penawaran Rp 800 per saham, maka nilai IPO Mitratel totalnya bisa mencapai Rp 20,43 triliun.

Mitratel akan menjalankan program pemberian saham penghargaan dalam employee stock allocation (ESA) dan program hak opsi pembelian saham dalam management and employee stock option plan (MESOP).

Mitratel mengadakan program ESA sebesar 0,11% saham dari saham yang ditawarkan atau sebesar 25 juta saham. Perseroan juga telah menyetujui pelaksanaan program MESOP dengan jumlah maksimal 0,13% atau sebesar 112 juta saham.

Penjamin pelaksana emisi efek dan para penjamin emisi efek, menjamin secara kesanggupan penuh (full commitment) terhadap sisa saham yang ditawarkan yang tidak dipesan dalam IPO. Bertindak sebagai penjamin pelaksana emisi efek adalah PT BRI Danareksa Sekuritas dan PT Mandiri Sekuritas.

Sementara, bertindak sebagai penjamin emisi efek di antaranya ada PT HSBC Sekuritas Indonesia, PT J.P. Morgan Sekuritas Indonesia, dan PT Morgan Stanley Sekuritas Indonesia.

Penjamin emisi efek lainnya adalah PT Danasakti Sekuritas Indonesia, PT Investindo Nusantara Sekuritas, PT Panin Sekuritas Tbk, PT Samuel Sekuritas Indonesia, PT Valbury Sekuritas Indonesia, dan PT Yulie Sekuritas Indonesia Tbk.

Dengan IPO ini, pemegang saham mayoritas Mitratel, yaitu Telkom yang sebelumnya memiliki persentase 99,99% saham akan turun menjadi 70,06%. PT Metra Digital Investama yang sebelumnya memegang saham Mitratel sisanya atau 0,01%, persentasenya tinggal 0,0%.

Sementara itu, masyarakat yang sebelumnya tidak memiliki saham Mitratel akan memiliki 29,78% saham Mitratel. Sementara, pemegang saham dalam program ESA memiliki 0,03%. Pemegang saham dalam rangka program MESOP memiliki 0,13% saham Mitratel.

Masa penawaran umum dijadwalkan berlangsung pada 16-18 November, dan masa penjatahan pada 18 November. Perseroan menjadwalkan distribusi saham secara elektronik terjadi pada 19 November, sedangkan pencatatan efek di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 22 November.

Sebanyak 90% dana hasil IPO akan digunakan untuk belanja modal perusahaan. Secara rinci dijelaskan, sebanyak 44% untuk belanja modal organik, yakni mengembangkan dan memperluas hubungan dengan pelanggan melalui penambahan penyewa kolokasi. Ini mencakup berbagai pengeluaran terkait penguatan dan penambahan menara yang dimiliki perusahaan saat ini.

Selain itu, membangun menara baru, dan menambah site baru, termasuk biaya sewa lahan baru guna dibangun untuk pesanan build to suit berbagai operator telekomunikasi besar di Indonesia.

Belanja modal organik juga digunakan untuk ekspansi teknologi dan layanan yang dapat bersinergi dengan bisnis penyewaan menara perusahaan, seperti layanan digital dan fiber.

Sementara itu, sebanyak 56% akan digunakan untuk belanja modal anorganik, yakni akuisisi portofolio menara di Indonesia, terutama menara yang dimiliki oleh operator telekomunikasi di Indonesia. Selain itu, akuisisi produk, teknologi, dan layanan baru yang dapat bersinergi dengan bisnis penyewaan menara perusahaan di Indonesia.

Sisanya, 10% dari dana IPO akan digunakan untuk kebutuhan modal kerja dan kebutuhan perusahaan lainnya. Hal ini antara lain, untuk peningkatan sistem teknologi informasi perusahaan dan penerapan program pengembangan menara telekomunikasi.

Reporter: Ihya Ulum Aldin