Harga BBM Naik, Ini Daftar Saham yang Berpotensi Untungkan Investor
Pemerintah telah resmi menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi pada Sabtu (3/9) lalu. Kebijakan ini tentu menimbulkan kontroversi di kalangan masyarakat, termasuk para investor di pasar modal.
Namun faktanya, pasar saham Tanah Air justru bergeliat. Hal itu tercermin dari kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang membukukan kenaikan di awal pekan ini, hingga ke level tertinggi sejak Juni 2022. IHSG pada perdagangan Senin (5/9) tercatat naik 0,76% ke level 7.231.
Investor asing justru memborong saham perusahaan nasional senilai Rp 1,39 triliun, usai pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Sumringahnya pasar saham turut mendongkrak kinerja reksadana berbasis saham, seperti reksa dana saham dan reksa dana indeks.
Lalu, saham-saham emiten sektor apa saja yang diuntungkan dengan hadirnya kebijakan kenaikan BBM tersebut?
Menurut Tim Analis Bareksa, saham berkapitalisasi besar atau big caps yang memiliki valuasi menarik dan sektor energi yang merupakan penopang terbesar kenaikan IHSG sejak awal tahun, menjadi saham yang paling banyak dibeli investor asing.
Menurut Tim Analis Bareksa dalam laporan risetnya, penguatan sektor energi juga didukung oleh kenaikan harga batu bara dunia yang saat ini kembali mencetak rekor tertinggi sepanjang masa, yakni di kisaran US$ 435 per ton (harga batu bara Newcastle), karena adanya gangguan pasokan gas ke Eropa.
"Hal ini turut menopang kenaikan reksa dana saham dan reksa dana indeks berbasis saham komoditas," ujar Tim Analis Bareksa dalam laporan tertulis, Rabu (7/9).
Selain itu, beberapa emiten restoran seperti PT Champ Resto Indonesia Tbk (ENAK), PT Sarimelati Kencana Tbk (PZZA), PT Fast Food Indonesia Tbk (FAST), PT MAP Boga Adiperkasa Tbk (MAPB), PT Pioneerindo Gourmet International Tbk (PTSP) diketahui menyasar kelas menengah ke atas.
Financial Expert Ajaib Sekuritas Ratih Mustikoningsih menilai, faktor segmentasi pelanggan tersebut menyebabkan saham emiten restoran tahan terhadap dampak kenaikan harga BBM.
Ratih memperkirakan, pergerakan sebagian besar saham emiten sektor restoran saat ini masih dalam tren sideways, baik secara jangka pendek maupun jangka menengah.
"Untuk saat ini, kami menyarankan para pelaku pasar dapat melakukan dua aksi, yaitu entry secara bertahap pada saham ENAK, FAST, dan ERAA karena ketiga saham tersebut dalam level support dan menarik dicermati dengan strategi buy on weakness," ujarnya.
Aksi selanjutnya yang dapat diperhatikan adalah wait and see, sambil menunggu momentum yang tepat dan katalis pendukung lainnya di pasar saat ini, seperti inovasi dan strategi bisnis lanjutan dari manajemen saham-saham restoran tersebut.
Ke depan, para pelaku pasar disarankan memperhatikan data-data yang akan rilis seperti Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang mengukur optimisme dan daya beli konsumen, kebijakan pelonggaran pembatasan aktivitas atau PPKM, serta mencermati strategi bisnis digitalisasi emiten restoran yang diprediksi akan terus meningkat yang akan datang.
Tiga hal ini akan mempengaruhi kinerja perusahaan pada kuartal ketiga dan keempat 2022, sehingga akan berdampak dalam pergerakan harga di pasar saham.
Dua Strategi Investasi
Di sisi lain, pasar obligasi tercatat melemah terbatas dengan imbal hasil (yield) acuan Obligasi Pemerintah berada di kisaran 7,14%. Kementerian Keuangan memprediksi, kenaikan harga BBM dapat menimbulkan dampak inflasi sekitar 6,6%-6,8% hingga akhir 2022.
Kondisi ini, menurut Tim Analis Bareksa, bisa mendorong Bank Indonesia lebih agresif memperketat kebijakan moneter dengan kenaikan suku bunga acuan lebih tinggi. Dampaknya, ekspektasi kenaikan yield Surat Berharga Negara (SBN) acuan dapat mendorong pelemahan pasar obligasi dalam jangka pendek.
Di tengah kondisi pasar saham yang bergairah, sekaligus pasar obligasi yang melemah, Tim Analis Bareksa menyarankan agar para investor menerapkan dua strategi agar investasinya mencatatkan kinerja maksimal.
Pertama, reksa dana saham dan reksa dana indeks diperkirakan bergerak terbatas hari ini, karena minimnya sentimen dari dalam dan luar negeri. Investor bisa mempertimbangkan untuk melakukan aksi ambil untung bertahap di reksa dana berbasis saham, jika sudah membukukan cuan di atas 3%, serta dapat mengalihkan sementara investasinya di reksa dana pasar uang.
Kedua, reksa dana pendapatan tetap juga diproyeksikan bergerak terbatas, karena tekanan di pasar obligasi masih datang dari pelemahan terbatas nilai tukar rupiah. Namun, lelang sukuk negara berpotensi menopang kinerja pasar obligasi.