PT Garuda Indonesia Tbk telah mengantongi persetujuan pemegang saham menggelar penerbitan saham baru melalu Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) atau rights issue pada Desember. Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Kartika Wirjoatmodjo mengatakan, perdagangan saham BUMN penerbangan tersebut baru akan dibuka setelah proses rights issue rampung.
"Kami sudah sepakat untuk perdagangan saham belum akan dibuka. Kami sudah bicara dengan BEI (Bursa Efek Indonesia) Perdagangan baru akan dibuka kembali setelah rights issue selesai," ujar Kartika dalam Konferensi Pers SOE Conference di Nusa Dua, Bali, Selasa (18/10).
Ia menjelaskan, perdagangan saham juga baru akan dibuka kembali setelah proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) tuntas secara formal.
Kartika menjelaskan, kondisi arus kas Garuda dalam dua bulan terakhir cukup stabil. Hal ini membuat kebutuhan pendanaan yang diperoleh dari rights issue yang mewadahi suntikan modal pemerintah sebesar Rp 7,5 triliun ternyata cukup memadai.
"Kami sedang melihat apakah kita perlu menggelar lagi rights issue pada tengah atau di akhir tahun depan sampai mencari final strategic partner," katanya.
Ia menjelaskan, pihaknya memang sudah melakukan pembicaraan kerja sama dengan Emirates Airlines dan Qatar Airlines. Namun, pembicaraan dengan calon investor tersebut masih sangat dalam tahap awal.
Mengutip Bloomberg, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan, pemerintah ingin maskapai dari Uni Emirat Arab, Turki dan Arab Saudi, untuk menyerap saham baru yang akan diterbitkan Garuda. Maskapai yang diincar khususnya yang memiliki perjanjian code share.
Perjanjian code share merupakan perjanjian kerja sama pelayanan penerbangan antara dua maskapai atau lebih dalam melayani satu rute penerbangan. “Mereka membutuhkan kami untuk lalu lintas haji dan kami membutuhkan mereka untuk terhubung ke pasar Eropa,” katanya, dikutip Selasa (11/10).
Penerbangan Haji Garuda ke Timur Tengah adalah salah satu rute yang menguntungkan. Pasalnya, menurut data Kementerian Agama, terdapat dengan lebih dari 200.000 orang Indonesia terbang ke Arab Saudi untuk perjalanan Haji setiap tahun.
Garuda mencatatkan laba bersih pada semester I 2022 mencapai US$ 3,8 miliar atau setara Rp 57,76 triliun dengan asumsi kurs rata-rata Rp 15.200 per dolar AS. Torehan ini berkebalikan dengan kinerja Garuda pada semester pertama 2021 yang membukukan kerugian bersih senilai US$ 898,65 juta atau setara Rp 13,65 triliun.
Dalam lima tahun terakhir, Garuda tercatat belum pernah membukukan keuntungan. Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra menyebutkan, torehan laba Rp 57,76 triliun pada enam bulan pertama tahun ini diperoleh dari hasil perjanjian perdamaian dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) bersama para kreditur.
“Jadi US$ 3,8 miliar ini diperoleh dari PKPU yaitu cancellation of a debt dimana utang turun dari US$ 10 miliar ke US$ 5 miliar menjadi salah satu penyebabnya, demikian juga kinerja ekuitas akan membaik,” katanya dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi XI DPR RI di Jakarta, seperti dikutip dari Antara, Jumat (30/9).